jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI dari Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menyampaikan bangsa Indonesia harus memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI) untuk menciptakan generasi emas yang tidak hanya cerdas, tetapi memegang teguh nilai-nilai kebangsaan.
Hal tersebut disampaikan Ibas dalam diskusi kebangsaan bertajuk “Kecerdasan Buatan dan Pendidikan Masa Depan” (13/12) di Gedung DPR/MPR RI.
BACA JUGA: Ibas: Bonus Demografi Harus Dibarengi dengan Lingkungan Sehat dan Berkelanjutan
Ibas mengatakan kecerdasan buatan dapat menciptakan kesempatan dan menambah ilmu, tetapi hanya manusia yang memiliki hati dan bisa menentukan arah dan tujuan.
"Kecerdasan buatan adalah alat, bukan tujuan. Teknologi AI seharusnya menjadi mitra, bukan pengganti manusia, dalam upaya bersama membangun masa depan pendidikan yang lebih baik," kata Ibas.
BACA JUGA: Ibas: MPR Punya Andil Wujudkan Pembangunan Berkelanjutan
Ibas menyampaikan teknologi kecerdasan buatan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, termasuk di dunia pendidikan.
“Generasi muda kita—baik Generasi Z maupun Generasi Alpha—sudah sangat akrab dengan teknologi. AI membawa banyak peluang, potensi, namun juga perlu waspada terhadap tantangan yang ditimbulkan," ujar Ibas.
Menurut Ibas, setidaknya ada tiga potensi AI dalam dunia pendidikan, di antaranya untuk personalisasi pembelajaran, efisiensi operasional sekolah dan kampus, serta peningkatan aksesibilitas pendidikan.
Meski demikian, ia juga memberikan catatan penting bahwa AI juga bisa memiliki dampak negatif, seperti ketergantungan teknologi dan risiko pengabaian nilai-nilai kebangsaan dan manusiawi.
Di lain sisi, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI ini melihat adanya peluang yang dapat dimanfaatkan dalam penggunaan AI untuk dunia pendidikan.
Menurutnya, AI dapat membantu mengoptimalkan hak atas pendidikan untuk semua dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika.
“Kita tidak ingin AI justru membanjiri kehidupan tanpa didasari dari nilai kebangsaan kita. Tetapi kita juga bisa memberikan dukungan agar AI membuat keterampilan kita menjadi lebih baik, lebih maju di abad ke-21, sesuai dengan nilai-nilai Pancasila,” ungkapnya.
Ibas menilai meski memiliki peluang yang cukup baik, namun Ibas menilai implementasi teknologi AI dalam sistem pendidikan di Indonesia juga masih memiliki beberapa tantangan.
Kurangnya infrastruktur teknologi di daerah terpencil yang bertentangan dengan semangat NKRI menjadi salah satu tantangan utama.
“Masih juga dirasakan adanya ketimpangan akses antara sekolah maju dan sekolah-sekolah yang ada di daerah atau yang tertinggal. Tidak sesuai dengan asas keadilan dalam UUD 1945. Kita harus terus berbenah, terus membangun dan menyiapkan piranti dan perangkat, baik hard (keras) dan softnya (lunaknya),” terang Ibas.
Ibas berharap penggunaan teknologi AI dalam pendidikan yang berkelanjutan dapat terintegrasi dengan pendekatan berbasis karakter dan kebangsaan.
"Sekali lagi, kalau kita serap teknologinya 100 persen tidak diimbangi dengan karakter kultur (budaya) bangsa kita, akan masuk pada arus budaya asing yang terlalu berlebihan,” ujarnya.
Ibas juga menyampaikan beberapa rekomendasi strategis yang dapat diterapkan.
Bagi pemerintah, Ibas menilai pemerintah perlu mengembangkan kebijakan nasional untuk integrasi AI dalam pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai empat pilar kebangsaan didukung infrastruktur digital yang merata demi keutuhan NKRI.
“Kita tidak ingin terjadi yang sebaliknya, AI dapat memecah belah, malah membuat teraduk-aduk," ucap Ibas.
Bagi sekolah dan guru, Ibas berharap adanya peningkatan literasi digital guru berdasarkan nilai Bhinneka Tunggal Ika.
“Tidak hanya kepada anak didik, tapi juga pada guru-guru yang berdasarkan Bhinneka Tunggal Ika. AI itu bisa banyak produknya. Bisa robotik, bisa yang berhubungan dengan software (perangkat lunak) dan teknologi," katanya.
Dalam acara tersebut, hadir beberapa narasumber di antaranya Prof. Hafid Abbas, Ketua Komnas HAM 2014-2015 dan Pakar Pendidikan Kemanusiaan; Dra. Evita Adnan Akademisi Psikologi Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta; serta Sultan Aulia, AI & Digital Literacy Trainer.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul