Hukum Berhubungan Badan di Waktu yang Terlarang

Kamis, 28 Juli 2022 – 15:17 WIB
Pasangan suami istri. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Dalam aturan agama bagi manusia yang ingin terus menjalankan kelangsungan hidup dengan berpasangan maka harus melalui jalan pernikahan.

Hukum pernikahan adalah mubah (boleh) selama tidak ada ketentuan syariat yang melarangnya.

BACA JUGA: Salat dengan Cepat, Bagaimana Hukumnya?

Namun, menurut pandangan Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari dalam kitab Dhaul Misbah dengan menukil pendapat Imam Abu Ishak as-Syairazi dan beberapa ulama lainnya, status hukum pernikahan menjadi sunah bagi orang yang ingin melakukan jimak (bersenggema), mampu membayar mas kawin, dan memberikan nafkah.

Bahkan status hukumnya menjadi wajib ketika menjadi sarana untuk menghindari perzinahan, seperti pemerkosaan, free sex, prostitusi, dan sebagainya.

BACA JUGA: Ada Pesohor Pamer Uang Ternyata Tidak Diberikan, Wanda Hamidah Sindir Baim Wong dan Paula?

Lalu apa hukumnya bersenggama dengan pasangannya (suami-istri) saat malam takbir hari raya?

Pada dasarnya setelah menjalin hubungan pernikahan antara kedua pasangan maka dihalalkan kapan saja bagi keduanya untuk melakukan jimak atau berhubungan badan.

BACA JUGA: Bolehkah Booking Tempat Salat?

Akan tetapi, ada pengecualian, bahwa syari’at melarang melakukan jimak pada waktu dan hari tertentu saja.

Waktu dan hari tersebut yaitu; pertama, ketika sedang melaksanakan ibadah puasa dari fajar sampai maghrib sebagaimana dalam kitab Shahih Bukhori no.1936 dan Muslim no.111, yaitu ketika ada seorang sahabat yang mengadukan kepada Nabi Shallahu alaihi wassalam tentang dirinya yang melakukan hubungan dengan istrinya ketika sedang berpuasa.

Atas perbuatannya itu maka Nabi memerintahkan untuk memerdekakan budak. Jika tidak bisa maka berpuasa dua bulan berturut-turut.

Namun, jika tidak bisa juga maka memberikan makan kepada 60 orang miskin.

Kedua, ketika beri’tikaf di masjid sebagaimana larangan dalam al-Qur’an surah al Baqarah ayat 187:

"Dan janganlah kamu campuri mereka (perempuan) itu sedang beriktikaf dalam masjid. itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya’’. 

Ketiga, ketika istri sedang haid atau nifas sebagaimana ada larangan dalam Al-qur’an surah al Baqarah ayat 222:

“Hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh, dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci dari haid. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesunguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri."

Keempat, ketika sedang melaksanakan ibadah haji atau umroh sebagaimana ada larangan dalam Al-Qur’an surah 2 : 197, yang artinya (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.

Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.

Sedangkan mengenai hukum jimak pada dua malam hari raya, baik hari raya IdulFitri maupun IdulAdha, tidak ada dalil secara jelas di dalam Al-Qur’an dan hadis yang melarang untuk melakukan jimak kepada dua malam tersebut.

Dengan demikian, tidak ada satupun dalil baik dari Al-Qur’an maupun hadis yang menyatakan keharaman jimak pada malam hari raya.

Akan tetapi terdapat pendapat ulama kemakruhan jimak pada malam tersebut karena ada beberapa alasan-alasan yang telah disebutkan tadi.

Selain itu juga, sebaiknya tidak melakukan jimak pada malam tersebut sebagai kehati-hatian.(jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Benarkan Didi Mahardika Berpacaran dengan Cita Citata, Sunan Kalijaga: Saya Kira Bercanda


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler