ICW: Usut Dugaan Praktik Korupsi Dalam Perpanjangan Kontrak JICT

Minggu, 24 Februari 2019 – 12:28 WIB
Peneliti ICW, Lais Abid bersama sejumlah pembicara saat diskusi “Menyelamatkan Pelabuhan Nasional Dari Privatisasi Asing dan Praktik Korupsi” di gedung Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Jakarta Pusat pada Jumat (22/2). Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai kasus perpanjangan kontrak pelabuhan petikemas terbesar se-Indonesia, Jakarta International Container Terminal (JICT) sudah terpenuhi unsur korupsinya, di antaranya adanya aktor dan perbuatan melawan hukum. Selain itu juga ada upaya memperkaya diri atau kelompok dan kerugian negara.

Oleh karena itu, aparat penegak hukum baik itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian dan Kejaksaan dapat memproses kasus tindak pidana korupsi ini.

BACA JUGA: HNW: Indonesia Dipercaya Bangsa Lain Untuk Mengelola Pendidikan

“Kasusnya (kontrak JICT) jelas tapi kenapa masih berlarut-larut? Kami berkomitmen untuk terus mendorong kasus kontrak JICT bagaimanapun caranya," ucap peneliti ICW, Lais Abid saat diskusi “Menyelamatkan Pelabuhan Nasional Dari Privatisasi Asing dan Praktik Korupsi” di gedung Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Jakarta Pusat pada Jumat (22/2).

Menurut Abid, audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan pelanggaran aturan dan kerugian negara pada kasus perpanjangan kontrak JICT bisa menjadi bukti di pengadilan

BACA JUGA: 2.000 Orang Bersihkan Sampah di Pantai Sendang Sikucing

“Perbuatan melawan hukumnya jelas yakni penunjukkan langsung kepada Hutchison tanpa tender terbuka, manipulasi nilai aset, tanpa perencanaan baik RJPP, RKAP maupun RUPS. Sehingga kerugian negaranya mencapaj Rp 4,08 triliun,” kata Abid seperti dilansir dalam siaran pers diterima Minggu (24/2).

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Talattov menambahkan penjualan JICT akibat beban hutang global bond Pelindo II pada akhirnya akan membebani rakyat.

BACA JUGA: Delapan Daerah di Bengkulu Kompak Tolak Merekrut PPPK, Begini Alasannya

“Masalah Global Bond Pelindo II jelas akan membebani masyarakat yang bayar pajak. Mereka harus menafkahi hutang Pelindo II saat gagal bayar,” ucap Abra.

Abra menilai utang luar negeri BUMN sangat meningkat sebesar 32 persen jelang akhir pemerintahan.

“Apakah ini bagian restruktur hutang atau ada hidden agenda lain, ini yang perlu didalami. Namun pemerintah seharusnya bisa menggeser investasi yang terkonsentrasi di pelabuhan untung seperti JICT ke pelabuhan lain di luar jawa,” ujar Abra.

Aktivis himpunan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Yosef Putut mengatakan dalam kasus perpanjangan kontrak JICT, seharusnya pengelolaan pelabuhan yang menyangkut sektor publik secara luas harus bisa dinasionalisasi.

“Perpanjangan kontrak JICT menjadi etalase keberpihakan pemerintah terhadap pemberantasan korupsi dan pengelolaan pelabuhan secara konstitusional. Pemerintah harusnya berorientasi kepada kesejahteraan rakyat termasuk pekerja di dalamnya, bukan kepentingan asing di JICT,” ujar Putut.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Panglima TNI Siapkan Dua Strategi Memadamkan Kathutla di Pulau Rupat


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler