jpnn.com, JAKARTA - Ikatan Guru Indonesia (IGI) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Inspektorat mengawasi penyaluran dana BOS untuk pembelajaran daring.
Dalam Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020, Pasal 9A ayat 1 point a disebutkan dana BOS bisa digunakan untuk pembelian layanan pendidikan daring berbayar bagi pendidik atau peserta didik dalam rangka pembelajaran dari rumah.
BACA JUGA: Mendikbud Longgarkan Syarat Penggunaan Dana BOS untuk Guru Honorer
Menurutnya, pasal ini menimbulkan kecurigaan IGI sebagai pendidik.
"Layanan itu sesungguhnya bukan hanya membuat kebutuhan biaya makin besar karena selain harus membeli layanan pendidikan juga harus membeli kuota data. Secara otomatis membuat jalinan komunikasi antara guru dengan siswanya dan siswa dengan gurunya terputus. Padahal jalinan komunikasi pengajaran dan pendidikan itu tetap bisa dilakukan di dunia maya dengan bantuan internet dan ketersediaan kuota data," beber Ketum IGI Muhammad Ramli Rahim dalam pernyataan resminya pada Jumat (17/4)
BACA JUGA: Menteri Nadiem Membolehkan Dana BOS Dipakai Untuk Subsidi Kuota Internet, Setuju?
Ramli mencurigai pasal 9 ayat 1 tentang pemberian layanan pendidikan daring berbayar adalah titipan dari para penyedia layanan online yang salah satu pentolannya adalah staf khusus presiden.
Pembelian layanan ini oleh sekolah sesungguhnya sangat tidak diperlukan. Sebab, yang diperlukan adalah upaya para tenaga pendidik agar jalinan pendidikan dan pengajaran antara guru dengan siswanya tetap terjalin. Begitu pula dengan siswa dan gurunya tetap terjalin.
BACA JUGA: Pembelajaran Daring, Bukan Pemberian Tugas Secara Online
"Jadi bukan dengan cara membangun komunikasi dari gurunya siapa ke siswanya siapa dan dari siswanya siapa ke gurunya siapa apalagi dari satu guru untuk ratusan bahkan ribuan siswa karena proses tersebut menghilangkan sisi pendidikan dan hanya menjalankan sisi pengajaran saja," bebernya.
Selain itu menurut Ramli, inspektorat mesti mencermati sekolah-sekolah yang menggunakan dana BOS untuk pembelian layanan pendidikan ini. Mengingat sangat berpotensi terjadi pengaturan-pengaturan antara sekolah yang menggunakan dana BOS dengan para penyedia layanan pendidikan berbayar.
"Caranya tentu saja mudah dan sudah menjadi rahasia umum. Sistem cashback seperti pada proses pembelian buku-buku pelajaran sekolah tentu saja tidak susah dilakukan oleh para penyedia layanan pendidikan berbayar ini. Apalagi modal mereka untuk menjalankan proses itu jauh lebih murah daripada buku cetak. Jangan sampai terjadi sekolah-sekolah kita mampu membeli layanan pendidikan berbayar ini tetapi justru tidak mampu membayar guru-guru honorer mereka," bebernya.
Mengingat ini adalah hubungan antarpara petinggi negara maka IGI meminta DPR dan KPK bisa mengawasi serta mencermati segala proses yang terjadi ini.
Biar bagaimanapun sesungguhnya guru sangat tidak membutuhkan platform pendidikan seperti ruang guru, zenius dan lainnya ini.
Sebab, akhirnya anggaran yang seharusnya digunakan untuk membayar guru-guru yang selain mengajar juga mendidik bisa saja dialihkan untuk membeli layanan pendidikan berbayar.
"Kami dari IGI sangat menginginkan maksimalisasi proses pembelajaran langsung dari guru dengan siswa tetap menjadi prioritas pemerintah meskipun harus melalui dunia maya. Namun, jangan sampai pandemi Covid-19 menjadikan alasan terjadinya kerja sama tidak wajar antara Kemendikbud dan para penyedia platform pendidikan. Kami tidak ingin ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan dan kesulitan kita menghadapi wabah pandemi Covid-19 ini," paparnya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad