JAKARTA - Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) berharap hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) yang menangani perkara kasus dugaan korupsi kerjasama jaringan Indosat dan anak usahanya, PT Indosat Mega Media (IM2) bersikap jernih. Jika tidak tepat dalam memutus kasus, maka akan berdampak pada terpuruknya nasib jasa industri telekomunikasi di Tanah Air.
“Kami semua berharap hakim bisa perpikir jernih, kami percaya hakim bisa bijaksana dalam kasus ini. Jangan sampai hukum semata-mata dimanfaatkan oleh salah satu pihak saja untuk meraih keuntungan semata,” ungkap Sawaluddin Lubis kepada wartawan, Rabu (3/7).
Sawaluddin berpendapat, bahwa proses pelaksanaan penegakan hukum yang lemah akan mengguncang rasa aman investor. Pasalnya, sebagai pelaku bisnis, mereka mencari kepastian dalam berusaha. Jika pelaksanaan penegakan hukum berantakan, investor akan ketakutan.
“Akan mengganggu investor yang akan masuk maupun yang telah masuk di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika sendiri sudah mencatat ada 240 pelaku usaha yang menjalani model bisnis yang serupa dengan Indosat dan IM2, saya kawatir perasaan cemas akan menghantui pebisnis,” ungkapnya.
Sawaluddin menjelaskan, bahwa pihaknya tidak henti-hentinya memberikan dukungan moril kepada terdakwa Indar Atmanto. Pihaknya yakin Indar tidak bersalah. “Beliau seorang profesional yang punya integritas baik. Diakui kiprahnya secara nasional dan internasional,” ujarnya.
Disebutkan, Ikatan Alumni ITB mengikuti perkembangan kasus ini dari awal. Pihaknya juga menyayangkan, karena pemeriksaan tindak pidana korupsi atas Indosat-IM2 dilatar belakangi oleh motif pelapor yang ingin memeras.
Diketahui, Jaksa menggangap Indar Atmanto bersalah dalam perjanjian kerjasama jaringan Indosat-IM2 atas frekeunsi 3G. Jaksa menuntut Indar kurungan 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta.
Dalam nota pembelaannya, Indar menegaskan, bahwa kerjasama itu adalah antara badan hukum dengan badan hukum, bukan karena inisiatif pribadi. "Kebijakan atas inisiatif perusahaan, lalu kenapa saya yang dihukum? Ada kesalahan subjek hukum atau error in persona dalam dakwan jaksa. Ini adalah kasus salah tangkap," tegas Indar.(fuz/jpnn)
“Kami semua berharap hakim bisa perpikir jernih, kami percaya hakim bisa bijaksana dalam kasus ini. Jangan sampai hukum semata-mata dimanfaatkan oleh salah satu pihak saja untuk meraih keuntungan semata,” ungkap Sawaluddin Lubis kepada wartawan, Rabu (3/7).
Sawaluddin berpendapat, bahwa proses pelaksanaan penegakan hukum yang lemah akan mengguncang rasa aman investor. Pasalnya, sebagai pelaku bisnis, mereka mencari kepastian dalam berusaha. Jika pelaksanaan penegakan hukum berantakan, investor akan ketakutan.
“Akan mengganggu investor yang akan masuk maupun yang telah masuk di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika sendiri sudah mencatat ada 240 pelaku usaha yang menjalani model bisnis yang serupa dengan Indosat dan IM2, saya kawatir perasaan cemas akan menghantui pebisnis,” ungkapnya.
Sawaluddin menjelaskan, bahwa pihaknya tidak henti-hentinya memberikan dukungan moril kepada terdakwa Indar Atmanto. Pihaknya yakin Indar tidak bersalah. “Beliau seorang profesional yang punya integritas baik. Diakui kiprahnya secara nasional dan internasional,” ujarnya.
Disebutkan, Ikatan Alumni ITB mengikuti perkembangan kasus ini dari awal. Pihaknya juga menyayangkan, karena pemeriksaan tindak pidana korupsi atas Indosat-IM2 dilatar belakangi oleh motif pelapor yang ingin memeras.
Diketahui, Jaksa menggangap Indar Atmanto bersalah dalam perjanjian kerjasama jaringan Indosat-IM2 atas frekeunsi 3G. Jaksa menuntut Indar kurungan 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta.
Dalam nota pembelaannya, Indar menegaskan, bahwa kerjasama itu adalah antara badan hukum dengan badan hukum, bukan karena inisiatif pribadi. "Kebijakan atas inisiatif perusahaan, lalu kenapa saya yang dihukum? Ada kesalahan subjek hukum atau error in persona dalam dakwan jaksa. Ini adalah kasus salah tangkap," tegas Indar.(fuz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ribuan Rumah Hancur, Suasana Mencekam
Redaktur : Tim Redaksi