Namun, Tjatur juga menyatakan setuju bila UU Pilpres sebelumnya tidak direvisi. Sebab, bila revisi dipaksakan yang repot Komisi Pemilihan Umum (KPU). "Kasihan KPU kerjanya terlalu mepet," ujarnya menambahkan.
Sebaliknya pengamat politik dari Universitas Indonesia Chusnul Mari"yah di hadapan anggota Badan Legislatif, kemarin, lebih setuju jumlah calon presiden tidak dibatasi. Dia berharap semua partai yang lolos ke Parlemen dapat mengajukan capres.
"Apabila kita menginginkan banyak alternatif calon presiden mestinya tidak perlu menggunakan persyaratan perolehan kursi atau jumlah suara yang besar. Cukup mengikuti batas parliamentary treshold (PT) saja (3,5 persen sesuai UU Pemilu)," kata Chusnul.
Dalam sistem presidensial, tambah Chusnul, pemilihan legislatif tidak menentukan partai mana yang membentuk pemerintahan. "Presiden langsung dipilih rakyat, demikian juga legislatif," ujar mantan anggota Komisi Pemilihan Umum ini.
Dia mengatakan, dengan sistem parlementer, hanya parlemen yang dominan di DPR menjadi partai penguasa (the rulling party). Karenanya Chusnul mengusulkan agar DPR membuka diri dan memberi peluang untuk calon pemimpin nasional terbaik. "Pemimpin terbaik itu bisa juga muncul dari parpol-parpol kecil," ujar dia. (dms)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rieke Minta Banggar Perjuangkan Dana Jamkesmas Lebih Besar
Redaktur : Tim Redaksi