JAKARTA – Indar Atmanto, mantan direktur utama IM2 yang dituduh melakukan korupsi kasus penyalahguaan jaringan 3G, menumpahkan semua kejanggalan hukum yang dialaminya dalam sebuah buku berjudul “Kerikil Tajam Telekomunikasi Broadband Indonesia”. Buku tersebut berisi berbagai kejanggalan proses hukum, tuduhan dan pemeriksaan yang dialaminya, hingga proses persidangan di pengadilan Tipikor.
Buku yang diluncurkan bersama Ikatan Alumni ITB ini dianggap mewakili kepentingan telekomunikasi di Indonesia, karena tak ada satupun saksi dan fakta persidangan yang mendukung dakwaan jaksa bahwa PT Indosat Tbk dan anak usahanya IM2 merugikan negara.
"Kalau memang hukum ini dipaksakan, sementara tidak ada satu saksipun yang membenarkan, maka kiamat telekomunikasi di negara kita,” kata Syawaluddin Lubis, Ketua Ikatan Alumni ITB yang menfasilitasi peluncuran buku tersebut, Selasa (11/6).
Dalam buku itu setebal 330 halaman ini, Indar secara jeli menuliskan kejanggalan-kejangalan yang muncul saat kasus tuduhan penggunaan frekwensi itu dianggap melanggar hukum, meskipun Menkominfo menyatakan bahwa tidak ada sedikitpun yang dilanggar oleh IM2 maupun Indosat.
"Saya harap kejadian seperti ini tidak berulang dan yang ini tidak dilanjutkan, ini sangat tidak logis," imbuhnya. "Buku ini saya persembahkan pada masyarakat telekomunikasi di Indonesia sebagai pembelajaran serta penjelasan asal muasal kasus korupsi ini dimulai," kata Indar.
Indar merangkum dengan cermat semua kejadian dugaan kasus korupsi itu bermula. ”Semua kejanggalan saya tuliskan dengan detil, namun ada apa dibalik semua ini, saya tidak bisa menyimpulkan, silakan anda simpulkan sendiri,” kata Indar kepada media.
Indar mengingatkan bahwa untuk bisa bicara soal internet sebaiknya mempelajari dulu tata aturan dan bagaimana cara kerjanya. "Internet ini hanya digunakan tapi tidak dipahami, sehingga muncul kesalahpahaman mengenai frekuensi," imbuhnya.
Indar juga mengingatkan bahwa jika kasus ini diketok bersalah, maka persoalannya akan melebar dan memalukan bangsa ini, "Saya nggak bisa membayangkan jika nanti dinyatakan bersalah, dan ada turis mancanegara yang bawa telepon seluler, maka akan dinyatakan bersalah dan harus membayar Rp 1,3 triliun, karena dia pakai frekwensi secara ilegal," lanjut Indar, ucapan ini disambut dengan gelak tawa peserta .
Seperti diketahui Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Indar Atmanto dengan pidana kurungan 10 tahun plus denda Rp 500 juta, dan uang pengganti Rp 1,3 triliun yang dibebankan kepada PT Indosat dan IM2. Dan masyarakat telekomunikasi beranggapan bahwa Jaksa dianggap melampaui kewenangannya dalam menuntut terdakwa, mengingat tak ada satupun saksi dan fakta persidangan yang mendukung dakwaan jaksa bahwa PT Indosat Tbk dan anak usahanya IM2 merugikan negara.
Sementara itu, Setyanto P Sentosa ketua Masyarakat Telekomunikasi menyatakan agar hakim berhati-hati menangani kasus ini. Karena ini bukan kasus perorangan tetapi mencerminkan industri secara keseluruhan. “Saya yakin kasus ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu yang tidak paham aturan dan mencari keuntungan" terangnya saat membedah buku Indar.
Setyanto yang mengikuti kasus ini sejak awal menyoroti sosok Denny AK, sebagai ketua LSM Konsumen Telekomunikasi Indonesia selaku pelapor kasus ini kepada Kejaksaan, "KTI ini tidak ada anggotanya, hanya si dia sama istrinya. Apalagi dia tidak dikenal di konsumen telekomunikasi Indonesia, siapa ini," tanya Setyanto dengan nada tinggi.
Pakar Telematika Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Edmond Makarim yang juga menjadi pembicara dalam peluncuran buku itu menyampaikan pesan pedas juga pada kejaksaan, "Harusnya jaksa berhenti menuntut tindak pidana korupsi, dan mulai untuk menuntut kejaksaan sendiri," pungkasnya disertai gelak tawa peserta.
Edmond menilai negara ini tidak bertindak tegas. "Negara ini tidak tegas dalam reformasi hukum," ujarnya miris.(fuz/jpnn)
Buku yang diluncurkan bersama Ikatan Alumni ITB ini dianggap mewakili kepentingan telekomunikasi di Indonesia, karena tak ada satupun saksi dan fakta persidangan yang mendukung dakwaan jaksa bahwa PT Indosat Tbk dan anak usahanya IM2 merugikan negara.
"Kalau memang hukum ini dipaksakan, sementara tidak ada satu saksipun yang membenarkan, maka kiamat telekomunikasi di negara kita,” kata Syawaluddin Lubis, Ketua Ikatan Alumni ITB yang menfasilitasi peluncuran buku tersebut, Selasa (11/6).
Dalam buku itu setebal 330 halaman ini, Indar secara jeli menuliskan kejanggalan-kejangalan yang muncul saat kasus tuduhan penggunaan frekwensi itu dianggap melanggar hukum, meskipun Menkominfo menyatakan bahwa tidak ada sedikitpun yang dilanggar oleh IM2 maupun Indosat.
"Saya harap kejadian seperti ini tidak berulang dan yang ini tidak dilanjutkan, ini sangat tidak logis," imbuhnya. "Buku ini saya persembahkan pada masyarakat telekomunikasi di Indonesia sebagai pembelajaran serta penjelasan asal muasal kasus korupsi ini dimulai," kata Indar.
Indar merangkum dengan cermat semua kejadian dugaan kasus korupsi itu bermula. ”Semua kejanggalan saya tuliskan dengan detil, namun ada apa dibalik semua ini, saya tidak bisa menyimpulkan, silakan anda simpulkan sendiri,” kata Indar kepada media.
Indar mengingatkan bahwa untuk bisa bicara soal internet sebaiknya mempelajari dulu tata aturan dan bagaimana cara kerjanya. "Internet ini hanya digunakan tapi tidak dipahami, sehingga muncul kesalahpahaman mengenai frekuensi," imbuhnya.
Indar juga mengingatkan bahwa jika kasus ini diketok bersalah, maka persoalannya akan melebar dan memalukan bangsa ini, "Saya nggak bisa membayangkan jika nanti dinyatakan bersalah, dan ada turis mancanegara yang bawa telepon seluler, maka akan dinyatakan bersalah dan harus membayar Rp 1,3 triliun, karena dia pakai frekwensi secara ilegal," lanjut Indar, ucapan ini disambut dengan gelak tawa peserta .
Seperti diketahui Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Indar Atmanto dengan pidana kurungan 10 tahun plus denda Rp 500 juta, dan uang pengganti Rp 1,3 triliun yang dibebankan kepada PT Indosat dan IM2. Dan masyarakat telekomunikasi beranggapan bahwa Jaksa dianggap melampaui kewenangannya dalam menuntut terdakwa, mengingat tak ada satupun saksi dan fakta persidangan yang mendukung dakwaan jaksa bahwa PT Indosat Tbk dan anak usahanya IM2 merugikan negara.
Sementara itu, Setyanto P Sentosa ketua Masyarakat Telekomunikasi menyatakan agar hakim berhati-hati menangani kasus ini. Karena ini bukan kasus perorangan tetapi mencerminkan industri secara keseluruhan. “Saya yakin kasus ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu yang tidak paham aturan dan mencari keuntungan" terangnya saat membedah buku Indar.
Setyanto yang mengikuti kasus ini sejak awal menyoroti sosok Denny AK, sebagai ketua LSM Konsumen Telekomunikasi Indonesia selaku pelapor kasus ini kepada Kejaksaan, "KTI ini tidak ada anggotanya, hanya si dia sama istrinya. Apalagi dia tidak dikenal di konsumen telekomunikasi Indonesia, siapa ini," tanya Setyanto dengan nada tinggi.
Pakar Telematika Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Edmond Makarim yang juga menjadi pembicara dalam peluncuran buku itu menyampaikan pesan pedas juga pada kejaksaan, "Harusnya jaksa berhenti menuntut tindak pidana korupsi, dan mulai untuk menuntut kejaksaan sendiri," pungkasnya disertai gelak tawa peserta.
Edmond menilai negara ini tidak bertindak tegas. "Negara ini tidak tegas dalam reformasi hukum," ujarnya miris.(fuz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Terdakwa Suap Dinilai Berbelit-belit
Redaktur : Tim Redaksi