jpnn.com - Afrizal tentu merasakan duka teramat dalam. Momen kelahiran anak pertama yang seharusnnya membahagiakan, berakhir pilu. Istri dan anaknya meninggal dunia akibat preeklampsia.Kisah sedih itu diunggah Afrizal ke Facebook dan menjadi viral.
Dia mengisahkan, istrinya mengalami kejang, lalu tidak sadarkan diri. Nur Yanthi Nadhinna, almarhumah istri Afrizal, dibawa ke RSUD Pirngadi, Medan. Anak pertamanya lahir secara Caesar dengan berat 1,5 kg.
Kondisi tidak berangsur membaik. Yanthi koma, lalu meninggal pasca melahirkan. Buah hatinya yang lahir prematur dengan berat badan amat rendah pun tidak bisa bertahan. Penyebab meninggalnya Yanthi diungkap Afrizal pada salah satu statusnya. "Dia mengalami keracunan kehamilan sejak usia kandungan satu minggu," tulis pria 21 tahun itu di Facebook.
Kepergian Yanthi tentu amat memukul. Apalagi, usianya masih amat muda, baru 17 tahun. Keracunan kehamilan memang merupakan bahaya besar yang mengintai ibu hamil. Badan Kesehatan Dunia mencatat, 33 ibu hamil meninggal tiap jam gara-gara preeklampsia. Dokter Muhammad Ilham Aldika Akbar SpOG mengungkapkan, ada beberapa faktor risiko yang memengaruhi munculnya gangguan tersebut.
Salah satunya faktor usia. "Kehamilan terlalu muda atau tua biasanya berpotensi keracunan kehamilan," tutur dia. Dokter yang berpraktik di RSIA Kendangsari, MERR, Surabaya itu menjelaskan, kehamilan pertama juga amat riskan preeklampsia. Bila tidak dapat penanganan medis atau diabaikan, preeklampsia akan berlanjut menjadi eklampsia (kejang).
Dalam kasus Yanthi, faktor usia dan kehamilan pertama bisa jadi merupakan pencetus preeklampsia. Walau telah matang secara seksual, kondisi organ reproduksi belum siap untuk kehamilan. "Idealnya, memang kehamilan direncanakan di kisaran usia 20 tahun dan sebelum menginjak 30 tahun," papar Aldi.
Secara medis, preeklampsia didefinisikan sebagai sindrom atau kumpulan gejala yang mengakibatkan komplikasi dan gangguan selama masa hamil. "Indikatornya, muncul gejala khas pada usia kehamilan 20 minggu. Yakni, tekanan darah tinggi dan ada kandungan protein dalam urine," ucapnya.
Hingga kini, belum ada penelitian yang mengungkap penyebab pasti keracunan kehamilan. "Kebanyakan, studinya membahas faktor risiko alias hal-hal yang bisa memicu preeklampsia," ucap dr Hermanto T. J. MD PhD SpOG(K). Dia menjelaskan, keracunan kehamilan tidak hanya menimbulkan rasa tidak nyaman. Nyawa ibu dan anak pun terancam.
Sebagai solusi agar preeklampsia tidak berlanjut komplikasi, Hos -sapaan Hermanto- menyarankan ibu melakukan persalinan lebih awal. Yakni pada usia kandungan 37 minggu. "Di usia tersebut, sebenarnya janin sudah terbilang cukup umur. Opsi itu wajib dilakukan. Jika tidak, ibu yang akan kena dampaknya," ucap dokter yang berpraktik di RSUD dr Soetomo, Surabaya, tersebut.
Langkah yang dilakukan Afrizal memang tepat. Namun, yang disayangkan, kandungan sang istri masih terlalu muda. Meski demikian, Hos menegaskan bahwa kasus serupa Yanthi sebenarnya bisa dicegah. "Kuncinya, skrining dan rutin berobat. Di trimester terakhir, ibu harus ekstrawaspada, apalagi kalau menurut dokter preeklampsianya tergolong berat," tegasnya. (fam/c11/ayi)
BACA JUGA: Jangan Suka Lewatkan Sarapan, Bisa Kena Stroke
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ibu-ibu, Ini Cara Kreatif Agar Si Kecil Suka Makan Sayur
Redaktur : Tim Redaksi