jpnn.com - JAKARTA – Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow tidak kaget dengan munculnya wacana jadwal pemungutan suara Pilkada Serentak 2024 dimajukan.
Dia menjelaskan, pembuat UU yakni DPR dan pemerintah sebenarnya sudah lama menyadari ada kekeliruan dalam membuat rumusan jadwal pilkada serentak 2024.
BACA JUGA: Pakar Setuju Pilkada 2024 Dimajukan, Semua Kada Terpilih Dilantik Januari 2025
Sadar hahwa pemungutan suara Pilkada Serentak 2024 yang dicantumkan di UU Nomor 10 Tahun 2016 digelar pada November, tidak sesuai dengan disain awal mengenai keserentakan pilkada.
Jika Pilkada 2024 digelar November, pelantikan seluruh kepala daerah terpilih sulit dilakukan secara serentak paling lambat Januari 2025, karena ada potensi gugatan sengketa pilkada.
BACA JUGA: Ade Rezki Bicara Peluang Gerindra Mendukung Gibran di Pilkada 2024, Jateng atau DKI?
Jeirry mengatakan, rencana revisi UU PIlkada untuk mengatasi hal tersebut sebenarnya sudah pernah muncul. Namun, menunggu revisi UU Pemilu yang akan menyatukan dengan UU Pilkada.
“Ternyata rencana revisi tersebut tidak terjadi, buyar semua. Setelah dipikir-pikir, dikaji-kaji, terlebih saat ini sudah banyak sekali daerah yang dipimpin Pj (Penjabat Kepala Daerah, red). Belum lagi perencanaan pembangunan daerah harus sinkron dengan nasional, maka ini (pelantikan kada terpilih berpotensi molor, red) memang masalah yang mengganggu, yang harus dicarikan solusinya,” ujar Jeirry kepada JPNN.com, Kamis (24/8).
BACA JUGA: Pemda Diminta Maksimalkan Fungsi Satlinmas Saat Pemilu dan Pilkada 2024
Secara prinsip, Jeirry menyatakan setuju bahwa keserentakan pilkada juga berkaitan dengan keserentakan pelantikan kepala daerah terpilih. Jadi, bukan hanya serentak hari pencoblosan.
“Saya setuju kembali ke disain awal keserentakan. Bisa melalui revisi UU Pilkada atau Perppu karena bulan November itu sudah disebut di UU Pilkada. Kalau mau Perppu harus segera dilakukan,” kata Jeirry.
Lebih lanjut dia mengatakan, kalau toh jadwal pencoblosan Pilkada 2024 dimajukan, maka idealnya maju sekitar 2 bulan.
“Kalau maju, lebih cocok maju dua bulan, September. Asumsinya, penghitungan suara satu bulan, sengketa satu bulan, sehingga awal Desember kepala daerah terpilih sudah bisa dilantik,” pungkas Jeirry Sumampow.
Diketahui, pada pilkada-pilkada sebelumnya banyak proses persidangan sengketa pilkada di MK memakan waktu lama, bahkan ada yang hampir setahun.
Pakar Kepemiluan yang juga Dosen Fisip Universitas Sam Ratulangi Ferry Daud Liando mengatakan, jika hal ini terulang maka bisa jadi akan ada pemungutan suara ulang pilkada digelar pada pertengahan 2025. Sementara kepala daerah lain sudah dilantik dan sudah menjalanakan roda pemerintahan.
Jika hal tersebut terjadi, maka akan sulit untuk mensinkronkan manajemen perencanaan pembangunan di tingkat daerah, dengan perencanaan pembangunan nasional.
Padahal, menurut Ferry, tujuan utama pilkada serentak adalah kesamaan periodisasi sejak dilantik hingga berakhirnya masa jabatan semua kepala daerah di Indonesia.
Terlebih lagi, presiden terpilih hasil Pilpres 2024, sudah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.
Pelaksanaan pilkada setelah pilpres, lanjut Ferry, dimaksudkan agar kebijakan di daerah dapat searah dengan kebijakan pemerintah pusat. Dengan demikian, sangat penting pelantikan kada terpilih dilakukan paling lambat Januari 2025. (sam/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu