Imin vs Yenny

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Selasa, 28 Juni 2022 – 18:37 WIB
Bendera PKB. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - Perseteruan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin dengan keluarga almarhum Abdurrahman Wahid sudah lama menjadi rahasia umum. 

Cak Imin dianggap telah melakukan kudeta jongkok, creeping coup d’etat, dan merebut PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) dari kepemimpinan K.H Abdurrahman Wahis alias Gus Dur.

BACA JUGA: Yenny Wahid Buka-bukaan Soal Sosok yang Mengeluarkan Gus Dur dari PKB, Ternyata

Perseteruan keponakan dengan paman itu sudah terjadi 15 tahun yang silam. 

Sekarang muncul kembali ke permukaan dan menjadi ramai. 

BACA JUGA: Saling Sindir Dengan Yenny Wahid, Cak Imin: Itu Masa Lalu

Perseteruan seolah hidup kembali setelah Siti Zanubah Arrifah Chafsoh Rahman Wahid alias Yenny berbaku-komentar di media sosial dengan Imin perihal kepemilikan sah PKB.

Yenny Wahid yang sebelumnya mengungkapkan dirinya adalah kader PKB Gus Dur bukan PKB Cak Imin. 

BACA JUGA: Elektabilitas Masih Rendah, Cak Imin Harus Ngopi Bareng dengan Gus Yahya

PKB Gus Dur dan PKB Cak Imin adalah terminologi untuk menyebut kelompok politik pendukung Gus Dur dan Muhaimin Iskandar. 

Istilah itu juga mengindikasikan bahwa rekonsiliasi antara keluarga Gus Dur dengan Cak Imin belum sepenuhnya terwujud.

Publik sudah lupa ternyata masih ada ‘’PKB Gus Dur’’ seperti yang diklaim Yenny. 

Selama ini, Imin dianggap sebagai penguasa sah, setidaknya dalam 10 tahun terakhir Imin bisa menjadikan PKB sebagai salah satu ‘’trusted ally’’ mitra koalisi terpercaya Jokowi. 

Imin bisa membawa PKB menjadi partai yang stabil di klasemen tengah sehingga aman dari ancaman degradasi.

Setelah Gus Dur kalah dan PKB Imin dinyatakan sebagai sah, maka perseteruan mereda. 

Perseteruan ikut tertelan bumi setelah wafatnya Gus Dur. 

Gerakan para pengikut setia Gus Dur melakukan ‘’retreat’’ menarik diri dan lebih fokus pada gerakan budaya ketimbang politik. 

Kelompok Gusdurian yang tersebar di banyak daerah lebih banyak berkiprah di isu-isu agama, toleransi, dan pluralisme ketimbang berfokus pada politik.

PKB didirikan Gus Dur segera setelah reformasi dan langsung ambil bagian di Pemilu 1999 yang diikuti oleh 49 partai politik. 

PKB menempati posisi ke-3 dengan, hanya kalah dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Golkar. 

PKB bahkan lebih unggul dari partai Islam yang jauh lebih tua, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di peringkat ke-4.

Perolehen tiga besar ini mengejutkan karena PKB adalah partai baru dibandingkan 4 partai yang sudah lebih lama berkiprah. 

Keberhasilan PKB dalam debutnya di Pemilu 1999 tentu  tidak terlepas dari karisma Gus Dur yang sangat dihormati dan berpengaruh, serta merupakan salah satu tokoh Reformasi 1998. 

Pertemuan Gus Dur dengan tokoh-tokoh reformasi Amien Rais, Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Megawati Soekarnoputri di Ciganjur menjadi salah satu momen paling menentukan dalam gerakan reformasi yang mengakhiri rezim Soeharto.

Gus Dur mendirikan PKB atas aspirasi warga nahdliyin yang menghendaki adanya wadah politik resmi untuk menyalurkan perjuangan. 

Gus Dur berhati-hati dengan langkah politik ini karena Gus Dur-lah yang membawa NU kembali ke khittah pada Muktamar Situbondo 1984. 

Ketika itu, NU memutuskan untuk meninggalkan keterlibatannya dalam politik dan kembali ke khittah perjuangan dakwah kultural.

Gus Dur menjadi presiden pada 1999 dan kemudian dilengserkan di tengah jalan pada 2001. 

PKB kemudian lebih banyak direpotkan oleh perseteruan internal, dimulai dengan pemecatan Matori Abdul Jalil yang dianggap terlibat dalam persekongkolan melengserkan Gus Dur pada Sidang Istimewa MPR 2001.

Kendati sudah digerogoti konflik internal, PKB masih tetap bisa mempertahankan posisi ke-3 pada pemilu 2004. 

Prestasi ini menunjukkan bahwa PKB adalah partai yang mendapat dukungan solid dari warga nahdliyin. 

Konflik-konflik internal tidak memengaruhi perolehan suara PKB yang tetap stabil bersaing dengan partai-partai besar.

Puncaknya terjadi pada 2005. Muktamar PKB di Semarang memilih Muhaimin Iskandar sebagai ketua umum yang baru, dan Gus Dur duduk sebagai ketua Dewan Syura. 

Komposisi ini dianggap ideal karena Imin adalah keponakan Gus Dur yang secara khusus dikader oleh Gus Dur supaya menjadi matang dalam gerakan politik.

Namun, menjelang Pemilu 2009, internal PKB kembali bergolak. Cak Imin dipecat dari jabatannya karena dianggap melakukan manuver dengan mendekati istana pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

Cak Imin dan para pendukungnya tidak terima, kemudian mengajukan gugatan terhadap Gus Dur ke pengadilan. 

Imin bisa melakukan konsolidasi dengan cepat dalam empat tahun terakhir dan mulai berani menantang Gus Dur dengan melemparkan isi Muktamar Luar Biasa (MLB). 

Kedua belah pihak yang berseteru menggelar MLB sendiri-sendiri. Kubu Gus Dur di Bogor dan rombongan Imin melaksanakan muktamar di Hotel Mercure Ancol sehari berselang. 

MLB Ancol memutuskan Cak Imin kembali duduk sebagai ketua umum PKB, sekaligus mencoret Yenny Wahid dari jabatan sekretaris jenderal PKB dan digantikan oleh Lukman Edy. Posisi Gus Dur sebagai ketua Dewan Syuro juga digusur, digantikan oleh KH Aziz Mansyur. 

Putusan PTUN makin menguatkan penguasaan kubu Cak Imin atas PKB. Setelah banding sampai ke Mahkamah Agung (MA) diputuskan bahwa PKB Imin adalah sah dan Gus Dur praktis kehilangan partai yang dibidaninya. 

Menurut Alissa Wahid, purti sulung Gus Dur, sejak keputusan MA itulah kondisi kesehatan Gus Dur makin merosot. 

Gus Dur mengalami stroke ketika berada di kantor PBNU. 

Gus Dur memilih diam dan perlahan, tetapi pasti mulai meninggalkan kancah politik hingga akhir hayatnya pada 2009.

Di bawah kendali Cak Imin pascapolemik, perolehan suara PKB di Pemilu 2009 merosot drastis ke urutan 7. 

Jatah kursi di parlemen pun berkurang nyaris separuhnya, yakni cuma mendapat 27 kursi. 

Namun, Imin berhasil bangkit pada Pemilu 2014 dan PKB naik ke posisi ke-5.

Imin makin percaya diri. Pada Pilpres 2019, PKB berhasil menempatkan KH Ma’ruf Amin sebagai cawapres yang akhirnya memenangkan Pilpres 2019 mendampingi Joko Widodo. 

Imin berhasil membawa PKB sebagai mitra koalisi penting bagi Jokowi.

Imin makin pede dengan cengekeramannya terhadap PKB. 

Perseteruan dengan Yenny menunjukkan bahwa Imin sudah merasa tuntas dalam melakukan konsolidasi. 

Ketika Yenny menyindir dengan mengatakan bahwa capres yang surveinya rendah tidak perlu ngotot mencalonkan diri sebagai presiden, Imin langsung membalas lantang.

Imin menyebut Yenny bukan PKB. Imin menyindir Yenny sebaiknya membentuk partai sendiri. 

Pernyataan Imin ini seolah menegaskan bahwa PKB sekarang adalah milik Imin, dan Yenny sebagai ahli waris Gus Dur tidak punya andil lagi dalam partai.

Sikap pede Imin juga ditunjukkan dalam perseteruannya dengan K.H Yahya Staquf, Ketua Umum PBNU. 

Imin dengan tegas mengatakan bahwa Staquf tidak mengaruh terhadap perolehan suara PKB. 

Perseteruan terbuka ini akan membingungkan pemilih PKB yang notabene adalah nahdliyin.

Akan tetapi, imin terlihat sangat pede. Dia berani menantang kelurga Gus Dur dan berani secara terbuka menantang PBNU. 

Gus Yahya Staquf ingin menapak tilas kebijakan Gus Dur yang membawa NU keluar dari politik. 

Gus Yahya menegaskan NU tidak akan terlibat langsung dalam politik praktis pada pilpres 2024.

Akan tetapi, Imin secara sengaja menggoda dengan memasuki kantong-kantong NU di daerah-daerah untuk mencari dukungan pencalonannya sebagai presiden. 

Persaingan Cak Imin vs Gus Staquf dan Yenny akan menjadi warna tersendiri dalam Pilpres 2024. 

Imin makin pede. Kalau terhadap Gus Dur saja dia berani, apalagi terhadap Gus Staquf. (*)


Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler