Imbauan Wapres Tidak Perlu Jadi Polemik

Sudah Ada Aturan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid

Senin, 30 April 2012 – 06:37 WIB

JAKARTA - Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin berharap agar pidato Wapres Boediono mengenai azan disikapi secara proporsional. Menurut dia, substansi imbauan Wapres itu perlu diambil hikmah positifnya dan tidak perlu dipolemikkan.

"Maksud Wapres mungkin untuk puji-pujian atau wiridan (bukan azan, Red),  yang terkadang memang lama dan dikumandangkan dengan keras. Kalau yang begini, memang perlu dipertimbangkan kembali. Jangankan warga nonmuslim, umat Islam saja kadang ada yang merasa terganggu," kata Lukman di Jakarta kemarin (29/4).

Lukman menyampaikan bahwa untuk salat lima waktu, azan memang seharusnya keras dan nyaring. Panggilan azan berfungsi untuk mengingatkan umat Islam akan tibanya waktu salat fardu. "Setiap masjid melakukan itu," tegas wakil ketua umum DPP PPP itu.

Dia menambahkan, para pengurus masjid dan masyarakat luas tidak perlu terpancing dengan imbauan Wapres. Apalagi sampai mempertentangkan seakan negara baru mau mengatur persoalan ini. Padahal, aturannya sudah ada melalui instruksi Ditjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Nomor: Kep/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

"Saya kira, imbauan itu sekedar untuk menyegarkan ingatan kita saja. Sikapi secara proporsional, perlu ambil hikmahnya," ujar putra mantan menteri agama periode 1962-1966 Saifuddin Zuhri itu.

Dalam Instruksi Ditjen Bimas Islam itu, lanjut Lukman, diatur dengan sangat teknis bagaimana setiap masjid menggunakan pengeras suaranya. Ada lima poin yang diatur.

Di dalam instruksi itu, misalnya, dikatakan mereka yang menggunakan pengeras suara, seperti muazin, imam salat, dan pembaca Alquran, hendaknya memiliki suara yang fasih, merdu, enak, tidak cempreng, sumbang, atau terlalu kecil. Selain itu, dipenuhinya syarat-syarat, antara lain, orang yang mendengarkan dalam keadaan siap untuk mendengarnya, bukan dalam keadaan tidur, istirahat, sedang beribadah, atau dalam sedang upacara. Dalam keadaan demikian (kecuali azan), tidak akan timbul kecintaan orang, tetapi malah sebaliknya.

Diterangkan bahwa berbeda dengan di kampung-kampung yang kesibukan masyarakatnya masih terbatas, suara keagamaan dari masjid, langgar, atau musala selain berarti seruan takwa juga dapat dianggap hiburan mengisi kesepian sekitarnya. "Jadi, kita ikuti saja aturan yang sudah ada itu," tegas Lukman.

Wapres Boediono, imbuh Lukman, sudah menyampaikannya di forum yang tepat, yakni acara pembukaan Muktamar Ke-6 Dewan Masjid Indonesia di Asrama Haji Pondok Gede, pada 27 April."Saya pikir sudah relevan. Sekali lagi, kita ambil hikmah positifnya saja," katanya.

Dalam pidatonya saat itu, Boediono berharap agar Dewan Masjid Indonesia mulai membahas pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid-masjid. Boediono memahami azan merupakan panggilan suci bagi umat Islam untuk melaksanakan kewajiban salatnya.

"Namun demikian, apa yang saya rasakan barangkali juga dirasakan oleh orang lain, yaitu bahwa suara azan yang terdengar sayup-sayup dari jauh terasa lebih merasuk ke sanubari kita dibanding suara yang terlalu keras, menyentak, dan terlalu dekat ke telinga kita," kata Boediono. (pri/c1/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KY Belum Dapat 10 CHA Berkualitas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler