Kali ini, nama orang nomor satu di Departemen Agama M
BACA JUGA: Transparansi Kapolri Minus
Maftuh Basyuni menjadi bidikan utama ICWBACA JUGA: Golkar Nonaktifkan Kader yang Maju Capres
''Ada tiga bukti kuitansi yang menunjukkan ada DAU yang masuk ke kantong menteri agama,'' ujar Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Emerson Yuntho di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, kemarin (26/12).Tiga bentuk aliran DAU ke Menag selama rentang 2004 sampai 2005 itu adalah tunjangan fungsional, tunjangan hari raya, dan perjalanan dinas ke luar negeri.
Menurut Emerson, mengenai penyalahgunaan tunjangan fungsional, berdasar data ICW, Menag menerima tunjangan fungsional bulanan yang bersumber dari bendaharawan dana pengelolaan biaya penyelenggaraan ibadah haji
Kemudian, dia menunjukkan kuitansi bernomor CZ 286497 yang ditandatangani Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji H Taufik Kamil serta Bendahara Badan Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) H Enin Yusuf Suparta
BACA JUGA: Hari Natal ke 2 Di Jakarta Sepi
''Kelihatannya, ini reguler setiap bulan, meski pada kuitansi yang kami punya hanya bulan Maret dan April,'' ungkapnya.Untuk uang tunjangan hari raya Idul Fitri 2004, nilai yang diterima Menag mencapai Rp 25 jutaMeski kuitansi yang ada tertera hanya untuk 2004, ICW menduga uang tersebut diberikan reguler setiap tahunKuitansi bertanggal 11 November 2004 itu diteken Sekretaris Taufiq Kamil dan Bendahara H Moch AbdRosjad.
Demikian pula untuk perjalanan dinas ke Arab Saudi, Menag menerima USD 5 ribu atau setara Rp 50,085 juta yang bersumber dari Badan Pengelola Dana Abadi Umat (BPDAU)''Dalam kuitansi disebutkan bahwa uang digunakan untuk pembayaran taktis perjalanan dinas Bapak Menteri Agama ke Arab Saudi pada 10 Mei 2005,'' katanyaPengeluaran dana tersebut disetujui langsung oleh menteri selaku ketua BPDAU.
Emerson menjelaskan, tujuan pengelolaan DAU adalah untuk kemaslahatan umatBahkan, dalam Keppres Nomor 22/2001 tentang Badan Pengelola DAU disebutkan, bentuk kegiatan yang dibiayai DAU, antara lain, pendidikan dan dakwah, kesehatan, sosial keagamaan, ekonomi pembangunan sarana dan prasarana ibadah, serta pelayanan ibadah haji''Dalam praktiknya, DAU ternyata juga digunakan untuk kepentingan di luar kemaslahatan umat,'' ujarnya.
Selain menyerahkan bukti penyelewengan DAU, ICW menemui pimpinan KPK untuk meminta fatwa mengenai kasus tersebut''Kami ingin meminta fatwa KPK apakah uang yang masuk ke kantong menteri agama, yang kami laporkan ini, halal atau haramJadi, bukan cuma MUI yang bisa memberi fatwa, tapi KPK juga terkait dengan pemberantasan korupsi,'' tegasnya.
Sayangnya, ICW tidak berhasil menemui pimpinan KPKMereka hanya diterima petugas keamanan''Saya pikir seharusnya pemberantasan korupsi tidak mengenal hari libur,'' katanya.
Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW Ade Irawan yang mendampingi Emerson menambahkan, penyerahan bukti tersebut merupakan tambahan laporan gratifikasi awal Desember laluSaat itu, ICW mengadukan adanya dana Rp 25 miliar yang merupakan hasil efisiensi penyelenggaraan haji di Jeddah pada 2005 yang tidak masuk rekening DAU.
Dalam laporan ke Badan Kehormatan DPR dan KPK itu, ICW juga menduga Depag membiayai rapat dengan panitia kerja di DPRMenurut ICW, Depag mengeluarkan biaya rapat hingga Rp 1,23 miliar yang berasal dari kutipan Rp 6.000 dari 205.000 anggota jamaah haji 2006.
Laporan itu juga mengungkap biaya perjalanan dinas dua anggota Komisi VIII DPR, Zulkarnain Djabar dan Said Abdullah, senilai USD 1.825 untuk memantau penyelenggaraan haji pada 2006ICW menyatakan perbuatan kedua anggota dewan menerima biaya perjalanan dinas tersebut termasuk gratifikasi.
Tanggapan Depag
Menanggapi serangkaian bukti yang disodorkan ICW itu, Direktur Pengelolaan BPIH & SIH Depag Abdul Ghafur Djawahir mengungkapkan, bukti-bukti yang dibawa ICW ke KPK tersebut merupakan data lawas.
''Dulu itu memang masih transisiAnda tahu, 2005 itu, kepemimpinan Depag memang masih transisi dari Pak Said (Menag sebelumnya, Said Agil Al-Munawar, Red) kepada Pak Maftuh,'' jelasnya saat dihubungi tadi malamDengan begitu, pengeluaran dana abadi umat masih berdasar aturan lama.
Setelah Maftuh memimpin, lanjut Ghafur, Irjen Depag diminta mencari semua sumber masalah di lembaga yang dia pimpinMaftuh kemudian memintakan pembenahan sejumlah aturan kepada DPR dan presiden, termasuk DAU ituSalah satunya, keluarnya UU No 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji''Jadi, sekarang tak sepeser pun ada dana DAU yang keluar,'' tegasnya.
Menurut UU tersebut, DAU merupakan sejumlah dana yang diperoleh dari hasil pengembangan dana abadi umat atau sisa biaya operasional penyelenggaraan ibadah haji serta sumber lain yang halal dan tidak mengikat.
Ghafur yakin KPK tidak asal menanggapi setiap laporan yang masuk''Saya yakin KPK juga memahami hal ini karena semua masih transisiKPK tentu juga tidak menanggapi semua laporan yang masuk kan,'' ujarnya.
Sebelumnya, Menag juga menyampaikan bantahan laporan ICW ke BK DPR dan KPKSetelah melaporkan pelaksanaan haji 2008 kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Selasa (23/12), Maftuh menyatakan biaya itu tidak berasal dari iuran jamaah haji dan bukan dari DAU.
''Memang ada beberapa anggota DPR yang saya undangKarena saya yang mengundang, saya yang mengajak, saya berkewajiban membayarTidak ada korupsi ituBukan dari uang jamaah, bukan dari haji, apalagi DAU,'' ujarnya saat itu.
Dihubungi secara terpisah kemarin, Wakil Ketua KPK Haryono Umar menyatakan akan melihat dulu laporan tersebut''Kami lihat dulu bagaimana laporannyaTermasuk dari mana hal tersebut diterimaKami akan melihat apakah terkait dengan jabatannya atau bukan,'' ungkapnya.
Persoalan dana abadi umat (DAU) tersebut seolah tak ada habisnyaMenteri Agama Said Agil Al-Munawar yang menjabat sebelum Maftuh pernah terseret kasus ituPN Jakarta Pusat dua tahun lalu menjatuhkan hukuman lima tahun kepada menteri yang menjabat pada era Presiden Megawati Soekarnoputri tersebut.(git/fal/kim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Berhasil Karena Kerja Golkar
Redaktur : Tim Redaksi