Ilmuwan Indonesia Terlibat dalam Proyek Penemuan Partikel Tuhan

Sabtu, 18 Agustus 2012 – 19:31 WIB

Sebanyak 3.000 ilmuwan dari 40 negara yang bermarkas di Center for Nuclear Research (CERN) Jenewa, Swiss, berhasil menemukan partikel Tuhan. Dua ilmuwan Indonesia ikut terlibat dalam penemuan besar tersebut.

SEKARING RATRI ADANINGGAR, Jakarta

Penemuan partikel Tuhan yang diumumkan 3 Juli lalu menjadi topik pembicaraan hangat di berbagai penjuru dunia. Penemuan partikel tersebut sudah lama ditunggu oleh para ilmuwan. Pasalnya, riset itu memakan waktu lebih dari 20 tahun dan melibatkan 3.000 ilmuwan dari 40 negara.

Hasilnya cukup setimpal. Penemuan partikel baru tersebut mengubah penjelasan sederhana tentang komposisi atom. Sebuah atom selama ini diketahui memiliki komposisi yang terdiri atas proton (bermuatan positif), elektron (negatif), dan neutron (netral). Tapi, kini ada lagi tambahan: higgs-boson.

Partikel higgs-boson adalah sebuah partikel yang disebut-sebut sebagai partikel Tuhan. Partikel ini dianggap bertanggung jawab memberikan massa terhadap setiap materi. Bisa dibilang, partikel itu adalah kunci yang membuka misteri alam semesta, yakni bagaimana materi menyatu untuk membentuk galaksi, bintang, planet, bahkan manusia.

Soal penamaan partikel Tuhan, pencetus keberadaan partikel higgs-boson, Peter Higgs, menyatakan, partikel ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan penyebutan Tuhan. Dia mengisahkan, ada cerita unik di balik sejarah penamaan partikel Tuhan. Istilah "partikel Tuhan" dikenal sejak 1993 dari buku berjudul The God Particle: If the Universe is the Answer, What is the Question" Buku tersebut karya penerima hadiah Nobel bidang fisika Leon M. Lederman.

Menurut Higgs, awalnya sang penulis memberi nama partikel itu "Goddamn Particle" alias "partikel terkutuk". Sebab, partikel tersebut sangat sulit ditemukan. Namun, konon, editor buku itu tak berkenan dengan istilah itu dan mengubah penyebutan Goddamn Particle menjadi "God Particle" alias partikel Tuhan. Berkat istilah itu, proyek pencarian partikel yang menghabiskan dana sangat besar mendapat perhatian dunia.

Yang istimewa, dua ilmuwan Indonesia ikut berperan dalam penemuan partikel Tuhan. Mereka adalah Rahmat Rahmat dan Suharyo Sumowidagdo. Keduanya fisikawan asal Universitas Indonesia (UI). Menurut Rahmat, penemuan partikel baru tersebut memang cukup fenomenal.

"Partikel ini memberi jawaban bagaimana partikel-partikel lain memiliki massa. Menemukan partikel ini seperti halnya kita menemukan harta karun yang terpendam. Di masa depan, partikel ini akan sangat berguna untuk memahami alam semesta," jelas Rahmat saat diwawancara via e-mail beberapa waktu lalu. Hingga kini Rahmat dan Suharyo masih di Swiss untuk meneruskan risetnya.

Menurut fisikawan 37 tahun itu, upaya menemukan partikel baru tersebut menghadapi banyak tantangan dan hambatan, khususnya masalah teknis. Untuk itu, dibutuhkan kesabaran dan ketelitian luar biasa.

"Bisa diibaratkan kita mencari sebuah jarum di tumpukan jerami. Partikel ini hanya dapat ditemukan dengan akselerator yang memiliki energi yang sangat besar. Untuk membangun akselerator yang dinamakan Large Hadron Collider (LHC) dibutuhkan dukungan dana yang besar," urainya.

Keterlibatan Rahmat maupun Suharyo bermula saat mereka ikut dalam eksperimen Compact Muon Solenoid (CMS) di CERN, Swiss. CMS merupakan salah satu detektor LHC yang menemukan partikel Tuhan. Rahmat mulai bergabung dengan CMS pada Juli 2008.

"Saya terlibat di CMS saat menempuh program postdoctoral di University of Mississippi, AS," ujar Rahmat.

Suharyo menyusul beberapa saat kemudian. Kala itu Suharyo bekerja sebagai staf peneliti di Departemen Fisika dan Astronomi, University of California, Riverside.
Sejak saat itu keduanya bahu-membahu dengan ribuan ilmuwan lain untuk mencari partikel Tuhan. Rahmat memaparkan, mereka cukup berperan dalam penelitian tersebut. Peraih gelar PhD ilmu fisika dari University of Oregon, Eugene, itu memaparkan, dirinya berhasil mengembangkan teknik simulasi detektor (HFGFlash) untuk kolaborasi CMS. Simulasi temuan tersebut merupakan yang tercepat di dunia untuk electromagnetic shower di daerah Forward CMS (ujung detektor CMS).

"Simulasi yang saya buat berdasarkan pameterisasi dapat bekerja 10-1.000 kali lebih cepat daripada"simulasi standar detektor (Geant4). Saya yakin, selain untuk CMS, simulasi saya akan sangat berguna untuk semua eksperimen fisika sekarang dan masa depan," jelasnya.

Keterlibatannya dalam penemuan partikel Tuhan tersebut, lanjut Rahmat, membawa perkembangan besar bagi karirnya sebagai fisikawan. Dia menjelaskan, sejak partikel tersebut ditemukan, banyak respons dari berbagai pihak. Bahkan, dia mendapat beberapa tawaran interview untuk menjadi profesor fisika atau astronomi di Amerika Serikat.

"Yang jelas, penemuan ini benar-benar mendorong karir para fisikawan yang terlibat, termasuk saya dan Suharyo," urainya.

Sebagai fisikawan, bisa dibilang Rahmat cukup sukses berkarir di negeri Paman Sam. Sebelum bergabung dengan CERN, alumnus S-2 jurusan fisika di University of Oregon itu mencicipi karir di sejumlah perusahaan ternama di Amerika Serikat. Di antaranya Apple Computer, PayPal, hingga eBay.

"Saya sempat menyaksikan wajah almarhum Steve Jobs dari dekat, lho," ujarnya.

Namun, kesuksesan yang diraih Rahmat tentu tidak instan. Apalagi, Rahmat tidak dibesarkan dalam keluarga yang berkecukupan. Rahmat yang tumbuh di ibu kota itu mengisahkan bahwa keluarganya sangat miskin saat dirinya masih kecil. Bahkan, mereka sekeluarga harus tidur hanya beralas kertas koran.

"Ayah saya tidak punya uang untuk membiayai sekolah saya. Tapi, beliau tetap berusaha membiayai pendidikan anak-anaknya dengan berjualan permen jahe tanpa kenal lelah. Saya sungguh berutang jasa atas perjuangan beliau untuk menyekolahkan saya," kenangnya.

Rahmat menaruh perhatian pada dunia fisika sejak kecil. Anak kedua dari tiga bersaudara itu mengungkapkan, saat masih duduk di SD, dirinya pernah bermimpi untuk bisa membalikkan arah waktu.

"Ya, seperti time traveler gitu. Saya ingin melihat dunia di masa depan atau masa lalu. Itulah sebabnya, saya menyukai fisika sejak kecil. Saya benar-benar jatuh cinta pada fisika setelah saya melihat keindahan fisika," ungkapnya.

Karena itu, Rahmat tidak ragu memilih jurusan fisika di Universitas Indonesia. Perjalanan karir Rahmat pun dimulai dari situ. Begitu lulus, dia melanjutkan S-2 jurusan fisika di University of Oregon. Rahmat juga tidak menemui kesulitan dalam melanjutkan program S-3 di universitas yang sama. Hebatnya, selama menempuh program S-2 dan S-3, dia tidak mengeluarkan duit untuk membayar kuliah.

"Saya beruntung mendapat tunjangan dari University of Oregon dalam bentuk kuliah sambil mengajar. Artinya, saya dapat kuliah pascasarjana gratis dan tunjangan hidup. Namun, saya wajib memberikan kuliah fisika dasar dan mengajar laboratorium untuk mahasiswa tingkat satu dan tingkat dua," urainya.

Ke depan Rahmat dan Suharyo sudah memiliki "pekerjaan" baru. Keduanya terlibat dalam proyek penelitian top quark. Proyek tersebut mirip proyek penemuan partikel Tuhan dan hasil penelitiannya bisa menjadi jendela baru untuk new physics atau "physics beyond standard model".

"Di sini saya akan meng-upgrade photomultiplier (PMT) untuk CMS detektor di awal 2013. Sebab, PMT yang akan saya pasang memiliki kinerja yang lebih baik daripada PMT sebelumnya. Selain itu, kami berpartisipasi untuk CMS upgrade pada 2018 sehingga LHC akan meningkatkan kemampuannya," jelas Rahmat.

Ketika ditanya soal masa depan fisikawan Indonesia, Rahmat memaparkan bahwa sebenarnya fisikawan tanah air memiliki keuntungan besar. Sebab, materi yang diajarkan di sekolah Indonesia lebih berbobot daripada materi yang diajarkan di sekolah-sekolah luar negeri. Namun, budaya malu bertanya masih kuat di Indonesia.
"Peneliti asing lebih aktif bertanya. Mereka tidak ragu untuk mempertanyakan teori yang diungkapkan atasannya. Bahkan, jika mereka melihat Tuhan, mereka akan mengejar-Nya. Istilahnya seperti itu," guraunya.

Di samping itu, anggaran penelitian di Indonesia cukup minim. "Saya akan berpikir dua kali untuk kembali ke Indonesia jika ingin melakukan penelitian. Soalnya, penelitian itu butuh biaya tidak sedikit dan itu harus dibiayai pemerintah," tandasnya. (*/c2/ari)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Marsinah FM, Radio Perjuangan Komunitas Buruh Perempuan di Cakung


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler