Indonesia Butuh Sistem Obat Esensial

Jumat, 27 Januari 2012 – 15:00 WIB

JAKARTA - Pemerintah perlu membuat regulasi penggunaan obat esensial praktis melalui mekanisme Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) seperti yang diterapkan WHO. Dengan regulasi ini diharapkan layanan kesehatan akan mengedepankan aspek obat esensial bagi masyarakat. Di samping menghindari persepsi yang salah tentang kartel industri farmasi.

"Apabila mengacu kepada prinsip-prinsip regulasi yang bersifat universal, mengacunya ke WHO. Namun sayangnya hal itu belum terlaksana disini," kata Ketua Lembaga Kajian Kesehatan dan Pembangunan (LKKP), Amir Hamzah Pane kepada wartawan di Jakarta, Jumat (27/1).

Saat ini kata dia, regulasi obat di Indonesia, selain dipengaruhi kepentingan bidang kesehatan, juga industri. Dengan kata lain, semakin banyak investor masuk ke industri farmasi nasional, hal itu dianggap sebagai kemajuan yang baik di bidang industri. Akibatnya, banyak obat yang beredar di Indonesia, karena siapapun bisa mendaftarkan merek obat.

"Seandainya yang dikedepankan adalah obat generik, tentu tidak akan serumit ini. Belum lagi soal perbedaan harga obat antara luar negeri dengan Indonesia, hal itu juga yang memicu KPPU dengan mudahnya menjatuhkan vonis kartel, seperti yang dialami dua perusahaan farmasi nasional, Pfizer dan Dexa Medica," tuturnya.

Namun, Amir enggan menyalahkan KPPU, Pfizer dan Dexa. Menurutnya, semua itu terjadi karena sistem dari pemerintah yang memungkinkan terjadinya perbedaan harga antara obat bermerek dan obat generik yang hingga berkali-kali lipat lebih mahal. "Sehingga itu menimbulkan salah persepsi dari KPPU, lantas muncullah tuduhan kartel itu, padahal bukan," tegasnya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kadin Sodorkan Dua Opsi Kenaikan BBM


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler