Hukuman Mati atau Kebiri!

Jumat, 12 Juni 2015 – 07:14 WIB
Agustinus (kiri), tersangka pelaku pembunuhan terhadap Angeline. Foto: dok.Radar Bali/Jawa Pos

jpnn.com - JAKARTA - Sanksi bagi pelaku kejahatan seksual anak di Indonesia dinilai terlalu ringan. Hukuman maksimal 15 tahun kurungan penjara dan denda Rp 5 miliar, dalam Undang-undang perlindungan anak, dianggap tak setimpal dengan kejahatan yang dilakukan.

Apalagi, punishment tersebut ternyata tidak menimbulkan efek jera dan efek takut bagi para predator seksual anak. Buktinya, hingga kini masih banyak anak-anak yang menjadi sasaran kebuasan nafsu mereka.

BACA JUGA: Inilah Permintaan Neneknya ANG

Pemerhati anak, Seto Mulyadi mengatakan, pemerintah sapatutnya berani mengambil langkah tegas untuk menghukum predator seksual anak. Misalnya, hukuman seumur hidup, kebiri hingga hukuman mati. Dengan demikian, pelaku atau calon pelaku akan berfikir seribu kali sebelum melakukan niat buruknya.

"Jika pemerintah bisa menghukum mati pengedar narkoba yang dirasa membahayakan anak bangsa, kenapa tidak dengan predator seksual anak? Bukannya sama," tegas pria yang akrab disapa Kak Seto itu pada Jawa Pos kemarin (11/6).

BACA JUGA: Margareith Dinilai Langgar Kesepakatan

Dia menuturkan, langkah itu akan sangat berarti bagi anak-anak Indonesia dalam menyambut hari anak pada 23 Juli nanti. Dalam momentum itu, dapat disisipkan gerakan nasional untuk menyelamatkan anak Indonesia dari kejahatan, baik seksual mauapun kekerasan lain.

Menurut pencipta karakter "Si Komo" itu, gerakan itu akan kembali membuka mata masyarakat tentang gawatnya kondisi anak-anak Indonesia. Sehingga, masyarakat akan kembali "awas" dan saling memperhatikan lingkungan sekitarnya.

BACA JUGA: Anton Medan Memperkirakan, Siksaan Ini yang Bakal Diterima Pembunuh ANG di Penjara

"Diharapkan, dilingkungan Rukun Tetangga misalnya, dapat saling menjaga. Kemudian dibentuk seksi khusus pengawasan anak," tuturnya.

Sementara itu, untuk pihak orang tua, ada beberapa cara yang disarankan olehnya untuk langkah antisipasi. Pertama, sejak anak mulai bisa bicara harus dijelaskan tentang sex education. Pelajaran ini dapat diberikan mulai dari materi ringan. Seperti, menolak dibantu orang lain saat membasuh organ intim.

Pelajaran lain, dapat berupa pengenalan underwear rules. Seorang anak diajarkan bahwa mereka tidak boleh membiarkan seseorang menyentuh bagian tubuh mereka yang tertutup pakaian dalam. Begitu juga sebaliknya. "Penjelasan itu menegaskan bahwa tubuh adalah milik pribadi. Ada sentuhan baik dan buruk," ungkapnya.

Namun, lanjut dia, dari seluruh pelajaran tersebut ada hal mendasar yang perlu dilakukan orang tua di rumah. Yakni komunikasi yang baik dengan anak. Orang tua harus rajin bertanya pada anak tentang kegiatan atau perasaan mereka pada hari itu.

Untuk membiasakan komunikasi dengan anak, dapat dimulai dengan rajin mendongeng untuk mereka. Dengan begitu, anak juga akan mulai terbiasa berkomunikasi dengan orang tua mereka.

Sehingga, bila terjadi hal-hal yang tidak lazim maka dapat segera terdeteksi. "Jangan jadikan rumah seperti hotel. Orang tua dan anak numpang tidur saja. Lalu melakukan kegiatan sendiri-sendiri di luar rumah," urai ayah artis Dhea Seto ini. (mia/bay)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ibu ANG Cerita, Dulu...Setiap Lewat Depan Rumah Margareith, Hanya Bisa Menangis


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler