jpnn.com, JAKARTA - Indonesia telah mengekspor komoditas vanili ke beberapa negara ke Eropa dan Timur Tengah.
Hal itu disampaikan Mahdalena, Founder dan Direktur Koperasi Desa Ekspor Indonesia yang menceritakan kisah suksesnya mengembangkan vanili.
BACA JUGA: Vanili Terbaik di Indonesia Diterbangkan ke Amerika
Menurutnya, vanili telah diekspor ke Jepang sejak November 2021 hingga sekarang, walaupun kuantitas masih sekitar 30-50 kg/bulan.
"Kami sangat mengapreasiasi dan senang sekali karena Kementerian Pertanian melalui Ditjen Perkebunan aktif membantu promosi produk vanili petani ke luar negeri. Salah satunya melalui Pameran ODICOFF bulan November 2021 lalu yang tidak hanya mempromosikan kopi, teh, kakao, kelapa dan rempah-rempah, tetapi ada sampel produk vanili yang turut dibawa ke Maroko, Denmark, Mesir, UEA, Serbia, Belanda dan lainnya, dan terjual sekitar 8 kg vanilla beans waktu itu," Mahdalena.
BACA JUGA: Pak Ganjar Semringah, Salatiga Terpilih jadi Ikon Empat Pilar dan Kota Vanili
Dia mengatakan selama ini produk vanili yang dipasarkan dalam bentuk polong kering.
Namun, saat ini sedang mengembangkan produk turunan seperti tepung, extrak dan pasta vanili skala home made.
BACA JUGA: Vanili Siap Bangkit Kembali
"Siap dipasarkan pertengahan Oktober 2022, saat ini sudah ada pemesanan 500 botol per bulan / per item di pasar lokal. Sebagian besar masyarakat Indonesia perlu lebih mengenal vanili alami Indonesia di tengah munculnya vanili sintetis. Oleh karena itu, kami perlu mengedukasi sambil terus memasarkan vaniila alami Indonesia," imbuhnya.
Dia mengatakan Desa Ekspor juga aktif mendampingi petani untuk memperbaiki mutu vanilli.
"Sebagai gebrakan perdana di pulau Flores, Kelompok Tani dan UMKM Kab. Manggarai Barat telah berhasil membuat vanilla dengan kualitas ekspor sebanyak 15 - 20 kg dan diterima oleh pasar Jepang melalui pendampingan pasca panen oleh Desa Ekspor Indonesia dan YDBA," ujarnya.
Balai Karantina Pertanian Tingkat II Ende – NTT yang dipimpin Kostan tidak mau ketinggalan dalam mendukung pasar vanili sebagai program gratieks.
Balai tersebut mengadakan Bimteks Akselerasi ekspor vanili di Kabupaten Sikka - NTT Juli lalu dengan peserta dari para pelaku UMKM dan petani vanili.
Hadir sebagai narasumber yaitu Julie Sutrisno Laskoidat, istri Gubernur NTT, Desa Ekspor Indonesia, dan Kepala Dinas Pertanian Kab. Sikka.
“Untuk memperbaiki mutu dan peningkatan produksi di hulu, kita harus berkolaborasi dengan para petani vanili senior di beberapa daerah dan para komunitas petani vanili agar aktif mendampingi Poktan di daerahnya masing masing. Seperti Poktan vanili Geger Bitung Jawa Barat didampingi Tono, Lampung Barat oleh Amril, Jawa Tengah oleh Rini, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Manggarai, Sikka, Ngada, Papua dan seterusnya," lanjutnya.
Menurutnya, pendampingan bisa dilakukan melalui kunjungan di desa terdekat, sarana WhatsApp group, melalui video call atau zoom di kebun petani.
"Saat ini anggota yang tergabung di media sosial Facebook mencapai 43.400 orang, baik itu petani, penggemar tanaman vanili, penjual, pembeli atau sekedar peminat vanili saja," sambut Mahdalena.
Dia mengatakan hal yang tak kalah penting adalah hilirisasi pengembangan komoditas vanili pascapanen dan pasar yang luas, karena dampaknya bisa membantu ketahanan ekonomi keluarga petani, pemberdayaan perempuan, dan membuka lapangan kerja millennial khusus produk turunan.
"Saya berharap ke depannya ekosistem bisnis vanilli dari hulu ke hilir dapat terintegrasi," ujarnya.
Di tempat yang berbeda, Direktur Jenderal Perkebunan, Andi Nur Alam Syah mengatakan saat ini dari komoditas perkebunan unggulan yang harga raw material bernilai tinggi adalah vanili.
Kisaran vanili basah mencapai Rp300-800 ribu per kg sedangkan bahan yang kering kualitas ekspor bisa mencapai di atas 3 juta/kg.
"Potensi ini yang perlu kita garap bersama, dimulai dari hulu, perlu dilakukan penataan kebun, juga aspek keamanan kebun yang menjadi titik sentral, dari sisi mutu dan pascapanen harus diperbaiki. Vanili Indonesia ini saya rasa tidak perlu energi besar untuk mencari buyer, hanya perlu sedikit sentuhan branding, maka laku terjual dan biasanya continue karena buyer tahu vanili Indonesia berkualitas di atas 2,75 persen kadarnya. Vanila Alor bisa mencapai di atas 3%," tutur Andi Nur.
Andi Nur mengatakan Kementerian Pertanian mendukung kemitraan ekspor yang harus digali potensi-potensi petani milenial di tiap sentra produksi.
"Niscaya, dari para petani milenial tersebut, produksi vanili Indonesia mampu menguasai 80% lebih pasar vanili dunia. Ini harapan saya," tuturnya.
Hal senada disampaikan Plt. Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Baginda Siagian.
Dia mengatakan potensi pengembangan budi daya dan pasar vanili sangat menjanjikan karena kebutuhan dunia cukup besar dengan kisaran mencapai 8-10 ribu ton/tahun tetapi produksi terbatas, hanya 5-6 ribu ton per tahun.
Saat ini hanya Indonesia, Madagaskar, PNG, Meksiko dan China yang merupakan 5 besar produsen vanili dunia.
Tantangan lain adalah industrialisasi produk di Indonesia yang belum berkembang luas walaupun potensi daerah penghasil vanili cukup banyak.
"NTT salah satu daerah unggulan penghasil vanili di Indonesia. Ke depan, solusi kemitraan produksi dan ekspor bisa menjadi solusi berkembangnya hilirisasi vanili di Indonesia dan Ditjen Perkebunan akan berada di scope tersebut untuk mendukung hilirisasi yang berkelanjutan," pungkasnya. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi