Menurut Emerson, sedikitnya ada tiga narapidana dalam kasus korupsi yang tidak dieksekusi Kajati Kalbar. Mereka adalah Drs H Uray Darmansyah, Uray Barudin Idris dan Ir Eddy Lie Karim. Ketiga pimpinan DPRD Sambas periode 2009-2004 itu divonis 4 tahun kurungan penjara dan denda 200 juta oleh Mahkamah Agung pada tahun 2009 lalu. "Namun, sampai sekarang ketiganya masih dibiarkan berkeliaran. Bahkan, Uray Barudin Idris sekarang masih menjabat sebagai anggota DPRD Provinsi Kalbar," kata Emerson Juntho kepada wartawan di Jakarta, Minggu (20/5)
Menurut Emerson, tidak dieksekusinya ketiga narapidana itu membuktikan bahwa kinerja Kajati Kalbar sangat buruk. Jika Jaksa Agung Basrief Arief membiarkan, imbuh dia, maka wajar masyarakat mempertanyakan komitmen pemerintahan ini dalam pemberantasan korupsi.
"ICW sudah menyampaikan list para koruptor yang tak dieksekusi kepada Jaksa Agung. Ternyata, sudah sebulan lebih daftar itu tak ada kemajuan. Kalau Kajati Kalbar tidak dicopot, sama artinya Jaksa Agung membiarkan para koruptor. Jadi ini ada apa, komitmen pemerintahan macam apa," tegas Emerson dengan nada tanya.
Ditambahkan, para terpidana itu seharusnya sudah mendekam di penjara meskipun mereka mengajukan Peninjauan Kembali (PK). "PK bukan alasan untuk tidak dieksekusi. Ini soal komitmen dan kinerja. Kalau tidak mampu, maka Jaksa Agung harus mencopot Kajati Kalbar dan menggantinya dengan orang yang mampu. Kalau tidak mencopot juga, maka Presiden yang harus mencopot Jaksa Agung," tegasnya.
Selain beralasan PK, sebut dia, Kajati Kalbar juga terkesan takut dengan pendukung ketiga narapidana yang melakukan aksi unjuk rasa. "Kalau semua koruptor mengarahkan pendukungnya, apa negara ini tunduk dan akan terus dikendalikan para koruptor. Tidak kan, negara harus tidak boleh kalah oleh tekanan siapapun," tegasnya.
Emerson menduga, ada banyak terpidana lainnya di Kalbar yang tidak dieksekusi oleh aparat kejaksaan setempat. Menurutnya, ini membuktikan bahwa ada sindikasi yang mengarah pada kerja yang sistematis untuk tidak mengeksekusi para narapidana yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap.
"Jadi sangat cukup alasan bagi Jaksa Agung untuk mencopot Kajati Kalbar. Kalau tidak, sudah mestinya presiden yang bersikap," tegasnya.
ICW juga menyebutkan, meskipun perkara No.1131 K/Pid.Sus/2008 itu sudah diputuskan sejak 6 Februari 2009, nama salinan putusan tersebut tidak terdapat dalam website MA. "Artinya, kita juga pempertanyakan transparansi MA, mengapa putusannya tidak ada seperti yang lain. Ada apa," tambahnya.(fuz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Negara Makin Melenceng dari Amanat Reformasi
Redaktur : Tim Redaksi