Ide Prabowo untuk Rusia-Ukraina Dinilai Jelas dan Terukur

Senin, 05 Juni 2023 – 12:23 WIB
Menhan Prabowo Subianto mencetuskan ide resolusi perdamaian dari konflik Rusia-Ukraina dalam forum IISS Shangri-La Dialogue 2023. Ilustrasi: Sultan Amanda/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto mencetuskan ide resolusi perdamaian dari konflik Rusia-Ukraina dalam forum International Institute for Strategic Studies (IISS) Shangri-La Dialogue 2023 di Singapura.

Dosen Universitas Paramadina, Anton Aliabbas menilai hal itu sebagai langkah maju dalam diplomasi Indonesia guna mengakhiri konflik kekerasan tersebut meski Ukraina menolaknya.

BACA JUGA: China dan Rusia Kecam Praktik Neokolonial dalam Hubungan Internasional

“Tawaran ide yang diungkapkan Prabowo untuk Rusia-Ukraina merupakan hal konkret. Itu adalah Langkah maju dalam diplomasi Indonesia,” kata di Jakarta, Senin (5/6).

Menurut Anton, pernyataan Prabowo terkait ide perdamaian yang disampaikan itu tidak berlebihan karena, proposal yang digagas Prabowo sudah jelas dan dapat diukur dengan mudah.

BACA JUGA: Rusia: Ukraina Masalah Hidup dan Mati, Semua Harus Sesuai Keinginan Kami!

“Gagasan Prabowo soal zona demiliterisasi, keterlibatan PBB, dan referendum bukan hal yang mengawang-awang tapi jelas dan terukur,” ujar Anton.

Anton berpendapat proposal tersebut dapat mengindikasikan Indonesia sudah siap untuk menjadi mediator konflik tersebut.

BACA JUGA: G20 Bukan Pertemuan Politik, tetapi Perang Rusia-Ukraina Harus Dihentikan

Di sisi lain, pilihan yang diinginkan Indonesia adalah mediator yang ikut aktif mendorong tawaran agenda perundingan.

Anton mencontohkan ide melibatkan PBB dan membentuk zona demiliterisasi, memperlihatkan Indonesia sudah memiliki bayangan kasar terkait model gencatan senjata yang harus dilakukan.

“Jika tidak ada gencatan senjata tentu saja perundingan akan sulit berjalan. Keinginan melibatkan PBB juga menunjukkan keinginan Indonesia untuk memperkuat posisi PBB dalam konflik ini. Sebab, beberapa pandangan ada yang menyebutkan PBB seakan tidak berdaya dalam menghadapi Rusia. Kali ini, dalam menjaga perdamaian, PBB ingin ditempatkan dalam posisi yang cukup sentral,” tandas Anton.

Terkait ide referendum, Anton menjelaskan Rusia sejak awal telah mengungkapkan adanya narasi ketidakpuasan sebagian publik Ukraina terhadap pemerintahan Volodymyr Zelensky.

Namun, pemerintah Kiev berdalih ini hanya akal-akalan Presiden Putin untuk mengambil wilayah Ukraina.

Meski demikian, penolakan yang dilakukan Ukraina melalui Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina, Oleg Nikolenko terkait ide referendum adalah hal biasa.

Sebaliknya, respons tersebut merupakan indikasi Ukraina sejatinya menunggu ide tawaran agenda konkret dalam perundingan.

“Yang namanya konflik pasti menunjukkan adanya sengketa ataupun perbedaan. Jika ingin mewujudkan perdamaian ya semua perbedaan harus diselesaikan termasuk soal narasi ketidakpuasan ini. Perundingan kelak juga tentu harus mencari alternatif terbaik untuk mengakhiri perbedaan klaim narasi ketidakpuasan publik versus nihil sengketa wilayah,” urai Anton.

Dirinya mengatakan respons yang diberikan Ukraina menunjukkan rasa saling percaya antarpihak bertikai belum kuat terbangun.

Hal ini dapat dilihat dari sikap pesimistis Oleg terkait kemungkinan Rusia akan menarik pasukan dari wilayah Ukraina.

Karena itu, lanjut Anton, upaya membangun mutual trust menjadi krusial untuk bisa memulai langkah perdamaian selanjutnya.

“Pesimistis Rusia akan berubah jelas memperlihatkan Ukraina masih belum percaya bahwa pemerintah Putin mau untuk mencari solusi perdamaian. Mau tidak mau proses membangun saling percaya harus terus digalakkan karena mustahil perundingan berujung kesepakatan jika tidak ada trust. Dan proses ini memang membutuhkan waktu, karena kita tidak hanya berbicara soal eksternal tapi juga domestik masing-masing negara,” beber Anton.

Meski demikian, kata Anton, proposal perdamaian yang disampaikan Prabowo patut mendapat apresiasi.

Dia menambahkan gagasan tersebut memperkaya upaya perdamaian Ukraina-Rusia. Terlebih, dalam perdamaian sering kali muncul pihak yang tidak puas ataupun tidak menerima kesepakatan.

"Tidak ada yang salah dengan itu karena sebanyak apapun gagasan perdamaian, mereka tidak akan menimbulkan korban jiwa. Gagasan perdamaian memang harus selalu di-exercise,” tegas Anton.(mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler