Ibu Kota Pindah: Hanya untuk Kantor Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, Kedubes

Rabu, 08 Mei 2019 – 00:32 WIB
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro. FOTO: Dok. JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Lokasi pemindahan ibu kota negara mengerucut pada empat provinsi di jantung Indonesia, yakni Kalimantan Tengah, Kalsel, Kaltim, dan Sulawesi Barat.

Masing-masing tampak memiliki keunggulan yang menjadikannya layak sebagai ibu kota baru. Setidaknya, dari presentasi awal tiga gubernur dan satu perwakilan Provinsi Kaltim, Senin (6/5) di Kantor Staf Presiden.

BACA JUGA: Dari Balikpapan, Jokowi ke Palangka Raya Tinjau Lokasi Calon Ibu Kota Negara

Keempat provinsi itu dianggap paling sesuai dengan visi pemerataan pembangunan yang diminta Presiden Joko Widodo.

Menteri Bappenas Bambang Brodjonegoro menjelaskan, pembangunan lima tahun ke depan tdiak hanya berfokus pada masalah pemindahan ibu kota. Namun juga menangani persoalan pemerataan pembangunan.

BACA JUGA: Bukit Soeharto jadi Calon Ibu Kota Baru Indonesia, Ini Penilaian Jokowi

Karena itu, idenya adalah merancang kota yang tidak akan menyaingi Jakarta. Jakarta akan tetap menjadi pusat bisnis dan keuangan.

’’Jadi nanti BI, OJK, BKPM misalkan, tetap akan berlokasi di Jakarta,’’ terangnya. Pusat pemerintahan cukup menjadi rumah bagi eksekutif, legislatif, yudikatif, dan kedutaan besar negara sahabat.

BACA JUGA: Presiden Jokowi Kunker ke Kalimantan untuk Tinjau Lokasi Calon Ibu Kota RI

Awalnya, ada tiga alternatif usulan. Pertama, membuat distrik pemerintahan yang terkonsentrasi di Istana, monas, dan sekitarnya.

Kedua, memindahkan ibu kota ke wilayah dekat Jakarta. Seperti halnya Putrajaya di Malaysia dan calon ibu kota Mesir yang baru di dekat Kairo. Alternatif ketiga lebih ekstrem, yakni memindahkan ibu kota ke tempat baru.

Dari situ, Presiden menyatakan bahwa pemerintah tidak hanya memindah ibu kota, namun juga bicara pembangunan wilayah Indonesia. Dari situlah diputuskan mengambil alternatif ketiga demi mengurangi kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa.

BACA JUGA: Panglima TNI: Sudah Kami Prediksi dan Siagakan dengan Bapak Kapolri

Kriteria lokasilah yang membuat Kantor Staf Presiden mengundang empat gubernur untuk menyampaikan paparan. Pemerintah ingin lokasinya strategis secara geografis.

’’Kami melihat wilayah yang ideal adalah di tengah Indonesia,’’ lanjut Bambang. Sehingga bisa memperbaiki rentang kendali jarak dari ibu kota tersebut ke wilayah lain di Indonesia.

Pemerintah juga ingin meminimalisir pembebasan lahan. Sehingga, yang dicari adalah lahan luas yang sudah dikuasai oleh pemerintah pusat, daerah, maupun BUMN. Penguasaan lahan itu akan menurunkan biaya investasi. Atas alasan efisiensi pula, ibu kota baru harus dekat dengan kota existing dan fungsional secara ekonomi.

Bila perlu, tidak usah sampai membangun bandara atau pelabuhan baru. Lokasinya juga tidak boleh terlalu jauh dengan pantai mengingat Indonesia negara maritim. Ibu kota baru juga harus terjaga dari potensi konflik sosial. ’’Artinya masyarakat setempat memiliki budaya terbuka kepada pendatang sehingga bisa menciptakan kehidupan yang harmonis,’’ lanjutnya.

Ibu kota baru juga harus berupa daerah yang aman dari potensi bencana. Khususnya gempa, tsunami, banjir, erosi, longsor, kebakaran hutan dan lahan gambut. Air juga harus tersedia cukup untuk kelanjutan pengembangan kota. Selain itu, ibu kota baru tidak boleh berada dekat perbatasan dengan negara tetangga.

Mengenai pembiayaan, pihaknya mengajukan dua opsi. Pertama, kota berpenduduk sampai 1,5 juta. Butuh lahan 40 ribu hektare untuk membangunnya dengan biaya Rp 466 triliun.

Opsi lainnya, kota berpenduduk sampai 870 ribu. Kota itu butuh lahan 30 ribu hektare dengan biaya 232 triliun. ’’APBN hanya difokuskan pada infrastruktur utama dan beberapa kantor,’’ tambahnya.

Yang jelas, pemerintah ingin mencari lokasi yang paling ideal. Baik dari ketersediaan sumber daya, seperti air. Kemudian, bebas bencana dan meminimalkan biaya pembangunan infrastruktur. Wilayahnya berupa kota baru, namun jangan sampai terlalu jauh dari kota yang ada. Sehingga, jangan sampai nominasi empat provinsi tersebut menjadi persaingan antardaerah.

Masing-masing gubernur bergantian memaparkan kelayakan daerahnya sebagai ibu kota baru. Gubernur Sulbar Ali Baal Masdar misalnya, menonjolkan wilayahnya yang berada di pesisir selat Makassar.

’’Wilayah kami ditunjang oleh perairan ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia ) II,’’ terangnya. Wilayahnya berada di tengah antara barat dan timur serta utara dan selatan.

BACA JUGA: Dorong Revisi UU ASN Dikebut, Honorer K2 Optimistis Diangkat jadi PNS

Dia juga menjamin sudah ada lokasi di Sulbar yang tidak memerlukan pembebasan lahan alias gratis. Juga tidak perlu merusak alam. Bahan-bahan untuk pembangunan infrastruktur juga telah tersedia, dalam hal ini bukit-bukit kapur yang selama ini menjadi bahan baku semen. Tidak perlu mendatangkan bahan dari luar daerah.

Sulbar juga unggul dalam hal dampak sosial. Sebab, jumlah penduduknya tergolong minim. hanya 1,5 juta di enam kabupaten. Sulbar juga tidak berbatasan dengan negara manapun sehingga relatif aman dari ancaman kedaulatan negara.

Sekdaprov Sulbar Muhammad Idris meyakinkan wilayahnya relatif aman dari potensi bencana alam. ’’Kami hanya ada gempa, dan skalanya itu sangat kecil,’’ terangnya. Itu karena posisi Sulbar memang berada di dekat jalur sesar Palukoro yang melintasi Sulawesi tengah.

Senada, Gubernur Kalsel Sahbirin Noor menjelaskan bahwa wilayahnya juga berada di tengah Indonesia. Namun, dia mengunggulkan usia tanah dan batuannya yang tergolong tua, hingga 250 juta tahun.

’’Maka musibah ataupun bencana gempa boleh dikatakan nihil,’’ terangnya. Kalsel juga berada di antara ALKI I dan II. Pesisirnya layak untuk dibangunkan pelabuhan berskala internasional. Karena kedalaman lautnya memenuhi syarat untuk dilewati kapal-kapal besar.

Kalsel, lanjut Sahbirin, juga memiliki pegunungan meratus yang memiliki banyak kawasan resapan air. Itu bisa menjadi jaminan sumber air bagi ibu kota baru. Dataran di Kalsel juga bukan berupa rawa, sehingga relatif aman.

’’Bapak ibu mau bangun gedung setinggi apapun Insya Allah dari unsur tanahnya sangat mendukung sekali,’’ tambahnya.

Sahbirin menyampaikan konsep ibu kota, di mana istana kepresidenan berlatar belakang pegunungan meratus. Kemudian, di depannya, pandangan dari Istana begitu luas. Apalagi, infrastruktur dasar khususnya berupa jalan nasional juga telah tersedia. Termasuk trase jalan bebas hambattan dan dan rencana pembangunan jalur KA.

Gubernur Kalteng Sugianto Sabran menjelaskan, pihaknya menyiapkan tiga kota sebagai alternatif lokasi ibu kota baru. masing-masing Palangkaraya seluas 66 ribu hektare, Katingan seluas 120 ribu hektare, dan Kabupaten Gunung MAs seluas 121 ribu hektare. ’’Kami siapkan antara 300-500 ribu hektare,’’ tuturnya.

Meskipun kebutuhan lahan hanya 40 ribu hektare, namun penyiapan lahan yang luas itu untuk mengantisipasi pembangunan dalam jangka panjang. Mengingat, pusat pemerintahan juga akan memancing kedatangan orang-orang baru. Dengan luas lahan yang besar, maka tidak perlu khawatir kepadatan seperti Jakarta bisa terjadi.

Kalteng juga dialiri oleh 11 sungai besar yang menjamin ketersediaan air baku. ’’Ada ratusan sungai kecil yang kami siapkan untuk ibu kota ini,’’ lanjutnya.

Dari sisi topografi, Kalteng tergolong dataran rendah yang makin ke utara makin tinggi. Topografi Palangkaraya dan Gunung Mas bisa diibaratkan Jakarta dengan Bandung di Jawa.

Sementara, Kabid Prasarana Wilayah Bappeda Kaltim Yusliando tidak banyak menjelaskan keunggulan daerahnya. Kaltim hanya menyiapkan empat kawasan untuk dijadikan ibu kota. Memanjang dari selatan ke utara. ’’Mulai Penajam Paser Utara, Balikpapan, Samarinda, hingga Kutai Kartanegara,’’ terangnya.

Itu sesuai dengan visi Indonesia sebagai negara matritim. Kemudian, sejak awal aksesibilitas dari dan menuju Kaltim juga mudah, karena ada bandara Sepinggan di Balikpapan. Kaltim juga relatif bebas dari bencana gempa sebagaimana wilayah Kalimantan lainnya.

Dengan 70 persen lahan berupa hutan, maka sebagian besar lahan di Kaltim dimiliki negara sehingga memudahkan untuk mencari lahan tanpa biaya tinggi.

Dikonfirmasi terpisah, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menjelaskan bahwa Sulbar masih masuk area ring of fire. ’’Kalimantan yang paling safe,’’ terangnya saat ditemui di kompleks istana kepresidenan kemarin. Itu berdasarkan paparan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.

Mengenai pembangunan infrastruktur, Basuki memastikan tidak ada masalah. Dengan teknologi yang ada saat ini, pihaknya bisa menyesuaikan pembangunan infrastruktur dengan topografi wilayah manapun. Terbukti, pihaknya juga bisa membuat jalan di atas lahan Gambut Kalimantan.

Secara keseluruhan, eksekusi pembangunan infrastruktur ibu kota baru membutuhkan waktu lima tahun. Perencanaan juga sudah ada.

’’Begitu diputuskan, detail desainnya kami ajukan,’’ lanjut Basuki. Pihaknya sudah menyiapkan desain ibu kota baru, tinggal pemerintah memutuskan mana daerah yang akan menjadi ibu kota dan kapan dimulainya.

Yang jelas, bila konsepnya adalah memindahkan seluruh ASN dan TNI/Polri, totalnya sekitar 1,5 juta jiwa. Sudah ada gambaran berapa jumlah sarana pendukungnya. ’’Kalau 1,5 juta orang harus pindah, minimal kita harus mendesain kota lima juta penduduk,’’ tambahnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menyampaikan gagasannya untuk memindahkan ibukota Indonesia dari DKI Jakarta. Ini dia sampaikan saat menggelar buka bersama dengan sejumlah pejabat negara. Mulai dari pimpinan DPR, MPR, kalangan menteri dan pejabat lainnya hadir dalam buka puasa perdana ini.

"Mumpung ketemu dengan ketua dan pimpinan lembaga-lembaga negara, saya ingin menyinggung sedikit hal yang berkaitan dengan pemindahan ibu kota. Kami serius dalam hal ini," kata Jokowi di Istana Negara Jakarta, Senin (6/5).

Bapak tiga anak itu menjelaskan bahwa Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah melakukan kajian selama tiga tahun dari sisi ekonomi, sosial, politik, dan lingkungan. Selain itu, dia juga menyebut alasan ibu kota harus dipindahkan lantaran penduduk Pulau Jawa sudah begitu padat. Menurutnya Pulau Jawa sudah dihuni oleh sekitar 57 persen dari total penduduk Indonesia atau sekitar 149 juta orang.

Sementara itu pulau-pulau lain seperti Sumatera dihuni 21 persen dari total penduduk Indonesia. Sedangkan Kalimantan baru 6 persen, Sulawesi 7 persen, serta Maluku dan Papua masing-masing 6 persen. "Oleh sebab itu, kami nantinya akan menindaklanjuti, konsultasi tentu saja dengan lembaga negara yang terkait," katanya. Konsultasi itu baik dari sisi hukum maupun politiknya.

Jokowi menuturkan rencana pemindahan ibukota juga terkait dari sisi lingkungan. Menurut dia posisi Jakarta berada di dalam ring of fire atau cincin gunung berapi. Kemudian Jakarta juga selalu dilanda banjir. Selain itu, ketersediaan air bersih di Jakarta juga perlu diperhatikan.

"Oleh sebab itu pemindahan ibu kota ini akan segera kami putuskan. Tapi saat ini kami akan konsultasikan kepada lembaga-lembaga terkait dengan ini," kata Jokowi. Mantan Gubernur Jakarta itu mengaku sudah menyiapkan tiga alternatif daerah yang akan dijadikan sebagai ibu kota baru.

Jokowi menuturkan ketiga wilayah itu memiliki luas yang bervariasi mulai dari, 80 ribu hektar, 120 ribu, dan 300 ribu hektar. Luasan ketiga alternatif wilayah tersebut sudah melampaui luas Jakarta yang mencapai 66 ribu hektar. (byu/wan)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Andalkan BUMN dan Swasta untuk Bangun Ibu Kota Baru


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler