DHAKA – Dituding lambat bertindak, aparat keamanan Bangladesh akhirnya menuntaskan penyelidikan atas kasus ambruknya gedung delapan lantai di Savar, pinggiran Kota Dhaka, pada Rabu pekan lalu (24/4). Polisi menangkap dan menahan delapan orang yang dinilai bertanggung jawab musibah itu.
Dua di antaranya adalah pemilik Rana Plaza, bangunan delapan lantai yang menjadi lokasi sejumlah pabrik tekstil dan garmen tersebut. Di bangunan itu, sekitar 2.600 buruh bekerja di sejumlah pabrik tekstil dan garmen tersebut. Dua insinyur bangunan juga ikut ditahan.
Hingga Sabtu (27/4) korban tewas bertambah menjadi 341 orang. Upaya pencarian para korban terus berlangsung. Para petugas penyelamat mengerahkan tenaga dan berbagai peralatan berat guna memecahkan atau membongkar puing-puing bangunan.
Penangkapan dua pemilik pabrik dan dua ahli bangunan tersebut terjadi setelah Perdana Menteri (PM) Bangaldesh Sheikh Hasina menyatakan bahwa pemerintahannya akan menindak tegas siapapun pihak yang bertanggung jawab. Musibah itu dinilai sebagai tragedi industrial yang paling mematikan dalan sejarah di Bangladesh.
Bazlus Samad, chairman perusahaan New Wave Button dan New Wave Style, serta Mahmudur Rahman Tapash, managing director, ditahan sejak dini hari kemarin. Wakil Kepala Kepolisian Dhaka Shyaml Mukherjee menyatakan bahwa dua petinggi perusahaan itu dinilai bersalah dalam musibah tersebut.
’’Mereka dituduh lalai sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa banyak orang,’’ tutur Mukherjee. ’’Kami juga terus memburu para pemilik (perusahaan dan bangunan) yang lainnya,’’ lanjutnya. Terdapat lima pabrik garmen di dalam kompleks gedung delapan lantai Rana Plaza di Savar, sekitar 24 kilometer barat laut Kota Dhaka.
Kaiser Matubbor, penyidik senior kepolisian, menuturkan bahwa dua insinyur bangunan juga ikut diciduk. ’’Mereka ditangkap dengan tuduhan yang sama (dengan bos pabrik garmen),’’ katanya.
Dua insinyur tersebut menetapkan status aman setelah melakukan inspeksi ketika Rana Plaza diketahui mengalami retak Selasa malam (23/4). Saat itu, pekerja melaporkan keretakan di beberapa bagian bangunan. Pihak perusahaan lantas mengevakuasi seluruh pekerja. Tetapi, para pekerja diminta bekerja kembali setelah bangunan itu dinyatakan aman. Selang satu jam setelah pekerja memulai aktivitas, gedung itu ambruk sekitar pukul 09.00 waktu setempat (pukul 10.00 WIB).
Sementara itu, ratusan keluarga pekerja yang masih belum diketahui nasibnya kemarin berkumpul di lokasi kejadian untuk melihat langsung proses pencarian. Menurut Akram Hossain, wakil direktur pemadam kebakaran, masih banyak pekerja yang masih hidup terjebak di balik reruntuhan. Namun, dia khawatir kondisi mereka semakin melemah dan tidak cukup kuat untuk berteriak minta tolong.
Sepanjang Jumat lalu (26/4) 50 orang berhasil dievakuasi dalam kondisi selamat. Sebagian di antara mereka bertahan di balik reruntuhan gedung selama lebih dari 40 jam.
Merina Begum, salah seorang pekerja yang diselamatkan itu, kemarin mengisahkan bahwa bersama tujuh temannya, dirinya terjebak di bawah reruntuhan tanpa makanan dan minuman. ’’Pagi ini (Jumat pagi, Red) tim penyelamat membawakan kami jus, es krim, dan air dingin. Itu adalah makanan terlezat yang pernah saya rasakan,’’ ujarnya.
Ada juga kisah yang mengharukan dari balik reruntuhan bangunan. Selama operasi pencarian, petugas penyelamat menemukan seorang perempuan yang baru saja melahirkan seorang bayi. Bangladesh Sangbad Sangstha melaporkan bahwa petugas pemadam kebakaran menemukan sang ibu bersama bayinya itu Jumat lalu. Tak dijelaskan bagaimana dia bisa melahirkan di bawah reruntuhan.
Dalam perkembangan lain, rencana pemerintah setempat menghentikan operasi pencarian korban kemarin menuai protes. Keluarga para korban memilih untuk berunjuk rasa di lokasi musibah sebagai reaksi atas rencana penghentian operasi. Warga yang marah pun meluapkan emosi dengan membakar berbagai benda di lokasi bencana. Mereka juga membawa foto keluarga mereka yang belum ditemukan. Polisi pun menembakkan gas air mata untuk membubarkan aksi demonstrasi tersebut. (AFP/CNN/cak/dwi)
Dua di antaranya adalah pemilik Rana Plaza, bangunan delapan lantai yang menjadi lokasi sejumlah pabrik tekstil dan garmen tersebut. Di bangunan itu, sekitar 2.600 buruh bekerja di sejumlah pabrik tekstil dan garmen tersebut. Dua insinyur bangunan juga ikut ditahan.
Hingga Sabtu (27/4) korban tewas bertambah menjadi 341 orang. Upaya pencarian para korban terus berlangsung. Para petugas penyelamat mengerahkan tenaga dan berbagai peralatan berat guna memecahkan atau membongkar puing-puing bangunan.
Penangkapan dua pemilik pabrik dan dua ahli bangunan tersebut terjadi setelah Perdana Menteri (PM) Bangaldesh Sheikh Hasina menyatakan bahwa pemerintahannya akan menindak tegas siapapun pihak yang bertanggung jawab. Musibah itu dinilai sebagai tragedi industrial yang paling mematikan dalan sejarah di Bangladesh.
Bazlus Samad, chairman perusahaan New Wave Button dan New Wave Style, serta Mahmudur Rahman Tapash, managing director, ditahan sejak dini hari kemarin. Wakil Kepala Kepolisian Dhaka Shyaml Mukherjee menyatakan bahwa dua petinggi perusahaan itu dinilai bersalah dalam musibah tersebut.
’’Mereka dituduh lalai sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa banyak orang,’’ tutur Mukherjee. ’’Kami juga terus memburu para pemilik (perusahaan dan bangunan) yang lainnya,’’ lanjutnya. Terdapat lima pabrik garmen di dalam kompleks gedung delapan lantai Rana Plaza di Savar, sekitar 24 kilometer barat laut Kota Dhaka.
Kaiser Matubbor, penyidik senior kepolisian, menuturkan bahwa dua insinyur bangunan juga ikut diciduk. ’’Mereka ditangkap dengan tuduhan yang sama (dengan bos pabrik garmen),’’ katanya.
Dua insinyur tersebut menetapkan status aman setelah melakukan inspeksi ketika Rana Plaza diketahui mengalami retak Selasa malam (23/4). Saat itu, pekerja melaporkan keretakan di beberapa bagian bangunan. Pihak perusahaan lantas mengevakuasi seluruh pekerja. Tetapi, para pekerja diminta bekerja kembali setelah bangunan itu dinyatakan aman. Selang satu jam setelah pekerja memulai aktivitas, gedung itu ambruk sekitar pukul 09.00 waktu setempat (pukul 10.00 WIB).
Sementara itu, ratusan keluarga pekerja yang masih belum diketahui nasibnya kemarin berkumpul di lokasi kejadian untuk melihat langsung proses pencarian. Menurut Akram Hossain, wakil direktur pemadam kebakaran, masih banyak pekerja yang masih hidup terjebak di balik reruntuhan. Namun, dia khawatir kondisi mereka semakin melemah dan tidak cukup kuat untuk berteriak minta tolong.
Sepanjang Jumat lalu (26/4) 50 orang berhasil dievakuasi dalam kondisi selamat. Sebagian di antara mereka bertahan di balik reruntuhan gedung selama lebih dari 40 jam.
Merina Begum, salah seorang pekerja yang diselamatkan itu, kemarin mengisahkan bahwa bersama tujuh temannya, dirinya terjebak di bawah reruntuhan tanpa makanan dan minuman. ’’Pagi ini (Jumat pagi, Red) tim penyelamat membawakan kami jus, es krim, dan air dingin. Itu adalah makanan terlezat yang pernah saya rasakan,’’ ujarnya.
Ada juga kisah yang mengharukan dari balik reruntuhan bangunan. Selama operasi pencarian, petugas penyelamat menemukan seorang perempuan yang baru saja melahirkan seorang bayi. Bangladesh Sangbad Sangstha melaporkan bahwa petugas pemadam kebakaran menemukan sang ibu bersama bayinya itu Jumat lalu. Tak dijelaskan bagaimana dia bisa melahirkan di bawah reruntuhan.
Dalam perkembangan lain, rencana pemerintah setempat menghentikan operasi pencarian korban kemarin menuai protes. Keluarga para korban memilih untuk berunjuk rasa di lokasi musibah sebagai reaksi atas rencana penghentian operasi. Warga yang marah pun meluapkan emosi dengan membakar berbagai benda di lokasi bencana. Mereka juga membawa foto keluarga mereka yang belum ditemukan. Polisi pun menembakkan gas air mata untuk membubarkan aksi demonstrasi tersebut. (AFP/CNN/cak/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sumber Penularan Virus H7N9 Ditemukan
Redaktur : Tim Redaksi