ILUNI UI: Masyarakat Semestinya Dilibatkan Dalam Revisi RUU KPK

Rabu, 18 September 2019 – 00:47 WIB
Kantor KPK. ILUSTRASI. Foto: Dok. JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Ikatan ALumni Universitas Indonesia atau ILUNI UI Andre Rahadian mengatakan masyarakat semestinya dilibatkan dalam revisi UU KPK (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK).

Hal tersebut disampaikan Andre Rahadian, untuk merespons langkah Pemerintah dan DPR RI yang telah bersepakat menyetujui Revisi UU KPK dan sudah disahkan pada Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (17/9/2019).

BACA JUGA: Poin-poin Penting Revisi UU KPK, Syarat Usia Pimpinan Semakin Tua

Andre menyayangkan proses pembahasan dan pengesahan RUU KPK yang melewati dua tahapan penting.

Pertama, tidak memberikan ruang kepada KPK sebagai lembaga yang terkait dengan UU ini untuk ikut memberikan masukan dalam proses pembuatan UU-nya. Lazimnya, KPK seharusnya diberikan kesempatan untuk menyampaikan masukan-masukan kepada anggota DPR RI saat proses perumusan dan pembahasan.

BACA JUGA: Apresiasi Pengesahan Revisi UU KPK di DPR, MPD: Langkah ini Sangat Tepat

Kedua, lanjut Andre, tidak memberikan ruang kepada publik untuk menyampaikan masukan-masukan. Padahal, KPK merupakan organ penting dan terdepan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Proses perumusan dan pembahasannya seharusnya berjalan dengan transparan. Publik memiliki hak untuk ikut memberikan masukan dalam proses perumusan UU.

Dengan adanya masukan dari KPK selaku instansi terkait dan dari berbagai elemen publik, tentunya UU yang dirancang DPR RI dan pemerintah bisa lebih fit dengan kebutuhan masyarakat kita dan situasi terkini.

Sementara itu, Herzaky Mahendra Putra, pengamat politik dari Manilka yang juga alumnus UI, menyampaikan kalau revisi RUU KPK menimbulkan kontroversi karena, pertama, publik merasa revisi RUU ini cacat isinya. Lebih berfokus pada usaha mengebiri kewenangan KPK. Semisal, penghapusan keberadaan penyelidik dan penyidik yang merupakan pegawai independen KPK, bukan ASN, polisi, atau jaksa, sehingga selama ini dianggap relatif bebas intervensi.

Lalu, penyadapan yang harus meminta izin kepada Dewan Pengawas. Sedangkan unsur kejut dan kerahasiaan dalam penyadapan oleh KPK merupakan salah satu elemen penting bagi KPK dalam operasi pemberantasan korupsi yang mereka lakukan.

Karena itu, menurut Andre, revisi RUU ini tentu bertolak belakang dengan publik yang memiliki harapan tinggi kepada KPK untuk memberantas korupsi di Indonesia. Publik pun menganggap pembatasan wewenang KPK mencederai rasa keadilan publik.

Kedua, adanya gap antara persepsi publik di atas yang sangat bertolak belakang dengan persepsi pemerintah dan pemerintah dan DPR RI periode 2014-2019. Pemerintah dan DPR RI merasa RUU ini untuk memperkuat KPK, lanjut Herzaky. Tapi, publik merasa revisi RUU ini melemahkan KPK.

“Di sinilah pentingnya proses dialog dengan publik ketika merumuskan dan membahas revisi RUU KPK tersebut,” katanya.

Andre menambahkan ILUNI UI sebenarnya siap memberikan masukan terkait revisi RUU KPK RI jika diminta DPR RI dan Pemerintah. Tentunya dengan semangat untuk memperkuat KPK dan memperkuat sistem hukum terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Harapannya, karena revisi UU KPK sudah terlanjur disahkan, Andre mengajak elemen-elemen masyarakat sipil lainnya untuk tetap berkomitmen dan berjuang bersama-sama untuk menolak usaha-usaha pelemahan KPK RI. Kita benar-benar memantau, bagaimana peran dan kinerja KPK di bawah pimpinan yang baru, dan UU yang baru. Ini bagian penting dari perjuangan mewujudkan Indonesia yang lebih baik, yang bebas korupsi.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler