Hal tersebut disampaikan oleh pakar teknologi Center for Information and Development Studies (Cides) Rudi Wahyono dalam diskusi di Habibie Center, Jakarta, Sabtu (30/3).
Rudi menyatakan, sesuai namanya, sistem e-voting memudahkan pemilih untuk melakukan pemungutan suara. Pemilih bisa melakukan pemungutan suara secara online, dan langsung mengetahui hasilnya. Perhitungan dan tabulasi suara lebih cepat.
”Ini menghindarkan dari formula sistem pemilu yang rumit yang memerlukan prosedur perhitungan yang melelahkan,” ujarnya.
Dalam hal keamanan, sistem e-voting mencegah kecurangan di tempat pemungutan suara. Campur tangan manusia dikurangi dalam e-voting. Terhadap pemilih yang memiliki keterbatasan atau difabel, juga tetap bisa memilih melalui alternatif yang disediakan sistem e-voting.
”Tidak ada biaya pengiriman, tidak ada keterlambatan saat pengiriman materi dan menerimanya kembali,” ujarnya.
Namun, sistem e-voting juga memiliki kelemahan. Penyelenggara pemilu harus memiliki prasyarat penyediaan keamanan yang kuat untuk melindungi suara pemilih dari serangan pihak yang tak bertanggung jawab.
Kebocoran data sistem e-voting pernah terjadi di AS. Menurut Rudi, sebaiknya sistem e-voting benar-benar baru bisa diterapkan bagi daerah yang siap dari sisi teknologi, pembiayaan, perangkat lunak, serta kesiapan masyarakat.
”Mereka yang belum siap tetap menerapkan pemilu konvensional,” ujarnya. Dalam hal ini, perkembangan teknologi digital dan internet sangat memungkinkan terjadinya pelaksaan pemilihan tersebut secara transparan dan akuntabilitasnya terjamin.
Kepala Program E-Voting Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Andrari Grahitandaru menambahkan, e-voting bisa dimulai dari tahap pemilihan yang paling sempit. Dalam konteks ini, e-voting bisa dimulai dari tahapan pemilihan kepala desa.
”Jadi dimulai dari pemilihan kepala desa, pilkada, baru pemilu nasional. Jadi pilkada kepala desa saja sudah lumayan melakukan pendidikan demokrasi kepada masyarakat," ujar Andrari.
Kalau setiap kabupaten itu melakukan pemilihan kepala desa melalui e-voting, lanjut Andrari, itu sungguh luar biasa dan menghasilkan kepala desa yang jujur dan benar. Ini karena, sistem e-voting meminimalisasi intervensi untuk melakukan perubahan dalam perolehan suara. ”Contohnya Boyolali (Jawa Tengah) setahun sebelumnya bupatinya mencanangkan lima desa dengan menggunakan e-voting,” ujarnya. (bay)
BACA ARTIKEL LAINNYA... SBY Sudah Kantongi Nama Calon Ketua Harian
Redaktur : Tim Redaksi