jpnn.com, JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch atau ICW Donal Fariz merasa kecewa karena Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menerbitkan surat presiden yang menyetujui beberapa poin Revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK), yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR.
Donal menyebut Jokowi dan anggota DPR memiliki semangat sama yaitu memperlemah lembaga antirasuah dari upaya pemberantasan korupsi.
BACA JUGA: Forum Lintas Hukum Indonesia Membedah Rancangan Revisi UU KPK, Nih Catatannya
"Kalau dilihat dari draf dan sikap presiden terhadap revisi sendiri, kalau DPR itu drafnya sangat melemahkan, presiden kadarnya lebih kecil dari DPR. Itu saja. Poinnya tetap bertemu untuk memperlemah,” kata Donal saat dihubungi awak media, Jumat (13/9).
Donal menekankan seluruh poin yang tertuang di dalam RUU KPK bertujuan melemahkan lembaga antirasuah. Sebab itu dia heran banyak pihak yang menyebut revisi ialah bentuk penguatan KPK.
BACA JUGA: Profesor Romli: Revisi UU KPK untuk Memperkuat Keberadaan KPK
"Menurut saya begini, bahwa narasi untuk memperkuat dengan Revisi UU itu adalah sesuatu yang delusi, tidak benar," ucap dia.
ICW menekankan, upaya penguatan KPK bukan dengan merevisi undang-undang lembaga antirasuah. Penguatan dilakukan dengan Revisi UU Perampasan Aset.
"Itu poin seperti itu, tidak ada," timpal dia.
Presiden Jokowi secara tegas menolak sejumlah substansi Revisi UU KPK. Namun, eks Gubernur DKI Jakarta itu setuju lembaga antirasuah itu punya Dewan Pengawas dan bisa menghentikan perkara alias SP3.
"Terhadap beberapa isu lain, saya juga memberikan catatan dan memiliki pandangan yang berbeda dengan substansi yang diusulkan oleh DPR. Perihal keberadaan dewan pengawas. Ini memang perlu, karena semua lembaga negara, presiden, MA, DPR, bekerja dalam prinsip check and balances. Saling mengawasi," ucap Jokowi.(mg10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan