Indonesia Butuh Rencana Matang untuk Capai Nol Emisi di 2050

Selasa, 01 Juni 2021 – 22:58 WIB
Ilustrasii tingkat emisi kendaraan. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - NDC Indonesia dianggap masih kurang ambisius dalam memenuhi Persetujuan Paris untuk menjaga suhu bumi di bawah 2 derajat, apalagi di bawah 1,5 derajat celcius.

Hal ini terlihat dari dokumen Long term Strategy on Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR) 2050 dalam mitigasi perubahan iklim, yang hanya menargetkan netral karbon di tahun 2070.

BACA JUGA: Tekan Emisi, Pertamina Jajaki Kerja sama dengan ExxonMobil Kembangkan Teknologi Rendah Karbon

Laporan terbaru Institute for Essential Services Reform (IESR) yang berjudul “Deep decarbonization of Indonesia’s energy system: A pathway to zero emissions by 2050” menunjukkan bahwa secara teknologi dan ekonomi, sektor energi Indonesia mampu mencapai nol emisi karbon di tahun 2050.

Laporan ini merupakan kajian komprehensif pertama di Indonesia yang menggambarkan peta jalan mencapai emisi nol karbon di 2050 di sistem energi.

BACA JUGA: Pupuk Kalimantan Timur Dinobatkan sebagai Perusahaan Penurunan Emisi Terbaik 2021

Hal ini merupakan tonggak penting mengingat saat ini aksi mitigasi di sektor energi tidak cukup ambisius.

Sementara, emisi dari sektor energi diperkirakan akan meningkat menjadi 58 persen pada 2030, sebagaimana ditunjukkan dalam skenario business as usual (BAU) dalam Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia, terutama didorong oleh peningkatan konsumsi energi final.

BACA JUGA: Suzuki Berbagi Kiat Mengontrol Emisi Gas Buang Mobil

“Sebagai salah satu negara dengan ekonomi terbesar di dunia dan dengan posisi strategisnya di Asia Tenggara, Indonesia harus memimpin dalam mentransformasi sistem energinya dari sekarang. Dekarbonisasi sistem energi Indonesia dapat membawa dampak signifikan bagi kawasan dan menginspirasi negara lain untuk mempercepat transisi energi. Komitmen politik dan kepemimpinan yang kuat dari Presiden Jokowi akan sangat diperlukan untuk mewujudkan hal ini,” kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR.

Fabby menambahkan bahwa langkah pertama dan krusial dari upaya dekarbonisasi adalah dengan mencapai puncak emisi selambatnya pada tahun 2030.

Menurutnya, dengan dukungan kebijakan yang kuat, pembangkit energi terbarukan bisa dikembangkan dengan masif disertai dengan penurunan kapasitas pembangkit listrik fosil.

Menggunakan Model Transisi Sistem Energi yang dikembangkan oleh Lappeenranta University of Technology (LUT), laporan ini memperlihatkan bahwa Indonesia mampu menggunakan 100 persen energi terbarukan di sektor kelistrikan, industri, dan transportasi.

“Model yang menggunakan analisis skenario secara terperinci untuk Indonesia ini didesain menggunakan resolusi hitungan waktu per jam dan terdiri dari wilayah-wilayah yang saling
terhubung, sehingga sangat relevan untuk model transisi energi di Indonesia serta memastikan pasokan energi yang stabil di segala jam dan wilayah,” ujar Christian Breyer, Professor Ekonomi Surya di LUT.

Satu dekade mendatang akan menjadi penentu bagi upaya dekarbonisasi di Indonesia.

Untuk mulai menurunkan emisi GRK, Indonesia perlu memasang sekitar 140 GW energi terbarukan pada tahun 2030, sekitar 80% nya merupakan PLTS.

Selain itu, penjualan mobil listrik dan sepeda motor perlu ditingkatkan masing-masing menjadi 2,9 juta dan 94,5 juta pada tahun 2030.

Suatu peningkatan yang sungguh dramatis bila dibandingkan dengan tingkat penjualan kendaraan listrik yang masih minim saat ini.

Di sektor industri, pemenuhan kebutuhan panas industri menggunakan listrik perlu menjadi pilihan utama, diikuti oleh energi biomassa.

Selain itu, hal terpenting lainnya, PLN perlu menghentikan pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara baru pada 2025.

Melakukan dekarbonisasi secara total akan menciptakan 3,2 jutaan pekerjaan baru yang berkelanjutan dan berkualitas, peningkatan kesehatan masyarakat (yang juga akan menurunkan biaya kesehatan yang substansial), dan pembentukan ekonomi modern, yang memungkinkan negara untuk bersaing dalam pasar dunia yang berkembang dengan produk netral karbon.

Tentu saja, untuk merealisasikan hal tersebut perlu dukungan dan komitmen politik yang kuat dari pemerintah Indonesia.

Pemerintah juga perlu menerapkan kebijakan dan regulasi yang tepat dan menghapus regulasi dan kebijakan yang dianggap sebagai penghalang investasi teknologi bersih di negara ini.

Laporan "Deep decarbonization of Indonesia energy system: A pathway to zero emission by 2050" adalah studi IESR bekerja sama dengan Agora Energiewende, dan Lappeenranta University of Technology (LUT).

Peluncuran kajian ini dilaksanakan pada 28 Mei 2021. Laporan tersebut dapat diunduh di tautan berikut: https://iesr.or.id/pustaka/deep-decarbonization. (flo/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler