Implementasi UU Cipta Kerja Perlu Didukung Birokrasi yang Profesional

Sabtu, 05 Desember 2020 – 15:53 WIB
Penyederhaaan birokrasi melalui perampingan jabatan eselon. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja memiliki tujuan yang ideal. Menurut Direktur Riset Institut Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (Indeks) Arif Hadiwinata, untuk mewujudkan tujuan UU Cipta Kerja itu perlu didukung Sumber Daya Manusia (SDM) birokrasi yang profesional.

Ini disampaikan Arif dalam diskusi daring bertajuk Reformasi Birokrasi 4.0: Peluang dan Tantangan Implementasi UU no. 11/2020 tentang Cipta Kerja yang digelar oleh Indeks.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Uang Edhy Prabowo Banyak Banget, Rizieq Cuma Bisa Sabar, Ali Ngabalin Meminta Maaf

“Kalau dilihat, tujuan UU Cipta Kerja adalah mendorong penciptaan lapangan kerja, mendukung kemudahan investasi dan berusaha. Kemudahan investasi dan berusaha ini perlu didukung dengan SDM birokrasi yang profesional,” kata Arif dalam diskusi baru-baru ini.

Arif menegaskan profesionalisme SDM perlu diterapkan baik oleh pemerintah maupun operator perizinan usaha.

BACA JUGA: Penjelasan Menpan-RB Terkait Kabar Ada Pemecatan PNS Dalam Proses Reformasi Birokrasi

Menurut Arif, profesionalisme itu agar pelayanan perizinan usaha bisa dilaksanakan dengan prima dan agar efesien secara biaya dan waktu.

Selain itu, pelayanan perizinan juga harus akuntabel dan transparan. Untuk itu, sambung Arif, mengandaikan adanya reformasi birokrasi.

BACA JUGA: Sandiaga Uno: Reformasi Birokrasi dan Konsep Omnibus Law Sudah Tepat

“Ekspektasi dari dihadirkannya UU Cipta Kerja itu, pemerintah tidak hanya mengupayakan penciptaan lapangan kerja seluas-luasnya dengan investasi sebanyak-banyaknya, tetapi juga adanya reformasi birokrasi yang mengiringinya,” tutur master Manajemen dan Kebijakan Publik dari Carnegie Mellon University, Australia itu.

Reformasi birokrasi itu, sambung Arif untuk menciptakan 3E. Efektivitas, efesiensi dan ekonomi berbiaya rendah. Katanya, itu senyawa dengan UU Cipta Kerja.

“Efisiensi birokrasi dalam UU Cipta Kerja tercermin pada dua peran utama pemerintah pusat dan daerah dalam implementasi UU ini terkait sebagai fasilitator pemberian izin usaha. Yang pertama, memfasilitasi penerbitan izin berusaha dengan berbasis risiko; dan kedua, menyusun detail rencana tata ruang,” jelasnya.

Terkait peran pertama, Arif mengutip pasal 9 s.d. pasal 12 UU Cipta Kerja, yang mana pemerintah diamanatkan untuk melakukan penyederhanaan perizinan berusaha dengan menerbitkan izin berusaha dan sertifikat standar usaha berdasarkan resiko menengah dan tinggi.

Efisiensi birokrasi dalam UU Cipta Kerja, lanjut Arif, juga terlihat dari pemangkasan pintu birokrasi dalam mengurus izin terkait usaha yang sebelumnya sangat panjang dan membutuhkan waktu bisa lebih dari dua tahun.

“Dalam UU Cipta Kerja ini peran pemerintah tidak dikurangi tetapi lebih disederhanakan agar efisien sehingga tercapai tujuan dari UU Cipta Kerja itu,” sambung Arif.

Efesiensi birokrasi, kata Arif, juga mencirikan kondisi kebebasan ekonomi. Adapun kebebasan ekonomi memiliki korelasi positif pada kesejahteraan masyarakat.

“UU Cipta Kerja memiliki semangat mendukung kebebasan ekonomi karena menderegulasi aturan-aturan yang menghambat kegiatan ekonomi dan melakukan reformasi birokrasi yang lebih mencerminkan tata kelola pemerintahan yang baik atau good governance,” katanya.

Arif memberi catatan, untuk mendukung reformasi birokrasi dalam mengimplementasikan UU Cipta Kerja ini, bukan hanya harus menciptakan sistem yang mendukung untuk itu tetapi juga perlu peningkatan kapasitas SDM birokrasi dan perubahan mindset SDM birokrasi. (flo/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler