jpnn.com, JAKARTA - Investasi di surat utang negara (SUN) bisa jadi tak semenarik tahun-tahun sebelumnya, terutama bagi investor ritel.
Sebab, yield (imbal hasil) surat berharga itu bisa menurun seiring investment grade yang disematkan pada outlook surat utang Indonesia.
BACA JUGA: Kembangkan Infrastruktur, Pelindo III Investasi Rp 1,2 T
Sebelumnya, lembaga pemeringkatan Fitch telah memberikan peringkat BBB dengan outlook stabil kepada Indonesia.
Sementara itu, Standard & Poor's (S&P) memberikan peringkat BBB- dengan outlook stabil.
BACA JUGA: Demi Investasi, Jokowi Bicara Pembebasan Pajak bagi Investor
Meski Moody's belum merevisi peringkat Baa3-nya untuk Indonesia, nyatanya kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia membaik.
Hal tersebut terlihat dari dukungan investor ritel saham yang menjadi pendorong kenaikan indeks harga saham gabungan (IHSG).
BACA JUGA: Pemerintah Jamin Iklim Investasi pada Tahun Politik
Namun, di pasar obligasi, SUN sebetulnya berpeluang memberikan yield yang tak seberapa seiring membaiknya perekonomian.
’’Yield-nya hampir sama dengan bunga deposito. Akan tetapi, deposito bisa lebih dipilih karena sifatnya lebih likuid daripada SBN (surat berharga negara),’’ kata ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih, Senin (26/2).
Meski begitu, Lana mengapresiasi langkah pemerintah yang baru saja menerbitkan sukuk ritel 010 dengan imbal hasil 5,9 persen.
Hal itu dinilai tepat untuk pendalaman pasar keuangan. Khususnya lewat target market generasi milenial yang cepat beradaptasi dengan sistem pembelian SBN secara online.
Namun, dari sisi yield, spread antara yield SUN dan bunga deposito sebenarnya tidak jauh.
Berdasar data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), per akhir Januari bunga deposito rata-rata mencapai 5,48 persen. (rin/c22/fal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dubes Donovan Sampaikan Harapan AS Lewat Moeldoko
Redaktur & Reporter : Ragil