ICW Sarankan UU Tipikor Direvisi Saja, Ini Usulannya

Senin, 22 Juni 2015 – 06:16 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan bahwa Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum perlu direvisi. Dari penelitian ICW, justru yang lebih mendesak untuk direvisi adalah keberadaan Undang-Undang Pemeberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Menurut peneliti ICW, Aradila Caesar, keberpihakan parlemen dan pemerintah terhadap KPK justru akan terlihat dari revisi atas UU Tipikor.  Sebab, imbas revisi UU Tipikor tidak hanya ke KPK tetapi juga ke penegak hukum lainnya seperti kepolisian dan kejaksaan.

BACA JUGA: Semua Pusing, Agus Saksikan Margareith Jambak Rambut dan Memukuli ANG

"Kalau revisi UU Tipikor, perbaikan akan berpengaruh ke KPK, kepolisian dan Kejaksaan. Ini akan jadi lebih fair daripada hanya mengurangi kewenangan KPK saja, sedangkan kepolisian dan kejaksaan tak disentuh," kata Aradila di kantornya, Jakarta Selatan, Minggu (21/6).

Dalam catatan ICW, naskah revisi UU Tipikor sudah disusun sejak 2007 oleh tim  diketuai pakar hukum pidana, Andi Hamzah. Draft itu kemudian diserahkan ke pemerintah.

BACA JUGA: Pengacara Margareith Tantang Agus sebut Nama

Namun, naskah RUU itu pada 2012 batal diserahkan ke DPR karena Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia saat itu, Patrialis Akbar menilainya belum sempurna. Sejak saat itu, RUU Tipikor tak pernah dibahas meski kerap masuk dalam Program Legislasi Nasional.

Karenanya ICW dan Koalisi Pemantau Peradilan sejak 2009 hingga 2015 menggodok naskah akademik dan draft revisi UU Tipikor sebagai inisiatif masyarakat. Ada banyak rekomendasi dalam naskah versi ICW itu.

BACA JUGA: Bercak Darah di Kolong Tempat Tidur Margareith, Kain Pel, Sapu Lidi

"Rekomendasi ini didasarkan pada konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Pemberantasan Korupsi," imbuh Aradila.(flo/jpnn)

Poin-Poin Rekomendasi ICW untuk Revisi UU Tipikor:

  1. Mendorong pemberatan ancaman pidana yang didasarkan pada kerugian keuangan negara terhadap pejabat publik.
  2. Perlu ada perluasan makna unsur merugikan keuangan negara atau daerah. Dalan RUU Tipikor, kerugian negara tak hanya soal ekonomi tetapi juga sumber daya alam, lingkungan, dan ekologis.
  3. Koruptor yang melakukan pidana saat negara dalam keadaan bahaya, bencana nasional, keadaan ekonomi krisis atau lebih dari dua kejahatan harus dihukum lebih dari 20 tahun penjara. Dengan demikian tak perlu lagi hukuman seumur hidup atau mati bagi koruptor.
  4. Koruptor dikenakan pidana tambahan seperti pencabutan izin usaha, pembubaran dan pengambilan alih korporasi.
  5. Perampasan harta terpidana korupsi yang diperoleh secara tak sah.
  6. Menjerat pejabat politik yang melakukan lobi atau menawarkan janji dengan pasal memperdagangkan pengaruh untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
  7. Memberi kewenangan pengadilan mencabut hak para koruptor untuk kegiatan politik, remisi, pembebasan bersyarat, cuti, gaji dan pensiun bagi pegawai negeri sipil, dan peluang menduduki jabatan struktural di lingkungan pemerintah.
  8. Karena korupsi merupakan kejahatan luar biasa, maka untuk penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan terhadap pejabat publik tak perlu izin presiden atau pejabat lainnya.
  9. Memasukkan sanksi administrasi dan ancaman pidana kepada pejabat publik yang tak melaporkan atau memalsukan kekayaan pribadinya. Dalam ancaman pidana, pejabat publik dapat masuk penjara maksimal tiga tahun dan negara berhak merampas harta yang dipalsukan.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Semua Instansi Dilarang Fasilitasi Nikah Beda Agama


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler