JAKARTA - PT Kereta Api Indonesia (KAI) mengaku tak punya jalan lain untuk menghapuskan keberadaan kereta api listrik (KRL) ekonomi non AC jurusan Serpong dan Bekasi pada April mendatang.
Pasalnya, selain sering rusak dan kerap mogok, biaya subsidi tiket penumpang ekonomi yang seharusnya ditanggung pemerintah melalui dana public service obligation (PSO) kerap datang terlambat. Sehingga hal itu membuat KAI harus menombok.
"Pemberian dana PSO ini tidak cukup untuk menutup biaya operasional kereta ekonomi. Seperti dana PSO sebesar Rp 704 miliar tahun lalu, tapi tidak dicairkan pada waktunya," ucap Kepala Humas PT Kereta Api Indonesia Mateta Rizalulhaq pada JPNN, Rabu (27/3).
Menurut Mateta, meski harga tiket ekonomi rata-rata hanya Rp 2 ribu, pada kenyataannya biaya operasional kereta ekonomi jauh lebih mahal.
Selain itu, kata Mateta jika dana PSO terlambat dibayarkan, selisih harga dengan harga tiket yang dibayar publik ini ditanggung sendiri oleh PT KAI.
"Jumlahnya bisa miliaran rupiah. Jika sebulan ada 400 ribu saja penumpang kereta ekonomi, PT KAI menanggung kerugian sampai Rp 1,2 miliar per bulan. Masa kita mau merugi terus," pungkasnya.
Rencananya, sebagai penganti, KAI akan menyediakan KRL commuter Line AC. Namun rencana tersebut ternyata menuai protes. Warga sempat memblokir Stasiun Bekasi untuk menuntut agar KRL ekonomi non AC tidak ditarik dan harga tiket KRL Commuter Line AC diturunkan.
Sementara anggota Komisi V DPR Usman Ja'far meminta PT KAI untuk menunda rencana penghapusan KRL ekonomi non AC jurusan Serpong dan Bekasi. Menurutnya, PT KAI belum siap menghentikan operasional KRL ekonomi seiring kerasnya penolakan masyarakat.
"Ini membuktikan PT KAI belum sepenuhnya memberi penjelasan secara terang kepada publik. Bahwa ada komunikasi yang tidak berjalan dengan baik yang dilakukan oleh PT KAI," ujar Usman kepada JPNN, Selasa (26/3). (chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi jadi Anggota Kehormatan Jakmania
Redaktur : Tim Redaksi