Huni LP Sebulan, Bos Batubara Dapatkan Asimilasi

Selasa, 18 September 2012 – 12:59 WIB
BANJARMASIN – Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana tiba-tiba muncul di depan pintu Lembaga Pemasyarakatan (LP) Teluk Dalam, Senin (17/9) sore. Kedatangan Denny ini memang tidak direncanakan sebelumnya. Bahkan tidak didampingi oleh Kepala LP Teluk Dalam Sugiono. Banyak yang menarik ditemukan Denny dalam sidaknya kali ini.

Selain memastikan bahwa LP Teluk Dalam tersebut kelebihan muatan, Denny menemukan bahwa tersangka kasus eksploitasi tambang batubara (illegal mining) Parlin Riduansyah menempati sel yang tidak seharusnya. Direktur PT Satui Bara Tama (SBT) ini mendapat ruangan asimiliasi.

Ruangan asimilasinya pun tidak bergabung dengan blok dari narapidana lainnya. Letaknya berdampingan dengan rumah sakit LP. Ruangan asimilasi letaknya tidak jauh dengan kawasan kantor LP Teluk Dalam. Bahkan Parlin sendiri menempati kamar tersendiri, berbeda dengan narapidana yang juga menempati ruangan asimilasi. Tentu saja kamar yang ditempati Parlin berbeda. Di dalam kamar tersebut, Parlin hanya berdua dengan narapidana lain.

Parlin sendiri ketika didatangi Denny ke selnya, tidak sedang berada di tempat. Tidak lama setelah Denny keluar, Parlin dengan menggunakan kaos berwarna biru muda datang. Kedatangan Parlin langsung dimanfaatkan Denny untuk bertanya.

“Sudah lama kah di sini" Divonis berapa tahun?” cecar Denny.

Dengan tenang, Parlin menyebut dirinya divonis tiga tahun penjara dan baru menjalani satu bulan tahanan. Jawaban Parlin ini lantas memantik rasa penasaran Denny. Pasalnya tahanan yang masuk masa asimilasi minimal sudah menjalani setengah dari masa tahanan. Ini Sesuai dengan Permenkumham No M.2.PK.04-10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.

“Kok bisa ya baru satu bulan sudah masuk asimiliasi. Peraturan mana itu" Kalau tiga tahun, minimal setahun setengah baru bisa,” teriak Denny di hadapan petugas LP yang mengikutinya. Apalagi pengajuan asimilasi harus seizin dari Menteri Hukum dan HAM.

Tak ayal, Denny pun langsung mencari pejabat penanggungjawab. Setelah memastikan Kepala LP tidak ada, Denny pun kelimpungan karena Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (Ka KPLP) Teluk Dalam juga tidak ada. Alhasil, Denny hanya meminta jawaban dari Bagian Tata Usaha LP Teluk Dalam.

Sayang pertanyaan Denny mengenai alasan asimilasi Parlin tidak dapat dijawab dengan tepat. Bu Lis, Kabag TU LP Teluk Dalam mengaku tidak dapat menjawab kenapa Parlin masuk ke dalam ruangan asimilasi.

“Saya tidak tahu pak. Saya juga bingung,” ujarnya dengan nada terbata-bata.

Denny pun langsung meminta kepada petugas LP Teluk Dalam untuk mengembalikan Parlin ke sel seharusnya. “Nanti akan saya cek lagi administrasinya. Kalau tidak sesuai aturan, akan dikembalikan lagi ke sel seharusnya. Harus jelas bagaimana bisa Parlin bisa pindah ke asimiliasi,” ucapnya.

Asimilasi adalah pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang dilaksanakan dengan membaurkan narapidana dan anak didik pemasyarakatan di dalam kehidupan masyarakat. Asimilasi mempunyai tujuan untuk mempersiapkan narapidana agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat sehingga berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggungjawab.

Selain itu, Denny juga mendapat keluhan bagaimana Pembebasan Bersyarat (PB) di LP Teluk Dalam juga terlalu lama. Seperti yang dikeluhkan oleh salah seorang napi yakni H Isam. “Banyak PB yang keluarnya sebulan atau dua bulan. Kenapa tidak tepat waktu?” cetusnya.

Selama dua jam sidak ke LP Teluk Dalam, Denny menemukan bahwa kondisinya sudah tidak layak. Dimana dalam satu sel ditempati sangat banyak narapidana. Rata-rata setiap sel diisi oleh 20-30 napi.  Untuk itu Denny memastikan akan terus dilakukan pembenahan. Salah satunya dengan meninjau kembali Standar Operasional Prosedur (SOP) LP Teluk Dalam.
“Akan kami tinjau kembali bagaimana SOP di sini. Awal Oktober mendatang saya datang lagi,” tandasnya.
 
Seperti diberitakan, Tim  Intelijen Kejaksaan Agung (Kejagung) berhasil menangkap Direktur Utama PT Satui Bara Tama (PT SBT), Parlin Riduansyah, yang merupakan buronan korupsi penambangan (illegal mining).

Parlin ditangkap di Bandara Abdurrahman Saleh, Malang saat akan terbang menggunakan Pesawat Garuda Flight Number GA 291 Tujuan Malang - Jakarta pada Rabu pukul 11.00 Wib. Ia berstatus terpidana korupsi dengan putusan MA No.157 PK/Pid.Sus/2011 juncto putusan Mahkamah Agung (MA) RI nomor: 1444 K/Pid.Sus/2010.

Selama di Malang, ia tinggal di tempat kerabatnya di Villa Golf Boulevard No 1 Kecamatan Belimbing, Kota Malang. Parlin diterbangkan ke Jakarta dari Bandara Udara di Surabaya, dan tiba di Kejagung sekira pukul 22.20 Wib. Parlin akan segera diterbangkan ke Banjarmasin.

Parlin dalam perkara ini, diduga telah melakukan kegiatan eksploitasi lahan kawasan hutan di Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, Banjarmasin, Kalimantan Selatan tanpa izin dari Menteri Kehutanan (Menhut).

Pengadilan Negeri Banjarmasin sebelumnya telah memvonis bebas yang bersangkutan pada 19 April 2010 silam. Hal itu tertuang dalam putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin Nomor: 1425 Pid.Sus/2009/PN.BJM tertanggal 19 April 2010.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) kemudian mengajukan kasasi dan  majelis hakim kasasi memutuskan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana eksploitasi hutan tanpa izin dan ia pun dijatuhi hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp1 miliar. (mrn/fuz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Istri Polisi Dilatih Cegah Peredaran Narkoba

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler