Ida Fauziyah: Subsidi Gaji tidak Gunakan Dana Peserta BPJS Ketenagakerjaan

Rabu, 26 Agustus 2020 – 21:36 WIB
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. Foto: Humas Kemnaker

jpnn.com, JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan anggaran Rp 37,7 triliun yang digunakan memberikan bantuan subsidi gaji atau upah bagi 15,7 juta pekerja berpenghasilan di bawah Rp 5 juta bukan dana milik peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Menurut Ida, dana untuk program ini diambil dari anggaran pemerintah untuk penanganan Covid-19 yang jumlahnya mencapai Rp 695,2 triliun. Dalam Rp 695,2 triliun itu ada dana sektoral kementerian/lembaga Rp 106,11 triliun.

BACA JUGA: Maaf Pegawai Swasta, Saleh PAN Nilai Subsidi Gaji Belum Memperhatikan Keadilan

"Jadi itu diambil dari dana sektoral kementerian/lembaga yang Rp 106,11 triliun. Jadi, ada dana cadangan perluasan Rp 58 triliun sekian, dari situ digunakan untuk pekerja yang terdampak Covid-19 yang memiliki upah di bawah Rp 5 juta," kata dia.

Hal itu diungkap Ida saat rapat dengan Komisi IX DPR dan Dirut BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto, Rabu (26/7), di Kompleks Parlemen, Jakarta.

BACA JUGA: Kabar Bahagia dari Sri Mulyani, Banpres Produktif dan Subsidi Gaji Bisa Dicairkan, Guru Honorer Dapat

"Itu dana dari mana? Itu bukan dananya Pak Agus, bukan dana peserta BPJS Ketenagakerjaan. Ini adalah dana yang diambil dari Rp 695,2 triliun," katanya.

Menurut Ida, pemerintah dalam penanganan Covid-19 mengalokasikan Rp 695,2 triliun, yang terbagi untuk kesehatan Rp 87,55 triliun, dan pemulihan ekonomi nasional (PEN) Rp 697,65 triliun. Pemerintah telah melakukan berbagai program yang tersebar di beberapa kementerian maupun pemda yang diarahkan untuk menyelamatkan jiwa dan perekonomian nasional.

BACA JUGA: Karyawan Mendapat Subsidi Gaji dan Bantunan Makanan Setiap Bulan dari Pemerintah

Karena itu, kata dia, kehadiran bantuan subsidi gaji ini melengkapi berbagai program yang sudah ada sebelumnya.

Ida juga menjawab kenapa program ini hanya menyasar pekerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.

Menurutnya, pekerja informal yang terdampak Covid-19 sudah di-treatment pemerintah melalui program bansos lain. "Dari total penerima program bansos itu 120 juta orang," kata dia.

Ida mengatakan mereka yang memiliki upah Rp 5 juta, Rp 4 juta, kerap dipandang memiliki kapasitas fiskal yang cukup untuk bisa survive. Namun, Ida menegaskan, banyak pula dari mereka yang pendapatannya berkurang 50 persen, 25 persen, bahkan 100 persen meskipun status mereka belum di-PHK.

Mereka juga merupakan kelompok masyarakat yang selama ini tidak berhak mendapatkan bansos dari pemeritah.

"Bapak ibu mohon maaf jangan dikira mereka berkecukupan mampu survive, mereka juga alami yang sama dengan saudara kita pekerja informal yang selama ini sudah dibantu oleh pemerintah," kata dia.

Dia pun menjelaskan dari 15,7 juta calon penerima itu, rata-rata penghasilan mereka antara Rp 1,784 juta, yakni upah minimum terendah nasional sampai Rp 5 juta.

"Itu jumlahnya 14 juta orang. Jadi, memang besar sekali pak. Gaji antara Rp 600 ribu sampai 1,784 juta, itu 1,6 juta orang. Mereka mendominasi," ungkapnya.

Ida pun menjawab kenapa hanya diberikan mereka yang penerima upah, dan tidak diperluas kepada yang bukan penerima upah.

Menurutnya, yang bukan penerima upah itu mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan secara bertahap yang disesuaikan dengan kemampuan. Sementara, penerima upah wajib mengikuti seluruh program yang ada di BPJS Ketenagakerjaan.

"Sebenarnya ini adalah bentuk apresiasi kepada para peserta yang jadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, termasuk kepada pemberi kerja yang mempunyai kewajian membayar iuran pekerjanya," kata dia.

Ida mengatakan ini juga momentum bagi BPJS Ketenagakerjaan untuk memperluas kepesertaan. "Masyarakat, dengan kami memberikan insentif seperti ini akan menyadari betapa ada gunanya menjadi peserta BPJS," katanya.

Karena itu, semula direncanakan hanya 13,8 juta pekerja swasta yang memiliki upah di bawah Rp 5 juta. Namun, setelah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga, maka diperluas penerima menjadi 15,7 juta.

"Jadi, awalnya hanya 13,8 juta kami perluas, dan mengakomodasi pegawai pemerintah non-PNS yang upahnya di bawah Rp 5 juta, dan mereka tidak menerima gaji ke 13. Di situ ada guru honorer di lingkungan Kemenag, Kemendikbud, pemerintah pusat dan daerah," kata Ida.

Sementara itu, Agus Susanto kembali menegaskan dana program bantuan subsidi gaji bukan dari peserta BPJS Ketenagakerjaan. "Kami tegaskan sumber dana bantuan ini adalah anggaran pemerintah, bukan dari iuran dari peserta BP Jamsostek," ungkap Agus dalam rapat.

Menurut Agus, dalam melakukan penentuan calon penerima bantuan subsidi, pihaknya didampingi BPK, BPKP, Kepolisian, dan KPK.

Lembaga-lembaga ini sudah memberikan assesment kepada BPJS Ketenagakerjaan, bagaimana metolodgi penentuan penerima, dan validasi.

"Kami betul-betul dikawal para penegak hukum agar proses ini berjalan dengan lengkap sesuai ketentuan dan tepat sasaran," ungkap Agus. (boy/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler