Ibu Kota Iran Mencekam, Demonstran Perempuan Berseru Turunkan Republik Islam

Rabu, 21 Juli 2021 – 18:43 WIB
Aparat menggunakan gas air mata untuk membubarkan demonstran di Tehran. Foto: EPA

jpnn.com, TEHERAN - Aksi demonstrasi yang dipicu krisis air di Iran berlanjut hingga malam keenam pada Selasa (20/7). Di tengah meningkatnya kekerasan, penduduk Teheran meneriakkan slogan-slogan anti-pemerintah.

Demikian dilaporkan oleh sejumlah video yang diunggah di media sosial dan media massa Iran pada Rabu (21/7).

BACA JUGA: Iran Dilanda Krisis Terburuk, Demonstran Bersorak: Matilah Khamenei!

Beberapa video yang diunggah oleh pengguna media sosial menunjukkan pasukan keamanan menggunakan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa.

Kantor berita semi-resmi Fars mengatakan "para perusuh" menembak mati seorang polisi dan melukai seorang lainnya di kota pelabuhan Mahshahr di provinsi Khuzestan.

BACA JUGA: Bombardir Suriah, Amerika Mengaku Lindungi Diri dari Serangan Iran

Di kota Izeh, sebuah video menunjukkan para demonstran meneriakkan "Reza Shah, diberkatilah jiwamu". Reza Shah adalah raja yang mendirikan dinasti Pahlavi yang digulingkan oleh Revolusi Islam 1979.

Beberapa video yang muncul pada Selasa malam (20/7) dan Rabu pagi (21/7), menunjukkan para perempuan meneriakkan "Turunkan Republik Islam" di satu stasiun metro Teheran.

BACA JUGA: Pemimpin Tertinggi Iran Pakai Vaksin Covid Buatan Dalam Negeri, Ini Namanya

Pada malam hari, beberapa orang di ibu kota melampiaskan kemarahan mereka dengan meneriakkan yel-yel yang menentang Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.

Namun, Reuters tidak dapat secara mandiri memastikan keaslian video tersebut.

Setidaknya dua pemuda telah ditembak mati dalam aksi protes tersebut. Pejabat menyalahkan pengunjuk rasa bersenjata, tetapi aktivis mengatakan di media sosial bahwa para korban dibunuh oleh pasukan keamanan.

Etnis Arab minoritas di Iran, yang sebagian besar tinggal di provinsi Khuzestan yang kaya minyak, telah lama mengatakan mereka menghadapi diskriminasi di negara itu.

Dalam satu video, seorang wanita Arab pengunjuk rasa terdengar meneriaki pasukan keamanan: "Pak! Pak! Demonstrasi itu damai. Mengapa Anda menembak? Tidak ada yang mengambil lahan dan air Anda."

Iran menghadapi kekeringan terburuk dalam 50 tahun dan krisis air telah mempengaruhi banyak rumah tangga, pertanian dan peternakan, serta menyebabkan pemadaman listrik.

Ekonomi Iran telah lumpuh, sebagian disebabkan oleh sanksi terutama pada industri minyak negara itu yang diberlakukan mantan Presiden AS Donald Trump pada 2018. Ekonomi mereka juga terkena dampak pandemi COVID-19.

Para pekerja, termasuk ribuan pekerja di sektor energi utama, dan para pensiunan telah melakukan aksi protes selama berbulan-bulan akibat ketidakpuasan yang meningkat terkait tata kelola (pemerintahan) yang salah urus, angka pengangguran yang tinggi dan tingkat inflasi yang mencapai lebih dari 50 persen.

Setidaknya ada 31 aksi protes yang berlangsung di seluruh Iran pada Senin (19/7) dan Selasa (20/7), termasuk demonstrasi oleh para pekerja dan petani, menurut Kantor Berita Aktivis Hak Asasi Manusia (HRANA). (ant/dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler