Ilmuwan dari Amerika Serikat dan Kanada bergabung dengan peneliti Australia dalam sebuah proyek yang dirancang untuk memperbaiki pemodelan iklim dan perikanan yang lebih produktif.

 

BACA JUGA: Warga Australia Selatan Diminta Membuat Sarung Tangan untuk Koala

Ini merupakan proyek pertama yang mempelajari tentang ombak raksasa di Laut Tasman. Dr Matthew Alford dari Insitut Oceanografi/Kelautan  Scripps di AS mengatakan Hobart dipilih sebagai lokasi terakhir untuk mempersiapkan perjalanan riset selama 10 pekan yang pertama kali di dunia untuk menyelidiki hotspot arus pasang surut/tidal global. "Ini adalah jenis salah satu kuburan gelombang ... di mana gelombang tidak benar-benar akan istirahat dan meninggalkan banyak energi di sini, di Tasmania, "katanya. "Ini merupakan kesempatan yang baik untuk melakukan riset ditempat yang indah." Gelombang tidak atau pasang surut yang akan dipelajari dalam riset ini adalah bukan gelombang yang pecah di pantai tapi gelombang atau ombak yang terjadi diantara permukaan laut dan menggerakan lapisan air ke arah atas dan ke bawah sepanjang ratusan meter. Dr Alford menggambarkan gelombang sebagai ini sebagai aliran darah laut. "Air yang dingin akan tenggelam, gelombang inilah yang  membantu memompa keatas air yang hangat." Gelombang air yang besar merambat ke jarak yang sangat jauh. "Gelombang yang akan segera kita pelajari dalam beberapa hari mendatang sedang dalam perjalanan dari Selandia Baru," "Jadi ombak besar itu terbentuk beberapa hari yang lalu dan butuh sekitar satu minggu untuk sampai ke Laut Tasman." Sementara itu Associate Professor dari Universitas Tasmania, Pete Strutton mengatakan gelombang arus bawah laut memainkan peranan penting dalam sistem iklim dunia dan membantu menyerap karbon dioksida. "Selain membantu mencampur air yang dingin di permukaan laut dan arus hangat dibawah laut, gelombang arus bawah laut juga berfungsi mencampur nutrisi atau pupuk ke permukaan laut yang akan dimanfaatkan oleh plankton dan juga bermanfaat agar sinar matahari lebih produktif," kata Pete Strutton menjelaskan. Selama riset ini para peneliti akan menurunkan 15 buah jangkar hingga 4.5km dibawah permukaan. Mereka juga akan menggunakan glider dan satelit untuk mengumpulkan data yang akan diproses dengan superkomputer berkinerja tinggi. Associate Professor Strutton mengatakan dia berharap penelitian ini akan meningkatkan pemodelan iklim, terutama dalam kaitannya dengan kenaikan permukaan air laut. Menurutnya riset ini juga dapat membantu meningkatkan produktivitas industri makanan laut. "Setiap informasi yang kami miliki tentang wilayah mana yang produktif dan tidak di laut akan dapat membantu memahami lokasi perikanan yang produktif," katanya. 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Seorang Pria Membawa Pisau Ditahan di Luar Gedung Parlemen Australia

Berita Terkait