jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan menyayangkan kebijakan pemerintah menghapus indikator kematian dalam penilaian PPKM. Dia menilai data itu seharusnya menjadi salah satu landasan dalam menentukan level dan implementasi pembatasan di berbagai daerah.
Hal itu disampaikan politikus Demokrat itu menanggapi pernyataan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan pada Senin (9/8). Luhut menyebut telah mengeluarkan angka kematian Covid-19 dari indikator penilaian level PPKM di berbagai daerah.
BACA JUGA: Indikator Kematian Dihapus, Sukamta: Jangan-jangan Masih Ada Pejabat yang Tidak Percaya Covid-19
Pemerintah beralasan indikator kematian dianggap menimbulkan distorsi dalam penilaian level PPKM karena banyak input data yang tidak update dari berbagai daerah.
Syarief justru menyatakan pemerintah seharusnya memperbaiki kualitas datanya, bukan malah menghilangkan indikator kematian.
BACA JUGA: Kegiatan Jokowi Menimbulkan Kerumunan Lagi, Irwan Fecho: Rakyat Butuh Keteladanan
"Jika masalahnya adalah data kematian yang tidak update, seharusnya kualitas datanya yang ditingkatkan, bukan data kematiannya yang tidak digunakan sebagai indikator dalam menentukan level dari PPKM," ucap Syarief Hasan.
Dia mengutip data Satgas Covid-19 yang mencatat angka kematian harian pada hari pertama perpanjangan PPKM, Selasa (10/8) mencapai 2.048 kasus, sehingga totalnya menjadi 110.619 kasus kematian akibat Covid-19.
BACA JUGA: Jokowi Datangi Terminal Grogol Petamburan, Membuka Kaca Jendela Mobil, Lalu Melambaikan Tangan
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat itu menyebut angka kematian adalah indikator yang mesti ada dalam penilaian pembatasan. Dari data itu, masyarakat dapat mengetahui seberapa besar dampak dari penyebaran Covid-19 di daerah-daerah.
"Sehingga, kita bisa mengambil sikap untuk melakukan pembatasan-pembatasan sesuai dengan perkembangan angka kematian dan angka positif harian," ujar Syarief.
Menurut eks Menteri Koperasi dan UKM itu, selain indikator kematian, jumlah orang yang di-testing juga penting dijadikan variabel dalam menentukan pembatasan.
"Melalui jumlah orang yang ditesting, kita dapat mengetahui positivity rate di setiap daerah. Maka, jumlah kematian dan jumlah orang yang di-testing harusnya dijadikan sebagai variabel dalam menentukan level PPKM," ucapnya.
Pria asal Palopo, Sulawesi Selatan itu menyatakan keputusan menghapus indikator kematian dalam penilaian PPKM juga menunjukkan ketidakmampuan pemerintah menangani pandemi ini.
"Langkah ini menunjukkan pemerintah tidak mampu mengendalikan Covid-19, kurang mampu membangun komunikasi dengan daerah, dan tidak memiliki sistem database satu pintu terkait data Covid-19 di daerah sehingga data kematian tidak update," pungkas Syarief Hasan. (*/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam