Selain menewaskan ibu dan anak, ubi beracun juga membuat keluarga lainnya keracunan. Di antaranya Rizky (11), Yanah (21), Melan (14), Fajar (20). Sedangkan istri Deli, Masnah (40) tidak sempat memakan ubi itu karena sedang bekerja.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Radar Bogor, kejadiaan itu sekitar pukul 14:00. Saat itu, Rumiah yang merupakan mertua Deli, sedang berjalan-jalan di area tempat pemakaman umum (TPU) di Kampung Jampang, Desa Kalisuren, Kecamatan Tajurhalang.
Mata Rumiah tergoda saat melihat umbi-umbian yang tumbuh liar di sekitar TPU, dekat kali. Rumiah yang tertarik, kemudian membawa ubi beracun tersebut untuk di santap. Sesampai di rumahnya, Rumiah kemudian mengukus ubi beracun tersebut, dan membagikannya kelima anggota keluargannya.
“Ubi beracun yang dikukus itu dimakan Deli (menantunya), dan empat orang cucunya, yaitu, Rizky, Yanah, Melan, Fajar, dan Rumiah. Namun istri Deli, Masnah, tidak makan karena sedang bekerja. Mereka semua adalah keluarga,” ujar Muhammad Kasim (50) saudara korban.
Akibat memakan ubi beracun itu, lanjut Kasim, satu keluarga keracuna. Mulai dari pusing kepala, sakit perut, mual sampai muntah. Kondisi itu dialami para korban sekitar pukul 02:00.
Melihat sekeluarga keracuna, Kasim beserta warga lainnya membawa Rumiah ke RS Medical Kalisuren. Sedangkan Deli dan Rizky dilarikan ke RSUD Cibinong. Namun Yanah, Fajar, dan Melan, tidak dilarikan ke rumah sakit. “Ketiga anak itu tidak sempat dilarikan ke RS, karena sempat diberi susu dan air kelapa, oleh salah satu saudaranya,” ucapnya.
“Rumiah meninggal di rumah sakit pada hari Selasa (25/6), pukul 09:00. Sementara Deli yang bekerja sebagai buruh tani, meninggal di RSUD Cibinong pada hari Rabu (26/6), pukul 02:00 WIB. Kedua jenazah tersebut dikebumikan di TPU Jampang, Desa Kalisuren,” bebernya.
Fajar yang merupakan korban, mengaku, saat ini dirinya masih mengalami pusing, lemas, dan sakit perut, namun sakitnya tak separah kemarin. ”Sakitnya tak separah kemarin, sepertinya efeknya masih ada,” ucap Fajar dengan lemas.
Fajar mengakui, tak hanya nenek dan ayahnya yang menjadi korban, namun ayam peliharaannya juga ikut tewas. “Karena pusing sehabis memakan ubi, kemudian sisa ubi itu, diberikan kepada ayam. Selang dua jam, ayam itu pun tewas,” paparnya.
Di tempat yang sama, ketua RW 13 R Odih, mengungkapkan, tumbuhan umbi-umbian itu memang tumbuh liar. “Tanaman itu memang tumbuh subur di wilayah Kecamatan Tajurhalang, dan jumlahnya tak sedikit. Biasanya, berada tak jauh dari kali, dan di tempat yang tanahnya agak gembur. Ubi beracun itu mirip dengan Gadung, yang merupakan tanaman sejenisnya, yang bisa di makan. Tetapi terdapat perbedaan di bagian pohon dan daunnya,” ucapnya.
“Keluarga tersebut, memakan ubi beracun, bukan karena tidak ada makanan lagi di rumah. Di perkirakan, sang nenek hendak mencoba menu masakan baru untuk dihidangkan ke anggota keluarganya,” ujarnya.
Ia juga menerangkan, keluarga tersebut pernah mendapat bantuan langsung tunai (BLT) pada tahun lalu. “Saya juga tidak bisa memastikan, apakah keluarga itu tergolong miskin,” ujarnya.
Di lain tempat, Kepala Desa Kalisuren Ahmad, mengatakan, saat ini pihak Desa Kalisuren sedang berkoordinasi dengan pihak desa lain, kecamatan, puskesmas, RW, dan RT, untuk mensosialisasikan mengenai tanaman ubi beracun tersebut.
“Kami khawatir, jika tidak disosialisasikan tanaman ubi bercaun tersebut, dapat memakan korban jiwa lagi di masyarakat,” ucapnya.
Terpisah, petugas UPT Puskesmas Tajur Halang Lilly Sajili, mengatakan, ubi tersebut diperkirakan mengandung sianida. “Kami akan cek terlebih dahulu ke laboratorium, apa saja yang terkandung dalam tanaman umbi-umbian tersebut. Pihak Puskesmas juga sudah mengambil sampel ubi tersebut, dan memberitahukan ke Dinas Kesehatan (Dinkes),” ucapnya.
Saat ini sampel ubi beracun tersebut dibawa ke laboratorium Rumah Sehat Terpadu (RST) Dompet Duafa. Humas RST Dompet Duafa Via, mengatakan, untuk mengetahui kandungan yang terdapat dalam ubi tersebut, dibutuhkan waktu beberapa hari untuk mengetahui hasil dari laboratorium. “Sedang dalam proses pengecekan, kita tunggu saja bagaimana hasil tes dari laboratorium,” ucapnya saat dihubungi Radar Bogor.
Berdasarkan Pantauan Radar Bogor (Grup JPNN), diperkirakan luas bangunan rumah almarhum Deli sekitar 150 meter. Kondisi rumah yang agak sederhana mengkhiasi suasana, rumah duka, korban ubi bercun itu. Almarhum semasa hidupnya tak pernah merasa kesepian, karena mayoritas tetangga Deli, adalah saudara-saudara. Maka secara logika, tak mungkin kalau keluarga tersebut sampai kelaparan di tengah kehidupan saudaranya. (cr14/d)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tim Pemadaman Sempat Ditolak Warga
Redaktur : Tim Redaksi