Indonesia Dinilai Terlalu Terburu-buru Mengakhiri Status Pandemi

Senin, 28 November 2022 – 21:24 WIB
Indonesia Dinilai Terlalu Terburu-buru Mengakhiri Status Pandemi. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Epidemiolog dari Griffith University Australia, sekaligus peneliti Keamanan dan Ketahanan Kesehatan Global, Dicky Budiman optimistis pandemi Covid-19 bisa dinyatakan berakhir pada kuartal pertama 2023.

Namun, kata dia, kemungkinan tersebut hanya bisa tercapai asalkan jumlah kasus positif Covid-19 tidak mengalami pelonjakan.

BACA JUGA: Kementerian BUMN dan Kemenko Marves Apresiasi Pahlawan Pandemi di G20

Selain itu, vaksinasi ketiga atau booster juga harus terus digencarkan hingga mencapai90 persen sebelum pandemi ini dinyatakan berakhir.

Dicky memprediksi lonjakan kasus Covid-19 bakal terjadi hingga akhir Januari 2023 akibat banyaknya subvarian baru Omicron yang menyebar.

BACA JUGA: Pandemi Covid-19 Belum Usai, Bio Farma Gerak Cepat Menyediakan Vaksin dalam Negeri

"Sangat mungkin naik hingga Januari 2023, karena saat ini gelombang yang terjadi disebabkan lebih dari satu subvarian,” kata Dicky, dalam keterangannya, Senin (28/11).

Meski demikian, akhir status pandemi bukan berarti virus Covid-19 tidak ada sama sekali. Epidemiolog UGM dr Riris Andono Ahmad, MPH., Ph.D., mengatakan virus tersebut akan tetap ada, tetapi tingkat keparahannya tak lagi jadi ancaman serius.

BACA JUGA: Ingin Bangkitkan Semangat Sesuai Pandemi Covid-19, GNIJ Gelar Senam RK 

Oleh karena itu, instruksi Presiden Jokowi yang meminta Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin untuk berkonsultasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai status pandemi COVID-19 pada Oktober lalu dianggap terlalu terburu-buru.

Hingga saat ini, kebijakan mitigasi COVID-19 dan juga perilaku masyarakat Indonesia masih dinilai kurang siap untuk menyambut berakhirnya status pandemi.

Masyarakat juga belum sepenuhnya disiplin dalam melakukan 5M, yakni mencuci tangan dengan sabun, memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas.

Pemerintah hendaknya menerapkan kebijakan agar masker bisa menjadi budaya baru di masyarakat. Jika masyarakat dibiasakan untuk tetap memakai masker, terutama di ruang tertutup, risiko penularan virus COVID-19 dan penyakit saluran pernapasan lainnya dapat berkurang hingga 75%.

Membiasakan diri untuk rajin mencuci tangan dan menghindari keramaian jika tidak terlalu diperlukan juga sama pentingnya.

Tak hanya itu saja, Pemerintah Indonesia sebaiknya terlebih dahulu memastikan cukup atau tidaknya suplai vaksin booster yang tersedia di berbagai daerah.

Belum lagi, edukasi tentang pentingnya vaksinasi kepada masyarakat juga masih menjadi PR besar hingga saat ini. (jlo/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler