JPNN.com

Hypefast Bagikan Tips agar Brand Kecantikan Lokal Tidak Gulung Tikar

Rabu, 19 Maret 2025 – 15:09 WIB
Hypefast Bagikan Tips agar Brand Kecantikan Lokal Tidak Gulung Tikar - JPNN.com
CEO dan Founder Hypefast, Achmad Alkatiri membagikan beberapa strategi bagi brand lokal agar tetap bertahan dan relevan di pasar. Foto Mesya/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Industri brand lokal di Indonesia dinilai tengah menghadapi periode sulit yang disebut sebagai Local Brand Winter, sebuah istilah yang diadaptasi dari Tech Winter di industri teknologi.

Fenomena ini ditandai dengan pertumbuhan yang melambat, menurunnya investasi, hingga gelombang brand lokal yang terpaksa menutup usahanya. 

BACA JUGA: Hypefast Ungkap Kunci Pendorong Pertumbuhan UMKM Brand Lokal di 2025

"Seperti halnya Tech Winter yang pernah melanda industri teknologi, kini brand lokal terutama di sektor kecantikan mengalami tekanan luar biasa," kata CEO dan Founder Hypefast, Achmad Alkatiri dalam media gathering, Selasa (18/3/2025).

Hal itu dikarenakan adanya tekanan kompetitif yang makin kuat, terutama dari brand luar, yang membuat banyak brand lokal kesulitan bertahan. Ini bisa dilihat pada pengujung 2024, beberapa brand lokal yang sempat naik daun akhirnya harus gulung tikar. 

BACA JUGA: Hypefast Beber Fakta TikTok Shop di Indonesia, Kentungan Penjualan Kecil

Syca, Roona Beauty, dan Matoa hanyalah segelintir contoh dari merek-merek yang tak mampu bertahan menghadapi persaingan yang kian sengit. Persaingan ketat dengan brand luar, terutama dari Tiongkok, menjadi tantangan terbesar.

"Brand kecantikan lokal menjadi sektor yang paling terdampak. Dalam setahun terakhir, kita melihat banyak brand lokal yang terpaksa menghentikan operasionalnya," ujarnya.

BACA JUGA: Hypefast Berambisi Menjadikan Noore Terbesar di Asia Tenggara

Dia mengatakan, tahun 2021-2023, brand lokal sempat mengalami lonjakan investasi dan dominasi di platform e-commerce seperti Shopee dan TikTok Shop. Namun, gelombang brand asal Tiongkok dengan modal besar mulai mengubah peta persaingan. 

Berdasarkan data internal Hypefast, brand-brand dari Tiongkok mampu mengalokasikan 30%-40% dari total omzet mereka untuk pemasaran, sedangkan brand lokal hanya mampu mengalokasikan sekitar 10% untuk tetap menjaga profitabilitas.

Dalam survei yang dilakukan Hypefast, enam dari 10 orang Indonesia ternyata tidak menyadari bahwa produk yang mereka beli berasal dari luar negeri, bukan dari brand lokal. Situasi ini membuat investor menjadi lebih berhati-hati dalam menggelontorkan dana ke brand lokal. 

"Padahal, tanpa investasi yang cukup besar, sulit bagi brand lokal untuk berkompetisi dengan brand asing yang gencar berpromosi dan menawarkan harga lebih kompetitif,” tambahnya.

Hypefast membagikan beberapa strategi bagi brand lokal agar tetap bertahan dan relevan di pasar. Pertama dengan fokus pada arus kas (cash flow), kedua mengutamakan cash flow dibanding pertumbuhan, dan terakhir memanfaatkan pendanaan yang ada.

Hypefast mengimbau brand lokal bahwa tujuan utama sebaiknya bukan sekadar bertumbuh cepat, tetapi mencapai tahap self-sufficient—yakni kondisi di mana bisnis tidak hanya profitable, tetapi juga memiliki cashflow positif. 

Dengan begitu, bisnis bisa bertahan dalam situasi ekonomi yang sulit dan tidak bergantung sepenuhnya pada investor atau pinjaman.

“Founder brand lokal harus realistis dalam menghadapi situasi ini. Ini bukan waktunya untuk idealisme berlebihan, tetapi momen untuk menyusun strategi yang lebih matang agar tetap bertahan di pasar,” pungkas Achmad Alkatiri. (esy/jpnn)


Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler