jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyatakan bahwa pemerintah di bawah komando Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak bisa menampik fakta tentang turunnya Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) selama tiga tahun berturut-turut. Menurutnya, penurunan IDI merupakan cerminan tentang kenyataan yang dirasakan masyarakat sehari-hari.
Fadli mengatakan, dirinya setiap kunjungan kerjanya di daerah selalu mendapat keluhan dari masyarakat mengenai kondisi saat ini. Keluhannya bukan hanya tentang perekonomian yang makin sulit, tapi juga kemunduran hukum dan demokrasi dibandingkan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Misalnya saja, lebih banyak aktivis politik yang ditangkapi di zaman Jokowi daripada di zaman SBY. Termasuk mereka yang ditangkap karena aktivitasnya di sosial media,” ujar Fadli, Senin (23/10).
BACA JUGA: Bawa Masakan Kesukaan Bung Karno, Megawati Temui Jokowi
Wakil ketua umum Partai Gerindra itu menyebut penindakan terhadap aktivis demokrasi ataupun medsos justru menunjukkan sikap pemerintah yang kian represif dan getol melakukan sensor. Parahnya, kata Fadli, pemerintah secara kasat mata menerapkan standar ganda dalam penegakan hukum.
Fadli lantas mencontohkan kasus hukum yang membelit Ustaz Alfian Tanjung dan Jonru Ginting. Menurutnya, polisi bertindak cekatan menindaklanjuti laporan tentang dugaan ujaran kebencian yang membelit Alfian ataupun Jonru.
BACA JUGA: Tiga Tahun Berkuasa, Jokowi Blusukan di 164 Kabupaten/Kota
Namun, untuk kasus ujaran kebencian yang dilakukan orang-orang yang dekat pemerintah, polisi justru tak memprosesnya sama sekali. Fadli menegaskan, aparat menangkap banyak netizen yang me-bully dan nyinyir terhadap pemerintah dengan berbagai tuduhan serius.
Tapi, sambung Fadli, di sisi lain Presiden Jokowi justru mengundang para buzzer yang kerap menulis unggahan kasar, penuh kebencian, dan juga fitnah terhadap siapa pun yang dianggap berseberangan dengan pemerintah. “Para buzzer ini terbukti imun. Ini jelas sebuah kemunduran, ketika hukum digunakan bukan untuk menegakkan keadilan, tapi hanya untuk melindungi kekuasaan,” tudingnya.
BACA JUGA: Inilah Kamar Hotel Tempat Presiden Jokowi Menginap, Tarif?
Fadli pun memperkuat asumsinya dengan survei melalui Twitter beberapa hari lalu. Dia menanyakan respons para pengikutnya di Twitter tentang kebebasan berpendapat dan berserikat selama tiga tahun pemerintahan Jokowi.
Dari 5.193 voters, sebut Fadli, ternyata mayoritas atau 78 persen menganggap pemerintah makin represif dan otoriter. “Hanya 22 persen netizen yang menyatakan kita makin terbuka atau demokratis,” sebutnya.
Karena itu Fadli menyebut survei-survei yang menyatakan bahwa masyarakat puas atas kinerja pemerintahan Presiden Jokowi merupakan paradoks. Sebab, kepuasan masyarakat di berbagai bidang vital seperti harga kebutuhan pokok, kemiskinan, lapangan kerja, atau pengangguran rata-rata di bawah 35 persen. Bahkan ada yang di bawah 30 persen.
“Bagaimana bisa kemudian kepuasaan umum terhadap pemerintah bisa di atas 60 persen? Ada lompatan logika yang tidak nyambung di situ,” ulasnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hmmm, Anak Buah Bu Mega Akui Kinerja Jokowi Belum Optimal
Redaktur & Reporter : Antoni