jpnn.com, JAKARTA - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyampaikan kabar duka terkait jumlah dokter yang meninggal dunia karena Covid-19.
Ketua Tim Mitigasi PB IDI dr. M. Adib Khumaidi mengatakan sampai hari ini sudah 114 dokter meninggal dunia karena Covid-19.
BACA JUGA: Dokter Indra: Pemerintah, Tolong Bantu Kami
"Jadi, dua hari lalu (Kamis, 10/9) itu ada 109, kemarin (Jumat 11/9) bertambah dua orang, dan hari ini bertambah tiga orang," kata Adib dalam sebuah diskusi daring di salah satu stasiun radio, Sabtu (12/9).
Adib menjelaskan, penambahan lima dokter yang wafat itu masing-masing satu dari Aceh, Medan, dan Kampar, serta dua Jakarta.
BACA JUGA: Prof Jimly Asshiddiqie: yang Benar Saja, Urusan Nyawa Ini!
Dokter spesialis ortopedi ini menjelaskan bahwa IDI bersama organisasi profesi kesehatan lainnya melakukan sebuah upaya yang konsentrasi pada profesional defence.
"Bagaimana upaya melakukan proteksi dan safety kepada para tenaga medis dan tenaga kesehatan," jelas Adib.
BACA JUGA: Detik-detik 2 Prajurit TNI Tewas, 15 Luka-luka
Menurut Adib, IDI terus berkoordinasi dengan Satuan Tugas Penanganan Covid-19, maupun PPSDM Kemenkes, mengingat pentingnya upaya perlindungan dan keselamatan dokter dan tenaga kesehatan itu.
"Karena perjalanan kita masih panjang. Ini kan belum tahu ini kita selesai sampai kapan," ujarnya.
IDI selalu berharap negara dalam hal ini pemerintah memberikan sebuah perhatian. Dia menegaskan bukan berarti IDI ingin menjadi kelompok yang diperhatikan, karena kondisi yang terjadi pasti sama dengan seluruh rakyat Indonesia.
Namun, ujar Adib, saat bicara unsur atau tenaga strategis yang dibutuhkan negara saat ini, tentu adalah medis dan kesehatan.
"Inilah yang kami ingin ada upaya perlindungan, ada upaya-upaya safety yang harus dilakukan," katanya.
Adib mengaku jujur harus menyampaikan kemarin sudah ada penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia atau FKUI bahwa 83 persen tenaga kesehatan, yang bukan hanya dokter, mengalami burnout dan kelelahan.
Artinya, kata Adib, kalau sudah bicara burnout dan kelelahan, ada satu faktor problema terkait dengan ketahanan mental.
"Yang ini akan bisa berpengaruh terhadap kinerja dari tenaga medis dan tenaga kesehatan," jelasnya.
Ia menjelaskan kinerja yang dimaksud adalah yang akan mengurangi kewaspadaan karena kelelahan, sehingga akhirnya risiko terpapar maupun sakit makin tinggi.
"Bukan tidak mungkin risiko kematian juga akan tinggi," tegasnya.
Adib mengatakan yang terjadi juga dengan burnout bukan tidak mungkin akhirnya membuat kehilangan semangat sehingga mereka menaik diri. Meskipun, dia menegaskan pihaknya sangat tidak berharap hal ini terjadi.
"Menarik diri dari peperangan ini tentunya satu hal menurut kami jangan sampai terjadi," tegasnya.
Ia menegaskan lagi, IDI terus berupaya menumbuhkan semangat bagi para tenaga medis. Namun, ujar Adib, hal ini juga perlu dibarengi dengan upaya perlindungan.
Oleh karena itu, sekarang IDI konsentrasi membuat semacam buku standar perlindungan dokter.
"Serta membuat sistem informasi setiap kebutuhan teman-teman di daerah berkaitan dengan teman yang sakit apa yang dibutuhkan, dan apa yang bisa dibantu oleh pusat," kata dia.
Selama ini, Adib menambahkan, koordinasi-koordinasi semacam ini juga sudah dan terus dilakukan.
"Cuma terus terang kadang-kadang kita tidak tahu di daerah ada kawan yang sakit, di daerah ada teman yang berita kami terima sudah meninggal. Jadi, ada hal berkaitan sistem informasi yang kami bangun," ujarnya.
"Sehingga kami bisa punya data dari seluruh dokter di Indonesia, mana yang sakit yang dirawat, yang di-ICU, yang butuh therapy dari Jakarta misalnya. Ini menjadi konsentrasi kami ke depan," tutupnya. (boy/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Boy