ILUNI MMUI Menyoroti Persoalan Industri Asuransi

Minggu, 26 Januari 2020 – 02:50 WIB
Para pembicara pada kegiatan CEO Talks seri Ke-6 bertema “The Disaster of Insurance industry: How to Manage the Risk” di Studio 1 XXI Lotte Shoping Avenue, Kuningan, Jakarta, pada 22 Januari 2020. Foto: Humas ILUNI MMUI

jpnn.com, JAKARTA - Ikatan Alumni Magister Manajemen Universitas Indonesia (ILUNI MMUI) menggelar kegiatan CEO Talks seri Ke-6 bertema “The Disaster of Insurance industry: How to Manage the Risk” di Studio 1 XXI Lotte Shoping Avenue, Kuningan, Jakarta, pada 22 Januari 2020.

Kegiatan ini menghadirkan tiga pembicara yakni Herris B Simanjuntak yang merupakan Former CEO of Jiwasraya, Hotbonar Sinaga (Mantan Dirut Jamsostek sekaligus Ketua STIMRA), dan Alberto Daniel Hanani (Direktur Utama Asuransi Sarana Lindung Upaya sekaligus Dosen MMUI) serta Mohammad Mustaqim selaku Sekjen ILUNI MMUI sebagai moderator. Sebanyak 225 peserta terdiri atas mahasiswa dan profesional menghadiri acara ini.

BACA JUGA: Demokrat Kaitkan Jiwasraya dengan KSP, Moeldoko: 2024 Masih Jauh

Humas ILUNI MMUI Herzaky Mahendra Putra dalam keterangan persnya, mengtakan selama kegiatan seminar berlangsung ketiga pembicara saling berbagi informasi seputar bencana-bencana yang mungkin terjadi pada industri asuransi berikut penanganan yang bisa dilakukan sebagai langkah pencegahan.

Dalam kesempatan itu, Hotbonar Sinaga selaku mantan Dirut Jamsostek sekaligus Ketua STIMRA menyampaikan perihal kronologi gagal bayar Jiwasraya. Kondisi gagal bayar ini dimulai dari Insolvabilitas atau Risk Based Capital kurang dari 120 persen, nilai ekuitas yang negatif, likuitidas yang tidak mencukupi, serta meningkatnya potensi rugi pada investasi. Adapun penyebab gagal bayar ini disebabkan oleh Kesalahan Desain Produk, Mis Investasi, Kecurangan, tidak menerapkan prinsip GRC serta Lemahnya pengawasan.

BACA JUGA: Moeldoko: Akan Ketahuan Siapa Bermain di Jiwasraya

“Berkaca dari permasalahan ini, ada dua solusi jangka panjang maupun pendek. Adapun solusi Jangka Pendek dilakukan dengan cara restrukturisasi, Penerapan GRC, Asuransi pesangon (PSAK 24), Asuransi Kecelakaan Non Occupational, Pinjaman Subordinasi dengan DPLC dan Recovery Assets. Kemudian untuk solusi jangka panjang dilakukan dengan cara Amandemen terhadap UU Lembaga Penjamin Simpanan, Resistensi dari LPS, Regulasi, Supervisi, dan Proses Bisnis,” kata Hotbonar.

Selanjutnya, Direktur Utama Asuransi Sarana Lindung Upaya, Alberto Daniel Hanani menjelaskan bahwa perlu dilakukan reformasi industri sebagai upaya penguatan peraturan governance perusahaan dan manajemen risiko untuk memastikan pimpinan perusahaan berperilaku rasional serta memiliki moral.

BACA JUGA: ILUNI UI Minta Pemerintah Indonesia Berperan Aktif Tanggapi Isu Uighur

“Karena pada dasarnya manusia memiliki masalah oportunistik yang rasionalitasnya terbatas (bounded). Oleh sebab itu, perlu dilakukan check and balance berlapis,” kata Alberto.

Menurut Alberto, langkah yang perlu dilakukan adalah membuat aturan yang lebih jelas dan transparan. Selain itu, memastikan bahwa aturan tersebut dipatuhi, mekanisme pengawasan berlapis yang dilakukan mulai dari audit internal perusahaan, manajemen risiko oleh dewan komisaris, pelaporan dan pemeriksaan rutin oleh regulator, melakukan tindak koreksi tepat waktu sesuia dengan hasil compliance assesment dan seterusnya.”

Sementara itu, Herris B. Simanjuntak, Former CEO of Jiwasraya Director menyampaikan berita buruk dalam kurun waktu 2018 sampai dengan 2019 terhadap perusahaan asuransi. Berita-berita ini antara lain adalah kasus AJB Bumiputrea, Jiwasraya, Pembatasan Kegiatan Usahan PT Asuransi Himalaya Pelindung, kasus Asabri dan lainnya. Kasus-kasus tersebut tidak lain menjadi permasalahan yang membuat semua pihak harus saling berbenah.

“Untuk mengatasi semua permasalahan di bidang asuransi ini perlu adananya Management Risk. Management Risk ini penting untuk dilaksanakan bukan hanya sekedar pemenuhan terhadap Undang-undang yang berlaku saja, namun juga sebagai instrument untuk merencanakan dan menerapkan metode mitigasi risiko yang terstruktur. Hal ini dilakukan dalam rangka menjaga kesehatan keuangan perusahaan serta mencapai tujuan perusahaan,” katanya.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler