Ibu Rumah Tangga Penderita HIV AIDS Tertinggi

Senin, 03 Desember 2012 – 09:22 WIB
KABAR yang cukup menyegangkan masyarakat Provinsi Nusa Tengga Timor (NTT), pada hari HIV/AIDS tahun 2012. Jika mendengar penyakit HIV/AIDS, pasti yang terlintas di benak kita penderitanya adalah mereka bekerja di tempat prostitusi. Namun yang terjadi di NTT penderita kasus HIV/AIDS adalah para ibu ibu rumah tangga IRT. Bagaimana hal ini bisa terjadi?

Data yang dikeluarkan Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timor (NTT), tentang penderita kasus Human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) di Indonesia cukup mencengangkan. Bagaiama tidak, dari  data tersebut menunjukan, jika penderita kasus HIV/AIDS tertinggi adalah, para ibu rumah tangga (IRT). Pertanyaannya adalah, dari mana para ibu rumah tangga mendapatkan kasus tersebut? Demikian dikatakan Direktur Yayasan Tanpa, Batas Lili Amalo, saat menggelar kampanye hari AIDS sedunia di depan eks Kantor Bupati Kupang, Sabtu (1/12).

Disebutkannya, data penderita kasus HIV/AIDS diantaranya; Petani 345, Ibu Rumah Tangga (IRT) 268, Pekerja Sex Komersial (PSK) 156, Pegawai Negeri Sipil (PNS) 96, Ojek 87, Sopir 84, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) 65, Mahasiswa 38, Guru 33, Pelajat 25, TNI/POLRI 13, Napi 13, Pelaut 10, Pekerja Rumah Tangga (PRT) 7, Pensiunan 5. "Kami bersama warga RT 22 dan RT 23 Kelurahan Fonten sebanyak 50 orang. Tujuan dari kampanye ini untuk mencepat respon masyarakat terhadap HIV dan AIDS, dengan fokus pada perlindungan perempuan dan anak, mencegah infeksi baru, meningkatkan akses pengobatan dan mengurangi dampak dari AIDS dengan mengangkat thema " lindungi perempuan dan anak dari HIV dan AIDS," papar Lili.

Lebih lanjut dia mengatakan, yang menjadi pernyataan adalah dari mana para ibu rumah tangga memperoleh kasus tersebut. Oleh sebab itulah kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak merupakan upaya-upaya penting, untuk mengurangi ancaman, kerentanan serta melindungi dan mencegah perempuan dan anak dari penularan HIV. "Melalui thema yang kami angkat, kiranya dapat menghapus sigma dan diskriminasi, serta meningkatkan partisipasi laki-laki dalam pemenuhan hak reproduksi perempuan. Laki-laki memiliki peran penting, untuk ikut menjaga kesehatan reproduksi, baik dirinya sendiri maupun pasangannya," tegas Lili.

Keterlibatan laki-laki dalam menudukung kesehatan reproduksi  perempuan sangat besar dan mampu mengubah peran sosial, yang sampai saat ini masih membatasi kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi perempuan. "Kampanye bertemakan perempuan telah diangkat pada tahun 1990, kemudian tahun 2004. 20 tahun kemudian thema tersebut kembali diangkat dengan pertimbangan, perempuan yang dilahirkan pada tahun 1990, telah mencapai kematangan seksualnya.

Di tahun 2012 banyak dari mereka yang telah menjadi ibu, sedangkan pengetahuan mereka tentang HIV dan AIDS masih belum memadai, sehingga hal ini akan berdampak pada anak, terutama bayi yang dikandungnya. Oleh sebab itu, kampanye tahun 2012 kami fokuskan pada perlindungan perempuan dan perlindungan anak," tutur dia.

Kampanye yang digelar juga bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang dapat mempengaruhi masyarakat, untuk berhenti menutup mata terhadap kekerasan perempuan dan anak, serta memberikan tindakan hukum kepada oknum-oknum yang melakukan kekerasan terhadap perempuan dan anak. "Pada kampanye ini juga kami membagikan selebaran dan juga pin kepada pengguna jalan, yang isinya tentang HIV/AIDS," pungkasnya. (mg-14)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lapak Dibongkar, Penjual Eceran BBM Kian Marak

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler