IAI Tolak Kriminalisasi Apoteker

Kamis, 27 September 2012 – 04:26 WIB
JAKARTA -Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Rabu (26/9) resmi melaporkan kasus kriminalisasi apoteker atas nama Yuli Setyarini, kepada Komisi Yudisial (KY). Pelaporan ini diharapkan menjadi pelajaran berharga agar masyarakat atau pemilik modal menghargai kode etik apoteker saat menjalankan profesinya.

Menurut Ketua IAI Dani Pratomo, tindakan penitipan obat berbahaya kepada Dinas Kesehatan seperti yang dilakukan Yuli dikategorikan sebagai tindakan penggelapan bahkan sampai dijatuhi hukuman, maka apoteker tidak lagi mempunyai perlindungan hukum dalam menjalankan praktik kefarmasian. Akibatnya pelayanan kefarmasian kepada masyarakat  terganggu.

"Dalam menjalankan profesinya, apoteker dilindungi oleh beberapa peraturan, yaitu UU No.36/2009 tentang Kesehatan, UU No.35/2009 tentang Narkotika, UU No.5/1997 tentang Psikotropika dan PP No.51/2009 tentang pekerjaan kefarmasian," ujar Dani dalam keterangan persnya, Rabu (26/9).

Pengamanan sediaan psikotropika dan Narkotika yang dilakukan oleh Yuli ke Dinas Kesehatan Semarang, terangnya, demi keamanan agar tidak terjadi penyalahgunaan, adalah suatu kewenangan bagi apoteker. Hal ini jelas tertera pada pasal 108 Undang-undang Kesehatan No 36 Tahun 2009.

Untuk diketahui, kasus ini bermula dari dijatuhkannya vonis empat bulan terhadap anggota IAI di Semarang yang bernama Yuli Setyarini. Yuli  yang menjalankan tugas apotekernya mengamankan sediaan obat sebuah apotek, dengan cara menitipkan kepada dinas kesehatan. Namun sial bagi Yuli, ia malah dituduh melakukan pengelapan. Kasus ini terjadi tahun 2010, saat Yuli  bekerja di Apotek Dirgantara Ngaliyan Semarang.

Saat itu, Yuli  menemukan transaksi resep obat-obatan psikotropika yang janggal di apotek tersebut. Dimana Apotek Dirgantara melakukan transaksi penjualan obat-obatan Psikotropika yaitu Diazepam dan Valisanbe, padahal menurut sepengetahuan Yuli selaku apoteker yang diberi kewenangan untuk membuat pesanan obat sesuai peraturan perundang-undangan, dia sama sekali tidak memesan obat-obatan itu.

Setelah ditelusuri, ternyata pesanan dilakukan asistennya atas desakan pemilik apotek. Sadar ada pelanggaran, Yuli pun mengingatkan pemilik modal serta berkonsultasi dengan Pengurus IAI Cabang Semarang dan melaporkan ke Dinas Kesehatan Kota Semarang.

Atas laporan Yuli tersebut maka Dinas Kesehatan Kota Semarang selaku pembina dan pengawas melakukan Sidak ke Apoteke Dirgantara pada 7 November 2010 dan ditemukan pelanggaran seperti yang ditemukan Yuli. Sebagai bentuk pembinaan maka Pemilik Modal pada 18 November 2010 membuat Surat Pernyataan yang isinya antara lain apabila melakukan pelanggaran lagi maka Apoteker Pengelola Apotek wajib mengembalikan Surat Ijin Apotek ke Dinas Kesehatan Kota Semarang.

Belum lama berselang dari pembuatan Surat Pernyataan, tepatnya 24 November 2010, Yuli kembali menemukan kejanggalan transaksi resep Psikotropika, dimana pemilik modal menyuruh Asisten Apoteker untuk mengganti tulisan 10 tablet pada resep menjadi 20 tablet, sementara yang diserahkan ke pasien tetap 10 tablet, sedangkan sisa 10 tablet diduga diambil oleh pemilik modal.

Sesuai dengan isi Surat Pernyataan yang telah dibuat oleh Pemilik Modal maka Yuli menyerahkan Surat Ijin Apotek ke Dinas Kesehatan Kota Semarang dan diikuti dengan langkah pengamanan sediaan Narkotika dan Psikotropika yaitu dengan menyerahkannya kepada Dinas Kesehatan Kota Semarang bukan kepada pihak lain yang dapat memberikan keuntungan bagi Yuli.

Oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yuli dijerat Pasal 374 KUHP terkait penggelapan dalam jabatannya. Dan akhirnya, pada 15 Agustus 2012, Yuli divonis hukuman empat bulan penjara, berkurang dari tuntutan jaksa sebelumnya yang menuntut tujuh bulan penjara. Yuli dijerat dengan pasal 374 KUHP dengan tuduhan penggelapan. Hasil keputusan ini menampar Yuli dan IAI, karena karena pengamanan obat adalah kewenangan  Apoteker. Apalagi barang dititipkan ke Dinas Kesehatan Kota Semarang selaku instansi pemerintah yang diberi kewenangan untuk membina dan mengawasi.

Begitu juga dengan jumlah obat yang dititipkan kepada Dinas kesehatan itu tidak ada yang berkurang, dan juga sudah dikembalikan ke Apotek Dirgantara oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang bersama-sama dengan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu ( BPPT ) Kota Semarang dan Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).  Kini Yuli pun mengajukan banding. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Curigai Agenda Politik Penguasa di Balik RUU Kamnas

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler