jpnn.com - SETIDAKNYA ada dua hingga tiga pasien anak mengalami gagal ginjal tahap akhir atau stadium lima dalam setiap bulannya. Akibatnya, sang buah hati harus menjalani cuci darah atau transplantasi ginjal.
''Sebenarnya, orang tua harus lebih peduli dengan anaknya agar tidak sampai mengalami gagal ginjal stadium lima,'' kata dokter Divisi Ginjal Anak RSUD dr Soetomo dr Ninik Asmianingsih Soemaryo SpA.
BACA JUGA: Mau Tahu Keberuntungan Pekan ini? Yuk Dibaca
Caranya cukup sederhana, yakni selalu mengecek tekanan darah dan kencing anak. Sebab, jika tekanan darah anak tinggi atau kencingnya tidak normal, harus segera ke dokter. ''Kencing yang tidak normal itu ketika berwarna keruh dan sedikit,'' tambahnya.
Nah, salah satu fungsi ginjal adalah mengatur tekanan darah. Jadi, ketika ginjal bermasalah, bisa jadi tekanan darah pun akan terpengaruh.
BACA JUGA: Jaga Hubungan Kamu dengan Sleep Divorce
Sementara itu, kekeruhan warna urine dipengaruhi larutnya protein ke dalam kencing. Pada mereka yang mengalami gagal ginjal, glomeruli atau tempat menyaring darah mengalami kebocoran. Protein hingga darah pun bisa larut.
Ada dua sebab yang membuat gagal ginjal. Yang pertama adalah sebab primer yang tidak diketahui penyebabnya. Kemungkinan ada kesalahan genetika pada glomeruli. Di RSUD dr Soetomo, setidaknya ada 20 kasus atau 70 persen pasien gagal ginjal karena sebab primer.
BACA JUGA: Ini Pentingnya Menjaga Saluran Cerna Bagi Kesehatan Anak
Penyebab sekundernya adalah kerusakan ginjal lantaran penyakit lain. Infeksi, herpes, hepatitis, cacar air, gondong, dan penyakit auto imun seperti lupus diduga bisa memicu gagal ginjal.
''Bahkan, gigitan ular atau serangga pun bisa dapat menyebabkan kerusakan pada organ yang berbentuk seperti kacang itu,'' tutur Ninik. Pengobatannya membutuhkan waktu panjang daripada penyebab primer. Sebab, dokter harus menemukan dan mengobati lebih dulu penyebab gagal ginjal itu.
Pengobatannya ada dua cara, yakni dengan dialisis dan transplantasi ginjal. ''Kalau cangkoknya sebelum usia satu tahun, ke depan akan seperti anak normal,'' tutur Ninik. Namun, transplantasi ginjal belum terlalu populer di Indonesia. Selain itu, biayanya pun mahal.
Sementara itu, ada dua cara untuk dialisis, yakni hemodialisis dan continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) atau cuci rongga perut. Ninik lebih menyarankan melakukan CAPD. Menurut dia, dengan melakukan CAPD, anak lebih bebas mengonsumsi makanan.
Direktur Akademi Gizi Surabaya Andrianto menuturkan bahwa mereka yang kreatininnya tinggi lebih baik mengonsumsi makanan yang rendah protein. Protein nabati sebaiknya dibatasi. Namun, anak boleh lebih banyak mengonsumsi protein hewani. (lyn/c15/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ritual Seperti Ini Mampu Menjaga Pernikahan Tetap Kuat dan Hot
Redaktur : Tim Redaksi