Indonesia Gagas Jalan Tengah Masalah Kapal Selam Nuklir

Sabtu, 06 Agustus 2022 – 10:44 WIB
Upaya Australia untuk meningkatkan armadanya dengan kapal selam nuklir telah berpotensi menarik perhatian baru dari Indonesia. (Supplied: Department of Defence)

jpnn.com, JAKARTA - Indonesia meminta dukungan bagi makalah berjudul “Nuclear Naval Propulsion” yang diusulkan dalam forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai jalan tengah atas pro dan kontra program pengembangan kapal selam bertenaga nuklir.

Hal itu dikatakan Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI Tri Tharyat saat menyampaikan keterangan pers secara daring dari New York, Jumat.

BACA JUGA: NASA Gandeng 3 Perusahaan dalam Proyek Nuklir di Bulan

Makalah (paper) yang diperkenalkan pada pertemuan ke-10 Review Conference of the Parties to the Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons (NPT RevCon) di Markas Besar PBB, New York pada 2 Agustus lalu itu dimaksudkan untuk membangun kesadaran tentang potensi risiko program kapal selam bertenaga nuklir serta perlunya pengaturan mekanisme pelaporan dan pengawasannya.

Untuk tujuan tersebut, Tri mengatakan dirinya telah menemui 15 negara yang memiliki perhatian terhadap isu kapal selam bertenaga nuklir, Gerakan Non Blok, organisasi dan LSM internasional, serta lembaga pemikiran (think thank).

BACA JUGA: Dalam Dokumen yang Diajukan ke PBB, Indonesia Khawatirkan Soal Teknologi Kapal Selam Nuklir

Negara yang ditemui dan diajak berdiskusi dengan Indonesia antara lain Australia, AS, China, Jepang, Brazil, Argentina, Meksiko, Austria, Polandia, Nigeria, Mesir, dan Selandia Baru.

“Kami memperoleh kesan bahwa tidak ada satu pun negara yang menyampaikan keberatan atas proposal Indonesia,” kata Tri.

BACA JUGA: Kapal Selam Nuklir Mengancam Kemanusiaan, Indonesia Bakal Ambil Tindakan

Dalam pertemuan dengan sejumlah negara dan mitra internasional itu, Indonesia menegaskan posisinya untuk memajukan pilar-pilar utama perjanjian NPT secara seimbang, serta pentingnya menjaga nilai-nilai multilateralisme untuk mencapai hasil persidangan yang dapat diterima secara konsensus.

Namun, di luar prinsip-prinsip umum yang disetujui dari makalah Indonesia itu, Tri mengakui bahwa negara-negara tersebut juga memiliki pandangan yang berbeda.

“Saat ini belum ada negosiasi terkait nuclear submarine ini. Negosiasi baru akan dilaksanakan pada pekan terakhir persidangan atau sekitar tanggal 20 Agustus,” kata dia.

“Dengan demikian, semua proposal masih terbuka dan pembahasan akan dilakukan lebih intensif dalam dua pekan ke depan,” ujar Tri mengenai proses pertemuan NPT Revcon.

Sejauh ini, terdapat empat paper yang diajukan dan akan dibahas lebih lanjut dalam pertemuan tersebut, yaitu dari Indonesia, China, Brazil, dan AUKUS --pakta keamanan trilateral antara Australia, Inggris, dan AS.

Wakil Tetap RI untuk PBB di New York Arrmanatha Nasir mengatakan bahwa tujuan dari makalah Indonesia bukan untuk melarang, menghalangi, atau mencegah pengembangan kapal selam bertenaga nuklir, tetapi untuk memastikan adanya suatu mekanisme yang bisa dipertanggungjawabkan dari penggunaan senjata tersebut.

Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Mariano Grossi mengenai pentingnya pengaturan teknis untuk kapal selam bertenaga nuklir, guna menjaga integritas isu nonproliferasi.

Indonesia juga menegaskan bahwa paper itu tidak ditujukan untuk program tertentu atau di wilayah tertentu, merespons anggapan bahwa proposal itu dibuat sebagai reaksi atas inisiatif pengembangan kapal selam bertenaga nuklir oleh AUKUS. (ant/dil/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler