jpnn.com - JAKARTA – Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati menyatakan semua investasi di Indonesia, termasuk investasi PT Freeport Indonesia di Indonesia adalah penting. Namun, semua investasi harus memenuhi semua regulasi di Indonesia mulai dari UUD 1945, UU, PP sampai Perda. Jika tidak, maka perusahaan lebih baik angkat kaki dari Indonesia.
“Setiap investasi di Indonesia penting tapi itu harus memenuhi regulasi yang ada di Indonesia. PT Freeport Indonesia (FI) sendiri dibuat berdasarkan kontrak karya ketika Indonesia saat itu belum memiliki aturan atau regulasi seperti UU Minerba, UU Lingkungan, PP yang mengatur divestasi saham asing. Ini semua sekarang harus dipenuhi. Jika tidak, sepenting apapun investasi asing masih kalah penting dibanding penegakan hukum,” kata Enny ketika dihubungi, Senin (23/11).
BACA JUGA: Bos Freeport Siap Penuhi Panggilan MKD, Beberkan Kelakuan Setya Novanto?
Semua objek hukum dalam hal ini perusahaan yang beroperasi di Indonesia, menurut Enny, terikat pada aturan konstitusi yang ada di sebuah negara. Indonesia memiliki berbagai peraturan mulai dari UUD sampai Perda.
“Sekarang yang jadi pertanyaan, apakah FI jadi objek hukum di Indonesia? Kalau FI beroperasi di Papua yang oleh dunia diakui sebagai bagian dari Indonesia, maka FI harus tunduk pada aturan yang ada di Indonesia,” tegas Enny.
BACA JUGA: Sudirman Vs Novanto: Pak Prabowo Hanya Ingin Kejelasan
Pemerintah, ujarnya, tinggal menegakan hukum saja dan mengatakan kepada para investor termasuk FI kalau mau ikut aturan silakan, kalau tidak juga silakan tinggalkan Indonesia. Indonesia tidak butuh perusahaan yang tidak patuh pada hukum Indonesia.
“Ini yang akan memberikan kepastian hukum, karena semua investasi harus tunduk. Sekarang kalau ada pengecualian atau prioritas seperti FI, apa alasannya?,” tanya Enny.
BACA JUGA: Inikah Pemicu Rusuh Kongres HMI?
Kalau pun pemerintah saat ini memutuskan kontrak dengan FI, Enny yakin, Indonesia tidak akan bermasalah meskipun bisa jadi FI akan mengajukan ke Badan Arbitrase Internasional. Indonesia tidak akan menyalahi aturan arbitrase internasional jika melakukan ini.
“Kita memang harus menjaga kontrak, maka harus ada negosiasi yang menguntungkan kedua belah pihak termasuk Indonesia. Tapi kalau kontrak dijalankan dengan tidak adil dan melanggar berbagai aturan, maka mau dibawa kemanapun termasuk ke Badan Arbitrase Internasional, posisi Indonesia kuat," tegasnya.
Seperti pada isu perusakan lingkungan, saat ini Indonesia sudah memiliki UU Lingkungan Hidup. “Maka ini harus dipatuhi. Di Amerika aturan tentang lingkungan jauh lebih ketat. Pemerintah konsisten saja menegakan aturan," pintanya.
Terkait aturan divestasi saham asing menurutnya juga harus ditegakkan termasuk aturan bagi hasilnya. Indonesia ujarnya, bisa membandingkan aturan divestasi atau bagi hasil dengan aturan atau pembagian bagi Indonesia. Bagaimana sistem bagi hasil yang adil untuk negara sehingga menjadi adil.
“Jadi sistem bagi hasil negara-negara lain bisa juga dijadikan acuan, berapa persen misalnya bagi hasil yang baik untuk Indonesia. Selama ini Indonesia hanya kebagian satu persen dan baru di era SBY seingat saya ketika Menko Perekonomian dipegang oleh Chairul Tandjung bagian Indonesia naik menjadi 3 persen,” ungkapnya.
Enny menegaskan, pembagian sebesar itu tidak adil sebab Indonesia yang punya emas.(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rekaman Ketua DPR Lebih Puanjaaang Dibanding Isi Flashdisk, Sisanya Mana?
Redaktur : Tim Redaksi