IDI Minta Tarif Dokter Tidak Naik

Rabu, 28 Maret 2012 – 06:36 WIB

JAKARTA - Di antara dampak kenaikan harga BBM bersubsidi yang mengkhawatirkan adalah, melonjaknya biaya kesehatan. Diantaranya adalah, ongkos berobat ke dokter. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) berharap dokter yang membuka praktek pribadi tidak serta-merta menaikkan tarif layanan medisnya saat harga BBM naik.
 
Dihubungi di Jakarta kemarin (27/3) Ketua Umum PB IDI Prijo Sidipratomo menuturkan, pihaknya tidak bisa ikut campur terkait penetapan biaya medis di rumah sakit. "Saya hanya bisa menghimbau untuk dokter-dokter yang membuka praktek mandiri," katanya.
 
Jebolan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) 1983 itu menuturkan, tarif layanan kesehatan dokter tadi harus ditentukan dengan hati nurani. Dia mengatakan, seluruh dokter itu sudah disumpah dan juga dibekali kode etik. Dalam sumpahnya itu, antara lain harus mengutamakan pelayanan medis kepada masyarakat ketimbang urusan mengeruk keuntungan dari biaya tinggi.
 
"Setiap dokter membuka praktek, harus diniati bukan untuk bisnis," tegas dia. Prijo menegaskan, dokter-dokter yang membuka praktek harus menata niat untuk siap membantu pasien. Sehingga, ongkos berobat atau sering disebut jasa medis tidak boleh serta merta ditetapkan mengikuti kenaikan harga BBM.
 
Prijo juga mengatakan, dokter-dokter yang membuka praktek tidak boleh memandang pasien dari sudut mampu atau tidak mampu secara ekonomi. Dia menegaskan, seluruh pasien dengan kondisi ekonomi apapun harus tetap dilayani secara baik.
 
Mantan kepala Puskesmas Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah itu mengatakan, PB IDI siap menerima laporan masyarakat jika ada dokter yang ugal-ugalan menaikkan tarif jasa medis. Selain itu, jika ada dokter yang tidak mau melayani pasien miskin, juga diminta untuk lapor ke IDI.

Catatan dari PB IDI, jumlah dokter umum yang membuka praktek mandiri jumlahnya sekitar 79 ribu orang. Sedangkan jumlah dokter spesialis hampir 20 ribu orang. 
 
Selain itu, PB IDI juga berharap pemerintah memperbaiki sistem kelola kesehatan di Indonesia. Sehingga, tidak muncul kecemasan biaya kesehatan melonjak setiap kali harga BBM dinaikkan.
 
Prijo menjelaskan, sistem universal coverage (jaminan kesehatan menyeluruh) seperti diatur dalam BPJS (Badan Penyelenggara Janimam Sosial) bisa segera diterapkan. Dengan sistem tadi, seluruh masyarakat Indonesia bisa terjamin layanan kesehatannya.

"Masyarakat tidak perlu lagi memikirkan tanggungan kesehatan. Jadi bisa fokus bekerja," katanya. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sedang Demam, Wako Semarang Tak Penuhi Panggilan KPK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler