Imparsial Minta DPR Setop Pembahasan Sejumlah RUU yang Membegal Konstitusi & Mengancam Demokrasi Ini

Minggu, 25 Agustus 2024 – 15:26 WIB
Gedung DPR RI. Ilustrasi. Foto: Dok. JPNN com

jpnn.com - Imparsial merespons langkah DPR RI membahas sejumlah rancangan undang-undang atau RUU yang dinilai membegal konstitusi dan mengancam demokrasi serta negara hukum.

Koordinator Program Reformasi Sektor Keamanan Imparsial Husein Ahmad mengatakan pembahasan semua RUU bermasalah oleh DPR bersama pemerintah harus dihentikan.

BACA JUGA: Viral Polwan Brigadir Putri Cikita Disorot Masalah Sopan Santun, Divhumas Polri Bereaksi

"Hentikan pembahasan sejumlah RUU yang membegal konstitusi, mengancam demokrasi dan negara hukum," ujar Husein dikutip dari siaran pers Imparsial, Minggu (25/8/2024).

Menurut Imparsial, DPR RI periode 2019-2024 tidak lama lagi akan mengakhiri masa tugasnya, yaitu pada 30 September 2024. Meski sudah di penghujung masa tugas, wakil rakyat periode ini justru mempercepat pembahasan sejumlah RUU yang kontroversial.

BACA JUGA: Viral Foto Mirip Bahlil Pegang Kepala & Sebotol Whisky Harga Puluhan Juta, Lihat

Dia menyebut sejumlah RUU tersebut juga berpotensi merusak demokrasi, negara hukum, dan melanggar konstitusi.

"Beberapa RUU yang bermasalah itu yang perlu dihentikan pembahasan dan pengesahannya meliputi: RUU Pilkada, RUU Penyiaran, Revisi terhadap UU Polri, Revisi terhadap UU TNI, dan RUU Wantimpres, serta RUU bermasalah lainnya," ucap Husein.

BACA JUGA: Ini Lho Mbak Dini & Ibnu yang Selundupkan Sabu-Sabu Rp 2 Miliar di Pakaian Dalam

Imparsial menilai, pembahasan RUU Pilkada yang membegal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait aturan soal batas usia dan syarat dukungan partai calon kepala daerah adalah bentuk sikap politik ugal-ugalan DPR dalam legislasi di ujung masa baktinya yang tak lama lagi akan berakhir.

"Langkah DPR tersebut nyata-nyata sebagai bentuk pembangkangan Konstitusi dan sarat dengan ambisi kekuasaan. Hal ini merusak negara hukum dan mengancam kehidupan demokrasi di Indonesia," ucapnya menegaskan.

Husein mengatakan bahwa DPR dan pemerintahan saat ini tidak boleh membuat UU yang bermasalah yang akan berdampak serius kepada kehidupan negara demokrasi, negara hukum, dan hak asasi manusia di masa.

Terlebih, RUU tersebut dilakukan pembahasannya secara terburu-buru, tertutup, dan tanpa penyerapan aspirasi publik secara bermakna. Sehingga,  UU yang akan dihasilkan akan sangat jauh dari kepentingan publik dan hanya demi kepentingan segelintir elit kelompok kekuasaan.

Imparsial mencatat bahwa DPR dan pemerintah juga tengah memaksakan pembahasan sejumlah RUU lain yang bermasalah, di antaranya; revisi UU TNI, revisi UU Polri, rervisi UU Penyiaran, dan RUU tentang Wantimpres yang akan menghidupkan kembali Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang dulu telah dibubarkan oleh gerakan Reformasi 1998.

"Pemaksaan pembahasan terhadap sejumlah revisi UU/ RUU tersebut sangat kental aroma kepentingan elite kekuasaan dan kelompok tertentu dan bukan untuk kepentingan rakyat," ujarnya.

Sebagai contoh, revisi UU TNI akan memberikan ruang yang luas bagi tentara aktif untuk menduduki berbagai jabatan sipil, menghapus larangan berbisnis bagi anggota militer, dan memberikan kewenangan penegakan hukum kepada TNI AD.

Begitu pula dengan revisi UU Polri yang memberikan kewenangan penyadapan  tanpa terlebih dahulu harus mendapatkan izin dari ketua pengadilan. Selain itu, RUU Pilkada juga akan menghidupkan kembali pasal-pasal yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

"Berbagai RUU tersebut ditujukan untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan segelintir elite dan kelompok di negri ini dan bukan untuk kepentingan rakyat," kata Husein.

Atas dasar itulah Imparsial mendesak kepada Pemerintah, DPR RI, dan para pimpinan partai politik untuk menghentikan semua proses pembahasan RUU yang bermasalah tersebut, karena selain secara substansi akan merusak demokrasi, negara hukum, melanggar konstitusi, dan kental aroma kepentingan elite politik.

"Secara prosedur juga telah mengabaikan hak konstitusional warga negara untuk didengar dan berpartisipasi secara bermakna dalam proses pengambilan kebijakan tersebut," ucap Husein.(fat/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler