IBC Sesalkan Pemerintah yang Rajin Impor Gandum

Jumat, 27 September 2013 – 02:47 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Indonesia bukan hanya mengimpor kedelai dan bahan pangan lainnya. Sejak awal tahun 2000-an, Indonesia juga rajin mengimpor gandum. Hal ini disesalkan oleh Peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Apung Widadi. Menurutnya, Indonesia memiliki potensi untuk memproduksi sendiri gandum, tapi hal itu justru tidak dimanafaatkan pemerintah Indonesia.

"Seratus persen gandum kita dari impor. Tahun 2012, impor gandum di Indonesia sekitar 7,1 juta ton. Itu alami kenaikan signifikan di tahun 1990-an," ujar Apung dalam diskusi 'Politik Pangan SBY, Kartel Disuburkan, Rakyat Dikorban' di Jakarta, Kamis, (26/9).

BACA JUGA: Harapkan Indonesia Tak Terjerumus APEC

Menurut Apung, dalam pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sejumlah menteri terkait justru lebih mementingkan kepentingan asing sebagai pengimpor, dibanding kepentingan dalam negeri. Padahal, kata dia, di Indonesia ada beberapa tempat yang bisa dimanfaatkan untuk menanam gandum. Di antaranya di Merauke dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Beberapa wilayah di Indonesia Timur itu, kata Apung, memiliki iklim yang hampir serupa dengan tempat pengimpor gandum seperti Eropa, Australia dan Turki. Namun, tidak ada dorongan pemerintah untuk masyarakat memproduksi gandum.

"Di sini hanya ada beberapa pabrik gandum. Tapi tidak ada badan seperti BUMN khusus untuk mengurus gandum layaknya gula dan garam. Kita negara kedua didunia yang menerima impor gandum dari luar.  Pemerintah lebih mementingkan kepentingan politik dengan importir gandum," papar Apung.

BACA JUGA: PLN Tegaskan Tak Ada Mark Up Dalam Perhitungan Subsidi Listrik

Hal senada diungkapkan, Gunawan, Penggugat Somasi terhadap Presiden SBY tentang kebijakan reforma agraria. Menurut Gunawan, petani tidak diberikan kesempatan memiliki lahan sendiri untuk dapat mengolah tanah dan berproduksi. Akibatnya, impor justru merajalela.

"Tanah disebut sebagai hak rakyat. Tapi petani justru lebih banyak disewakan tanah oleh negara. Tanah itu milik rakyat, kenapa jadi disewakan," kata Gunawan.

BACA JUGA: Adhi Karya Rilis Monorel Kontainer 2 Hari Lagi

Di beberapa wilayah di Indonesia, kata dia, pemerintah telanjur membuat regulasi yang salah tentang tanah untuk pertanian. Izin untuk pendirian bangunan-bangunan seperti mal justru lebih mudah. Sedangkan lahan untuk petani kian sulit. Akibatnya, petani tidak mampu berproduksi dengan lahan yang seadanya. Hasil produksi petani saat ini, kata Gunawan, juga tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia seutuhnya.

"Jadi menjadi tidak jelas siapa yang melindungi petani yang ingin memproduksi memenuhi kebutuhan pangan, termasuk untuk gandum dan kedelai. Inilah kenapa, kita mempertanyakan regulasi pemerintah seperti apa untuk petani," tandas Gunawan. (flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Urusi Kartel, KPPU Seperti Macan Ompong


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler