Indeks Persepsi Korupsi Anjlok, Pemerintah Diminta Pelototi Anggaran Kementerian

Minggu, 31 Januari 2021 – 20:44 WIB
Yenti Ganarsih. Foto; dok/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum pidana pencucian uang Yenti Ganarsih meminta pemerintah untuk menjadikan angka Indeks Persepsi Korupsi (IPK) bahan evaluasi perbaikan. Misalnya dengan mengawasi penggunaan anggaran di Kementerian.

Pengawasan terutama dilakukan pada kementerian yang alokasi anggarannya besar, mulai dari Kementerian PUPR, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial dan lainnya.

BACA JUGA: Indeks Persepsi Korupsi Turun, Pemerintah Malaysia Berkilah Begini

"Pemerintah harus memelototi anggaran-anggaran di kementerian," kata Yenti saat dihubungi, Minggu, (31/1).

Selain itu pemerintah juga menurut Yenti harus meringkas perizinan. Semakin banyak dan panjang dalam memproses perizinan, maka semakin memperbesar peluang terjadinya suap.

BACA JUGA: Analisis Mahfud MD soal Merosotnya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia

"Praktek praktek suap untuk memuluskan perizinan tentu sangat mempengaruhi IPK," katanya.

Yenti menambahakan menjaga iklim dan indeks demokrasi juga tidak kalah penting untuk memperbaiki Indeks Persepi Korupsi di Indonesia. Ia mencontohkan mengenai gelaran Pilkada yang kini sedang hangat diperdebatkan apakah digelar pada 2022 atau 2024 berbarengan dengan Pemilu serentak.

BACA JUGA: Mahfud MD Mengakui Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2020 Terparah

"Hal seperti itu harus diredam, nah jangan diulang, jangan dibuat runyam, karena akan memengaruhi. Kegaduhan politik juga akan berpengaruh," kata dia.

Ia menilai turunnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) bukan karena masalah pemberantasan korupsi. Revisi undang-undang KPK yang dikhawatirkan banyak pihak akan menumpulkan pemberantasan korupsi, tidak terjawab dengan adanya sejumlah operasi tangkap tangan oleh KPK.

"UU KPK kan awalnya menjadi kekhawatiran dengan adanya dewas KPK, tapi itu terjawab dengan adanya penangakapan," kata dia.

Menurut dia, dalam beberapa bulan ke belakang pemberantasan korupsi sudah terbilang bagus dengan ditangkapnya sejumlah menteri aktif. Hanya saja menurut dia pemberantasan korupsi tersebut terjadi setelah bulan Oktober ketika penghitungan indeks persepsi korupsi sudah tutup buku.

"Belakangan KPK bagus, diapresiasi tapi masalahnya setelah akhir Oktober itu penghitungan sudah selesai, jadi penangkapan korupsi yang kemaren kemaren itu masuk ke Indeks persepsi korupsi 2021," tuturnya.

Menurut dia, IPK merupakan opini yang tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Hanya saja menurut Yenti, opini tersebut sangat penting karena akan berpengaruh terhadap investasi di Indonesia.

"indeks persepsi kan opini jadi harus diubah opini. karena memang kan kesan. Kesannya belum tentu betul tapi investasi memperhatikan kesan," pungkasnya. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler