ICTR: Perdagangan Karbon Harus Sesuai Hukum dan Menjaga Kedaulatan Negara

Minggu, 19 Mei 2024 – 12:06 WIB
Chairman ICTR Wieldan Akbar. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Lembaga Indonesia Carbon Review (ICTR) menyerukan agar perdagangan karbon dilakukan dengan menegakkan hukum dan kedaulatan negara.

Hal ini perlu dilakukan agar mewujudkan perdagangan karbon yang bertanggung jawab dan berintegritas tinggi dengan prinsip kedaulatan negara dan tata kelola sumber daya alam.

BACA JUGA: ICTR: Perdagangan Karbon Harus Bebas dari Praktik Greenwashing

Chairman ICTR Wieldan Akbar mengatakan pelaku usaha yang terlibat dalam perdagangan karbon di Indonesia wajib menaati peraturan yang berlaku.

Dia menyebut pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Ekonomi Karbon dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 21 Tahun 2022 yang keduanya mengatur peraturan perdagangan karbon di Indonesia.

BACA JUGA: Pemerhati Kebijakan Publik: Perdagangan Karbon Tanpa Kontrol Melanggar Konstitusi

“Kami sepakat dengan pernyataan Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar bahwa perdagangan karbon harus dilakukan secara bertanggung jawab dan berintegritas tinggi demi menjaga kedaulatan negara dan tata kelola sumber daya alam, serta menghindari praktik greenwashing dan ‘karbon hantu’,” ujar Wieldan Akbar.

Salah satu poin yang mesti diperhatikan adalah kewajiban pelaku usaha untuk mencatatkan dan melaporkan penyelenggaraan perdagangan karbon pada Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI).

BACA JUGA: Merespons Isu Perdagangan Karbon, Senator Filep Ungkap Urgensi Adanya Kepastian Regulasi Bagi Daerah

Akan tetapi, masih ditemukan perusahaan yang belum mencatatkan dan melaporkan penyelenggaraan perdagangan karbonnya pada SRN PPI.

“Kami menemukan menemukan dugaan greenwashing sebuah perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang bergerak dalam produksi kayu lapis (plywood) bernama PT. Austral Byna,” ujar Wieldan Akbar.

“PT. Austral Byna diketahui terlibat dalam proyek konservasi Muara Teweh di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. Akan tetapi, proyek konservasi tersebut dijalankan oleh Fairatmos Pte. Ltd. yang berdomisili di Singapura dan bukan merupakan pemegang konsesi yang sah atas lokasi di mana kegiatan aksi mitigasi dilaksanakan,” ujar Wieldan Akbar lagi.

Menyikapi hal tersebut, kata Wiledan Akbar, ICTR meminta pemerintah untuk menegakkan hukum dan perusahaan terkait untuk mentaati peraturan yang berlaku.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler