jpnn.com, MUMBAI - Perdana Menteri India Narendra Modi telah mendesak 1,3 miliar warganya untuk tinggal di rumah karena virus corona. Hingga Senin (23/3), India telah melaporkan 471 kasus COVID-19 dan sembilan kematian.
Namun, kebijakan tersebut menimbulkan keresahan baru di tengah masyrakat. Pasalnya, pemerintah tidak membarenginya dengan program bantuan sosial atau paket stimulus ekonomi.
BACA JUGA: Jika Jokowi Pilih Lockdown, Petani Sawit Pasti Menjerit
Shaikh Bahaduresha (31) yang tinggal di jalanan Mumbai selama dua bulan pada tahun lalu, tidak dapat memenuhi kebutuhannya dari hasil mengemudi taksi yang hanya kurang lebih USD 5 sehari.
Setelah menikah pada Desember tahun lalu, istrinya menyewa satu apartemen kecil dan mereka pun pindah ke sana. Namun, dengan sebagian besar wilayah India yang sekarang sedang dikarantina untuk melawan virus corona, stabilitas hidup baru yang dirasakan Bahaduresha bisa runtuh.
BACA JUGA: Ragukan Rapid Test Corona, Mardani PKS Tetap Ngotot Minta Lockdown
Dia tidak lagi memiliki pelanggan taksi, yang berarti dia tidak akan mampu membeli makanan selain beras dan lentil, dan tidak akan mampu membayar sewa, yang akan segera jatuh tempo.
"Aku tidak punya tabungan. Aku dan istriku akan kembali ke jalanan lagi," kata Bahaduresha. Supir taksi itu mengatakan dia berutang setoran kepada pemilik taksi.
BACA JUGA: Siap-Siap, Wuhan Akhiri Lockdown Virus Corona Bulan Depan
"Amerika Serikat adalah negara VIP (kaya), kau bisa mengarantina AS selama sebulan dan akan baik-baik saja, tetapi di India kau harus memikirkan orang-orang miskin," ujar dia.
Kumpulan orang India yang tinggal di perkampungan kumuh Dharavi di Mumbai mengatakan mereka mendukung langkah karantina itu. Namun, mereka juga butuh dukungan dari pemerintah.
Bencana kesehatan ini menyoroti betapa sulitnya bagi negara-negara untuk mengatasi wabah virus tanpa merusak mata pencaharian. Hal itu merupakan suatu tantangan yang sangat akut di negara-negara berkembang dengan populasi signifikan yang hidup pas-pasan.
"Sejauh ini, intervensi perdana menteri telah menempatkan tanggung jawab pada warganya, tetapi langkah intervensi itu tidak menjelaskan apa yang akan dilakukan oleh negara," kata Gilles Verniers, seorang profesor ilmu politik di Universitas Ashoka dekat New Delhi. .
"Tidak ada (dari intervensi itu) yang tampak seperti suatu rencana nasional di bidang sosial," ujarnya.
Kantor perdana menteri India belum menanggapi permintaan untuk komentar mengenai isu tersebut.
Beberapa pasar di dekat permukiman kumuh ditutup dan para penjual yang masih menjual sayuran di trotoar mengatakan bahwa distributor mereka tidak lagi memasok persediaan.
Penduduk Dharavi mengatakan bahwa mereka menghemat makanan dan hidup tanpa makanan mahal seperti daging kambing. Khatun (70) menangis di tempat tidurnya ketika ia menceritakan bahwa putranya, yang bekerja membuat lukisan acak, tidak memiliki pekerjaan lagi.
Ajay Kewat (21), mengatakan bahwa keluarganya hanya memiliki persediaan untuk beberapa hari lagi. "Saya khawatir bahwa setelah seminggu, tidak akan ada makanan lagi," katanya. (ant/dil/jpnn)
Bayar Cicilan Ditunda:
Redaktur & Reporter : Adil